“Salah satu sumber karbon terbesar di permukaan bumi adalah karbon organik terlarut di lautan,” jelas Ogawa. “Kami tertarik pada sebagian dari kumpulan ini, yang dikenal sebagai karbon hitam terlarut, yang tidak dapat dimanfaatkan oleh organisme. Sumber karbon hitam terlarut di laut dalam tidak diketahui, meskipun lubang hidrotermal diduga terlibat.”
Baca Juga: Melebihi Industri Penerbangan, Pupuk Menyumbang 5 Persen Emisi Karbon
Baca Juga: Petunjuk Baru tentang Bagaimana 'Termostat Bumi' Bisa Mengontrol Iklim
Baca Juga: Dunia Hewan: Salp, Hewan Laut yang Turut Meredam Dampak Gas Rumah Kaca
Baca Juga: Tanah yang Tercemar Polusi Udara Berkontribusi pada Perubahan Iklim
Para peneliti menganalisis distribusi karbon hitam terlarut di cekungan samudra di Samudra Pasifik Utara dan Samudra Pasifik Selatan Timur. Kemudian membandingkan data dengan konsentrasi isotop helium yang dilaporkan sebelumnya yang terkait dengan emisi lubang hidrotermal, serta pemanfaatan oksigen di area ini.
Temuan mereka menunjukkan bahwa lubang hidrotermal merupakan sumber penting karbon hitam terlarut di Samudera Pasifik. Karbon hitam terlarut hidrotermal ini kemungkinan besar terbentuk karena pencampuran cairan panas dari ventilasi hidrotermal dengan air laut dingin. Lalu diangkut dalam jarak jauh hingga ribuan kilometer jauhnya.
“Yang paling penting, penelitian kami menunjukkan bahwa karbon hitam terlarut dari ventilasi hidrotermal merupakan sumber penting karbon organik terlarut di laut dalam. Dalam hal masukan karbon hitam terlarut ke laut, ventilasi hidrotermal dapat berkontribusi hingga setengah dari karbon hitam terlarut yang terbentuk oleh pembakaran biomassa atau pembakaran bahan bakar fosil dan selanjutnya diangkut melalui sungai atau pengendapan atmosfer," pungkas Yamashita.
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami dengan tepat bagaimana karbon hitam terlarut ini terbentuk dari lubang hidrotermal.