Hujan Tinggi Jelang Ancaman Panas El Nino, Peneliti: La Nina Modoki

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Minggu, 7 Mei 2023 | 10:45 WIB
Rintik air hujan. Peneliti BRIN ini ungkap adanya indikasi El Nino melemah dan bisa jadi tertunda, tetapi digantikan dengan La Nina Modoki. (Science news for student)

Fenomena La Nina biasanya ditandai dengan mulai maraknya hujan tinggi di Indonesia. Hal itu disebabkan adanya pendinginan suhu yang terjadi di Samudra Pasifik.

Tentunya, La Nina bisa menimbulkan bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, angin kencang, puting beliung, siklon, dan sebagainya. Semua berhubungan dengan peningkatan curah hujan ekstrem yang menyebabkan penyakit seperti flu, demam berdarah, dan penyakit kulit.

Anomali temperatur permukaan laut di Samudra Pasifik barat dan timur yang lebih tinggi daripada tengah. Hal ini mengindikasikan La Nina Modoki terjadi. (Erma Yulihastin/BRIN)

"Sedangkan La Nina Modoki diindikasikan dengan adanya pendinginan di Pasifik ekuator bagian tengah sekaligus pemanasan di Pasifik ekuator bagian barat dan timur," terang Maharani Dwi Juniarti dan Rahmat Dwi, peneliti geofisika dan meteorologi Institut Pertanian Bogor (IPB), dalam sebuah penelitian yang dipublikasikan di repositori.

"Kedua kejadian ini mempengaruhi keragaman curah hujan di beberapa wilayah diantaranya Indonesia dan Amerika," lanjut mereka.

Baca Juga: Tahun Panas Bagi Indonesia: Gelombang Panas Ekstrem Asia dan El Nino

Baca Juga: Indonesia Terdampak Efek Musim Dingin La Nina Terpanjang Tahun Ini

Baca Juga: Memahami Gelombang Panas Tersembunyi yang Mengancam Terumbu Karang

Baca Juga: Jarak Matahari-Bumi Pengaruhi Iklim Pasifik dalam Siklus 22.000 Tahun

Anomali positif curah hujan saat La Nina mencapai 200 mm/bulan yang terjadi di sebagian wilayah Indonesia di setiap musim. Akan tetapi pada Desember, Januari, dan Februari, di sebagaian Pulau Sumatra, Kalimantan, dan Indonesia Timur memiliki anomali negatif.

Sedangkan anomali positif curah hujan pada La Nina Modoki hanya mencapai 50 mm/bulan di hampir sebagian besar wilayah Indonesia pada Desember, Januari, Februari. Angka ini menunjukkan bahwa La Nina Modoki cenderung lebih sedikit curah hujannya dibanding La Nina.

Namun, anomali positif curah hujan La Nina Modoki mencapai 175 mm/bulan hanya di Pulau Jawa pada Maret, April, dan Mei.

Istilah La Nina Modoki ditemukan oleh ilmuwan Jepang ketika menemukan tripole (tiga lokasi yang mengalami anomali suhu), terang Erma. Pemantauan tripole ini terlihat dengan fenomena hangat di sekitar Papua (Pasifik bagian barat) dan Peru (Pasifik bagian timur), serta pendinginan di Samudra Pasifik tengah.