Nationalgeographic.co.id—Raja George II dari Inggris memerintah dari tahun 1727 hingga 1760. Seperti hari hari biasanya, Raja George II baru saja menghabiskan secangkir cokelat panas yang lezat.
Wajar saja, raja satu ini merupakan "penikmat berat coklat," tulis Shannon Quinn kepada History Collection dalam artikel berjudul Bathroom Breaks That Changed History yang diterbitkan pada 19 November 2022.
Barangkali tradisi meminum dan menikmati sajian cokelat adalah karakteristik raja-raja Inggris. Bahkan, di dalam istana mereka disediakan dapur cokelat sejak abad ke-17 tatkala William III bertakhta.
Di antara William III, George I, hingga penerusnya, George II, cokelat telah menjadi bagian besar dari kehidupan mereka di istana. Namun, cokelat memainkan peranan yang paling menentukan bagi kehidupan George II.
Kisahnya dimulai pada tanggal 25 Oktober 1760, ketika sang raja menghabiskan secangkir cokelat panasnya yang lezat. Setelahnya, ia pergi ke toilet di dalam Istana Kensington.
Tak lama setelah sang raja masuk ke toilet, terdengar sesuatu yang keras dari dalam toilet. Nampaknya, dia "mengejan sangat keras, membuatnya menderita aneurisma aorta—penyakit yang ditandai dengan penggelembungan di dinding pembuluh darah aorta," tulisnya.
Setelahnya, sang raja tak sadarkan diri di atas toilet duduknya. Dokter kerajaan, Frank Nicholis berupaya sesegera mungkin untuk menolong. Namun, sang raja dikabarkan dalam kondisi tewas tergeletak di lantai.
"Diperkirakan ia tewas dan tersungkur dari toilet duduknya," tambah Shannon Quinn. Raja diangkat ke tempat tidurnya, dan Putri Amelia dipanggil.
George II tutup usia pada usia 77 tahun merupakan yang paling lama berkuasa dibanding pendahulu Inggris mana pun. Ia digantikan oleh cucunya George III, dan dimakamkan pada tanggal 11 November di Westminster Abbey.
Setelah dokter berupaya mempelajari tubuh George II secara ekstensif, mereka mendiagnosisnya dengan "diseksi aorta". Diseksi aorta adalah kondisi luka serius di mana terjadi robekan pada lapisan dalam arteri utama tubuh (aorta).
Mungkin karena kesulitan dalam proses buang air besarnya, sang raja mengejan terlalu keras hingga menyakiti dirinya sendiri. Akibatnya, "darah mengalir deras melalui robekan, menyebabkan lapisan dalam dan tengah aorta-nya terbelah," pungkasnya.