Pewarna Makanan Merah dapat Mengganggu dan Membahayakan Kesehatan Usus

By Ricky Jenihansen, Kamis, 22 Desember 2022 | 14:00 WIB
Pewarna makanan Allura Red dapat mengganggu dan membahayakan kesehatan Usus. (Hawkin Watts)

Nationalgeographic.co.id—Studi baru dari peneliti McMaster University menemukan bahwa paparan terus-menerus pewarna makanan Allura Red (pewarna merah) dapat mengganggu dan membahayakan kesehatan Usus. Allura Red (juga disebut FD&C Red 40 dan Food Red 17), adalah bahan umum dalam permen, minuman ringan, produk susu, dan beberapa sereal.

Temuan tersebut telah diterbitkan dalam makalah di jurnal bergengsi Nature Communication dengan judul "Chronic exposure to synthetic food colorant Allura Red AC promotes susceptibility to experimental colitis via intestinal serotonin in mice."

"Konsumsi pewarna makanan Allura Red dalam jangka panjang dapat menjadi pemicu potensial inflammatory bowel diseases (IBD) atau penyakit radang usus, penyakit Crohn, dan kolitis ulserativa," kata Waliul Khan dari McMaster University.

Para peneliti yang menggunakan model hewan percobaan IBD menemukan bahwa paparan terus-menerus terhadap AC Allura Red membahayakan kesehatan usus dan meningkatkan peradangan.

Pewarna secara langsung mengganggu fungsi penghalang usus dan meningkatkan produksi serotonin, hormon / neurotransmitter yang ditemukan di usus, yang kemudian mengubah komposisi mikrobiota usus yang menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap kolitis.

Khan mengatakan Allura Red (juga disebut FD&C Red 40 dan Food Red 17), merupakan bahan umum dalam permen, minuman ringan, produk susu, dan beberapa sereal. Pewarna digunakan untuk menambah warna dan tekstur pada bahan makanan, seringkali untuk menarik perhatian anak-anak.

Penggunaan pewarna makanan sintetis seperti Allura Red telah meningkat secara signifikan selama beberapa dekade terakhir, namun hanya ada sedikit penelitian sebelumnya tentang efek pewarna ini terhadap kesehatan usus.

"Studi ini menunjukkan efek berbahaya yang signifikan dari Allura Red pada kesehatan usus dan mengidentifikasi serotonin usus sebagai faktor penting yang memediasi efek ini. Temuan ini memiliki implikasi penting dalam pencegahan dan pengelolaan peradangan usus," kata Khan, penulis senior studi tersebut.

Pewarna secara langsung mengganggu fungsi penghalang usus. (Thinkstock)

Khan juga merupakan seorang profesor dari Departemen Patologi dan Kedokteran Molekuler dan peneliti utama dari Institut Penelitian Kesehatan Pencernaan Keluarga Farncombe.

"Apa yang kami temukan sangat mencolok dan mengkhawatirkan, karena pewarna makanan sintetis yang umum ini merupakan pemicu diet yang mungkin untuk IBD. Penelitian ini merupakan kemajuan yang signifikan dalam mengingatkan masyarakat tentang potensi bahaya pewarna makanan yang kita konsumsi setiap hari," katanya.

Literatur menunjukkan bahwa konsumsi Allura Red juga mempengaruhi alergi tertentu, gangguan kekebalan tubuh dan masalah perilaku pada anak-anak, seperti gangguan hiperaktif defisit perhatian.

Khan mengatakan bahwa IBD adalah kondisi peradangan kronis serius pada usus manusia yang memengaruhi jutaan orang di seluruh dunia. Sementara penyebab pastinya masih belum sepenuhnya dipahami.

Penelitian telah menunjukkan bahwa respon imun yang tidak teratur, faktor genetik, ketidakseimbangan mikrobiota usus, dan faktor lingkungan dapat memicu kondisi tersebut.

Baca Juga: Konsumsi 30 Gram Almond Setiap Hari Dapat Menurunkan Berat Badan

Baca Juga: Buah Mundu: Saudara Manggis yang Tidak Banyak Dikenal Manfaatnya

 Baca Juga: Dampak Perubahan Iklim, Memburuknya Pasokan Pangan, Rasa dan Racun

Dalam beberapa tahun terakhir telah ada kemajuan yang signifikan dalam mengidentifikasi gen kerentanan dan memahami peran sistem kekebalan dan mikrobiota inang dalam patogenesis IBD. Namun, kemajuan serupa dalam menentukan faktor risiko lingkungan telah tertinggal, katanya.

Khan mengatakan bahwa pemicu lingkungan untuk IBD termasuk pola makan khas Barat, yang meliputi lemak olahan, daging merah dan olahan, gula, dan kekurangan serat. Dia menambahkan bahwa makanan Barat dan makanan olahan juga mengandung berbagai aditif dan pewarna dalam jumlah besar.

Dia menambahkan bahwa penelitian tersebut menunjukkan hubungan antara pewarna makanan yang umum digunakan dan IBD dan memerlukan eksplorasi lebih lanjut antara pewarna makanan dan IBD pada tingkat eksperimental, epidemiologis, dan klinis.