Nationalgeographic.co.id—Di Kekaisaran Tiongkok, kaisar menikmati kekuasaan tertinggi dan sering kali menentukan nasib rakyat. Lebih dari 5.000 tahun, Kekaisaran Tiongkok dipimpin 67 dinasti dengan 446 kaisar. Di antara mereka, beberapa kaisar mendapatkan penghormatan terbesar dari rakyatnya atas pencapaian luar biasa bagi kesejahteraan rakyat. Berikut adalah kisah para kaisar Tiongkok terhebat sepanjang sejarah.
Kangxi
Kaisar Kangxi (1654-1722) adalah kaisar yang paling lama memerintah dalam sejarah Tiongkok. Di bawah 61 tahun masa pemerintahannya, kekayaan Kekaisaran Tiongkok meningkat. “Rakyat pun menikmati kedamaian dan kemakmuran,” tulis Elaine Duan di laman China.org.
Kangxi adalah kaisar kedua dari Dinasti Qing. Dia adalah seorang master Konfusianisme. Pemerintahannya sebagian besar toleran dan berdamai.
Selama awal masa pemerintahannya, Kangxi menindak komplotan pemberontak Aobai. Ia adalah satu dari empat menteri yang ditunjuk untuk membantunya mengatur negara ketika dia naik tahta pada usia delapan tahun.
Kaisar mengendalikan Sungai Kuning, memenuhi janjinya "tidak pernah menaikkan pajak" kepada rakyatnya. “Saat ia memimpin, Kangxi merebut kembali Taiwan sebagai bagian dari Provinsi Fujian,” tambah Duan.
Dengan tindakan tersebut, kekuatan kekaisaran menjadi lebih kuat dan masyarakat menjadi stabil. Semuan ini membuka jalan bagi perkembangan ekonomi Dinasti Qing.
Permaisuri Wu Zetian (624-705) dari Dinasti Tang (618-907) adalah satu-satunya permaisuri wanita dalam sejarah Tiongkok. Ia naik tahta dan memerintah kekaisaran selama lebih dari setengah abad.
Meskipun kepercayaan Konfusius menentang penguasa wanita, Wu Zetian mematahkan semua preseden. Ia pun mendirikan dinastinya sendiri pada tahun 690, Zhou.
Sebelum menjadi permaisuri, Wu terlibat dalam urusan politik dan menunjukkan pandangan serta strategi politiknya. Saat itu, suaminya dan putranya memerintah selama lebih dari tiga puluh tahun.
Selama rezimnya, Wu Zetian memperkuat sentralisasi dan mementingkan pembangunan pertanian. Ia meluncurkan kampanye untuk memberikan posisi kepada perempuan. “Ini sangat bertentangan dengan konfusianisme,” ujar Duan. Sang ratu juga mendorong orang-orang berbakat untuk menduduki jabatan di pemerintahannya.