Menghuni Pulau Palmerston: Satu Pria, Tiga Istri, dan Surga Kelapa

By Utomo Priyambodo, Sabtu, 10 Desember 2022 | 07:00 WIB
Hamparan pohon kelapa di Kepulauan Cook. (Panoramio via Wikimedia Commons)

Nationalgeographic.co.id—Pulau Palmerston adalah salah satu tempat paling terpencil di dunia. Hampir semua penduduknya saat ini berhubungan darah satu sama lain, karena mereka semua adalah keturunan dari seorang pria Inggris yang menetap di sana sekitar 150 tahun lalu.

Pulau Palmerston terletak di sebuah atol karang (dikenal sebagai Palmerston Atoll), yang merupakan terumbu karang yang menutupi laguna. Pulau-pulau biasanya terbentuk di sekitar tepi di sepanjang bagian atas terumbu itu. Selain Pulau Palmerston, ada lima pulau besar lainnya di atol ini, yakni Pulau Utara, Leicester, Primerose, Toms, dan Cooks.

Pulau Palmerston adalah bagian dari Kepulauan Cook di Samudra Pasifik Selatan. Pulau ini merupakan salah satu dari enam pulau utama yang terletak di Palmerston Atoll dan merupakan satu-satunya pulau yang berpenghuni.

Tempat terdekat dengan Pulau Palmerston yang memiliki populasi signifikan adalah Rarotonga, yang terpadat di Kepulauan Cook. Rarotonga terletak sekitar 500 kilometer di sebelah tenggara Pulau Palmerston dan membutuhkan waktu sekitar dua hari berlayar untuk berpindah dari satu pulau ke pulau lainnya.

Namun demikian, kapal di antara keduanya sedikit dan jarang. Artinya, seseorang mungkin harus menunggu beberapa bulan sebelum kapal datang.

Berlayar tampaknya menjadi satu-satunya cara untuk sampai ke Pulau Palmerston. Sebab, pulau ini terlalu jauh dari mana pun untuk diterbangkan oleh helikopter biasa dan daerah tersebut tidak kondusif bagi pesawat amfibi untuk mendarat.

Riwayat Penemuan Pulau Palmerston

Pulau Palmerston pertama kali ditemukan pada tahun 1774 oleh Kapten James Cook selama pelayaran keduanya. Namun, baru tiga tahun kemudian, pada tanggal 13 April 1777, selama pelayaran ketiganya, Cook menginjakkan kaki di Pulau Palmerston.

Saat itu, pulau itu tidak berpenghuni, meski ada bukti bahwa pulau itu pernah dihuni oleh orang-orang Polinesia. Cook menamai pulau itu untuk menghormati Henry Temple, 2nd Viscount Palmerston, Komisaris Utama Angkatan Laut pada waktu itu.

Setelah Cook pergi, Palmerston tidak tersentuh selama sekitar delapan puluh tahun. Pada tanggal 8 Juli 1863, seorang pria Inggris bernama William Marsters tiba di Palmerston.

Baca Juga: James Cook Pernah Keluyuran di Batavia

Baca Juga: Marae Moana, Komitmen Kepulauan Cook untuk Menjaga Samudra Pasifik

Baca Juga: Saat Pulau Run di Maluku Ditukar dengan Manhattan di Amerika 

Marsters dikatakan telah melihat pulau itu tiga tahun sebelumnya saat bekerja di kapal penangkap paus. Dia begitu terpesona oleh keindahannya sehingga dia memutuskan untuk menetap di sana secara permanen. Pada tahun 1863, pulau itu milik seorang pedagang Inggris bernama John Brander dan Marsters dipekerjakan untuk bekerja sebagai penjaga pulau itu.

Ancient Origins mencatat bahwa Marsters lahir di Leicester sekitar tahun 1831 dan pernah menjadi buruh atau tukang kayu dan pembuat tong sebelum pergi ke Pulau Palmerston. Ketika Marsters menginjakkan kaki di pulau itu, dia membawa serta ketiga istrinya.

Salah satunya adalah Akakaingaro (dikenal sebagai Sarah), putri seorang kepala Kepulauan Cook, sedangkan dua lainnya adalah sepupunya. Saat ini, ada tiga keluarga yang tinggal di Pulau Palmerston, masing-masing merupakan keturunan dari salah satu dari tiga istri Marsters.

Saat Marsters pertama kali mendarat di Pulau Palmerston, pulau itu tidak berpenghuni, jadi dia harus membangun semuanya dari awal. Menggunakan kayu karam kapal dan kayu apung, Marsters membangun rumah untuk keluarganya, yang masih berdiri sampai sekarang, meski sekarang digunakan untuk gudang dan tempat berlindung dari angin topan.

Belakangan, sebuah gereja, sekolah, dan lebih banyak rumah dibangun. Sebagai penjaga pulau, Marsters bertugas menanam, merawat, dan memanen pohon kelapa. Setiap enam bulan, Brander akan mengirim kapal ke pulau itu dengan perbekalan dan makanan. Sebagai imbalannya Marsters akan memberikan minyak kelapa kepada pedagang itu.

Pertarungan untuk Pulau Palmerston

Pada tahun 1888, Brander meninggal dan Marsters mengeklaim Pulau Palmerston. Ini ditentang oleh George Darsie, seorang kerabat Brander yang mengajukan klaimnya atas dasar warisan melalui garis keturunan.

Pada tanggal 23 Mei 1891, Pulau Palmerston secara resmi dianeksasi oleh Kerajaan Inggris. Setelah perang kata-kata yang panjang dengan Darsie, Marsters akhirnya diberikan sewa selama 21 tahun di pulau itu. Akhirnya, keturunan Marsters diberikan kepemilikan penuh atas Pulau Palmerston pada tahun 1954 ketika Parlemen Selandia Baru mengesahkan amandemen Undang-Undang Kepulauan Cook.

Marsters sendiri meninggal pada tanggal 22 Mei 1899 akibat kekurangan gizi setelah pohon kelapanya rusak akibat penyakit hawar. Namun demikian, sebelum kematiannya, ia dapat membagi pulau itu menjadi tiga bagian, satu untuk setiap istri dan keturunannya.

Menurut catatan, pada saat kematiannya, Marsters memiliki 17 anak dan 54 cucu. Laporan lain mengeklaim angka ini lebih tinggi dengan dia menjadi ayah dari setidaknya 20 anak. Hampir semua penduduk Pulau Palmerston saat ini adalah keturunan Marsters dan masih banyak lagi keturunan Marsters yang tinggal di Rarotonga dan Selandia Baru.