Tatkala Prajurit Perempuan Mempertahankan Keraton Yogyakarta

By Galih Pranata, Kamis, 22 Desember 2022 | 07:00 WIB
Ilustrasi - Wanita-wanita di istana Mataram. (Wikipedia)

Nationalgeographic.co.id—Prajurit estri atau yang dikenal dengan prajurit perempuan, merupakan salah satu hal yang baru dalam dunia kemiliteran. Di Keraton Ngayogyakarta, mereka telah ambil bagian sejak abad ke-18.

Prajurit estri sejatinya sudah terbentuk sejak Hamengkubuwana I memulai pemerintahannya, namun kinerjanya mulai terlihat ketika Hamengkubuwana II naik tahta. Hal itu terjadi lantaran situasi politik kraton yang selalu mendapat ancaman keamanan.

Selanjutnya, para prajurit perempuan ini diberi nama Korps Prajurit Estri yang tujuan akhirnya adalah hadiah bagi para bangsawan lain yang berhak atas hadiah wanita cantik dari keraton Ngayogyakarta.

Yuliarni, bersama dengan Apriana, Heryati, dan Suwonti Atun Badriah menulis dalam jurnal Bihari berjudul Peranan Prajurit Perempuan (Korps Prajurit Estri) Terhadap Perkembangan Ekonomi Dan Militer di Yogyakarta 1750-1810 terbitan tahun 2020.

Mereka menyebut bahwa kebanyakan dari bangsawan yang mendapatkan para prajurit estri akan dijadikannya seorang istri.

Menariknya, "mereka akan merasa bangga dengan hal tersebut, sebab ada anggapan bahwa para bangsawan yang memperistri mereka nanti tidak akan berani memperlakukan mereka dengan buruk karena takut Raja akan murka," imbuhnya.

Namun, bukanlah hal mudah menjadi bagian dari prajurit estri. Paling tidak, wanita yang dipilih oleh Sultan Hamengkubuwana II sebagai prajurit, harus mempunyai paras cantik, rapi, ramah tamah, dan mempunyai kecerdasan.

Salah satu tugas harian mereka adalah wanita-wanita yang akan menyambut kedatangan raja ke singgasananya, maupun dijadikan sebagai pengawal pribadi bagi Sultan Hamengkubuwana II.

Menurut Peter Carey dalam bukunya Perempuan-Perempuan Perkasa di Jawa Abad XV11-X1X (2014), menyebut para wanita yang terpilih juga harus memiliki kemampuan lainnya, seperti halnya menunggang kuda, menembakkan salvo, mengangkat senjata, dan bela diri.

Ilustrasi sketsa menggambarkan penampilan Prajurit Estri pimpinan Raden Ayu Matah Ati, yang ikut perang gerilya bersama Raden Mas Said (Mangkunegara I). Sketsa dibuat pada waktu Mangkunegara VII bertahta (1916-1944). (Carey/Perempuan-perempuan Perkasa di Jawa Abad XVIII-XIX)

Kriteria ini datang dari gagasan Hamengkubuwana II yang bermaksud untuk merapikan sistem perekrutan prajurit estri sejak tahun 1750. Bagaimanapun, hal ini dilakukan demi mencapai kerapatan pertahanan keraton di masanya.

Lebih jauh lagi, Carey mengungkap dalam bukunya sebuah fakta lain dari motif dibentuknya prajurit pertahanan perempuan. Bagi sang sultan, "ada rasa sikap ketidakpercayaannya terhadap kaum laki-laki," ungkapnya.