Mengapa Begitu Sedikit Eksoplanet Seperti Neptunus? Ini Alasannya

By Wawan Setiawan, Minggu, 29 Januari 2023 | 07:00 WIB
Para ilmuwan mengatakan bahwa planet seukuran Neptunus dapat kehilangan atmosfernya karena radiasi yang kuat dari bintangnya atau sisa panas dari pembentukannya. Apakah Neptunus panas pernah ada? Sementara para astronom mengamati raksasa gas dan planet berbatu kecil yang dekat dengan bintangnya, pro (NASA/ Ames/ JPL-Caltech)

Nationalgeographic.co.id - Semua jenis eksoplanet mengorbit sangat dekat dengan bintangnya. Beberapa terlihat seperti Bumi, yang lain seperti Jupiter. Namun, sangat sedikit yang mirip dengan Neptunus. Mengapa anomali dalam distribusi planet ekstrasurya bisa seperti ini?

Para peneliti dari University of Geneva (UNIGE) dan National Center of Competence in Research (NCCR) PlanetS telah mengamati sampel planet yang terletak di tepi ‘Gurun Neptunus Panas’ ini untuk memahami penciptaannya. Dengan menggunakan teknik yang menggabungkan dua metode utama untuk mempelajari eksoplanet (kecepatan radial dan transit), mereka dapat menetapkan bahwa sebagian dari eksoplanet ini telah bermigrasi secara turbulen di dekat bintangnya. Hal inilah yang mendorongnya keluar dari bidang orbit tempat mereka terbentuk.

Hasil penelitian ini telah dipublikasikan dalam jurnal Astronomy & Astrophysics dengan judul “DREAM”.

Sejak penemuan planet ekstrasurya pertama pada tahun 1995, para peneliti telah mendeteksi lebih dari 5.000 planet di lingkungan galaksi kita, sebagian besar mengorbit sangat dekat dengan bintangnya.

Keragaman dunia baru ini berkisar dari raksasa gas seukuran Jupiter atau Saturnus hingga planet yang lebih kecil seukuran Merkurius. Juga termasuk planet berbatu yang lebih besar dari Bumi. Namun, anehnya planet gas seukuran Neptunus sepertinya tidak ada. Para astronom menyebut "kotak kosong” ini dalam distribusi planet terdekat sebagai Gurun Neptunus Panas.

''Distribusi planet yang dekat dengan bintangnya dibentuk oleh interaksi kompleks antara proses atmosfer dan dinamis, yaitu pergerakan planet dari waktu ke waktu,'' komentar Vincent Bourrier, asisten profesor di Departemen Astronomi di Fakultas Sains UNIGE. ''Hari ini kami memiliki beberapa hipotesis untuk menjelaskan gurun ini tetapi belum ada yang pasti dan misteri tetap ada." Apakah planet-planet ini kehilangan atmosfer seluruhnya, terkikis oleh radiasi intens bintangnya? Apakah mereka bermigrasi dari tempat kelahirannya ke bagian luar sistem dengan mekanisme yang berbeda dari jenis planet lain, sehingga mencegah mereka mencapai orbit dekat yang sama?

Dalam sebuah studi baru, tim ilmuwan dari UNIGE memberikan beberapa jawaban dengan melihat arsitektur orbit planet-planet yang terletak di tepi gurun ini. Dengan menyurvei empat belas planet di sekitar area ini, mulai dari planet kecil hingga raksasa gas, para astronom tertarik pada orientasi orbit mereka sehubungan dengan sumbu rotasi bintang mereka. Informasi ini memungkinkan untuk membedakan proses migrasi lunak (planet bergerak di bidang ekuator bintang tempat mereka terbentuk) dari proses migrasi yang mengganggu (planet bermigrasi dan didorong keluar dari bidang tempat mereka terbentuk).

Distribusi planet ekstrasurya yang berdekatan sebagai fungsi radius dan periode orbitnya. Kontur hijau dan biru menunjukkan perkiraan batas gurun dan sabana Neptunus. Kotak putih menunjukkan eksoplanet dengan sudut spin-orbit terukur. Bintang biru menyorot planet dalam sampel, yang proyeksinya pada (Astronomy & Astrophysics (2023). DOI: 10.1051/0004-6361/202245004)

Para peneliti dapat menunjukkan bahwa sebagian besar planet dalam sampel mereka memiliki orbit yang tidak sejajar dengan ekuator bintang.

''Kami menemukan bahwa tiga perempat dari planet-planet ini memiliki orbit kutub (mereka berotasi di atas kutub bintangnya), yang merupakan fraksi yang lebih besar daripada planet yang jauh dari gurun. Ini mencerminkan peran proses migrasi yang mengganggu dalam pembentukan gurun,'' rangkum Vincent Bourrier, penulis pertama.

Untuk mencapai hasil ini, para ilmuwan menggunakan metode kecepatan radial dan metode transit, yang digunakan untuk mempelajari eksoplanet.

Baca Juga: JWST Telah Menunjukkan Dapat Mendeteksi Tanda Kehidupan Eksoplanet

Baca Juga: Mengungkap Suhu di Atmosfer Neptunus, Lebih Dingin Dari yang Kita Duga

Baca Juga: Eksoplanet Aneh Seperti Neptunus Ini Mungkin Memiliki Awan Air

''Menganalisis kecepatan radial selama transit sebuah planet memungkinkan kita untuk menentukan apakah ia mengorbit di sekitar ekuator bintang, mengelilingi kutub, atau apakah sistem berada dalam konfigurasi perantara. Sebab arsitektur yang berbeda akan menghasilkan tanda tangan yang berbeda pula,'' jelas Omar Attia, seorang mahasiswa doktoral di Departemen Astronomi di Fakultas Sains UNIGE dan penulis kedua studi tersebut.

Kedua metode ini digabungkan dengan data yang diperoleh dengan spektrograf HARPS dan HARPS-North, yang dibuat di UNIGE dan ditempatkan di teleskop 3,6m ESO (European Southern Observatory) dan TNG (Telescopio Nazionale Galileo).

Sepertinya, jalan untuk memahami semua mekanisme yang terlibat dalam pembentukan Gurun Neptunus Panas ini masih panjang. Sangat penting untuk mengeksplorasi dengan teknik ini, planet-planet terkecil di tepi gurun yang saat ini sulit diakses. Bahkan dengan instrumen generasi terakhir seperti spektograf ESPRESSO, yang dibuat oleh UNIGE dan dipasang pada teleskop terbesar Eropa. Juga, perlu menunggu commissioning ELT, teleskop super ESO 39 meter, yang direncanakan pada tahun 2027.

Penelitian ini dilakukan dalam kerangka proyek SPICE DUNE (SpectroPhotometric Inquiry of Close-in Exoplanets around the Desert to Understanding their Nature and Evolution), yang didukung oleh Vincent Bourrier oleh European Research Council (ERC).