Nationalgeographic.co.id—Tim ilmuwan internasional telah mengungkapk faktor-faktor yang menyebabkan kepunahan mamalia ikonik Zaman Es seperti badak berbulu dan mamut berbulu. Studi tersebut adalah yang terbesar dari jenisnya, melibatkan 40 institusi akademik di seluruh dunia.
Studi tersebut telah diterbitkan dalam jurnal Nature dengan judul "Species-specific responses of Late Quaternary megafauna to climate and humans" yang bisa didapatkan secara daring.
Temuan tersebut menunjukkan bahwa perubahan iklim dan manusia bertanggung jawab atas kepunahan massal mamalia besar, disebut megafauna, 50.000 tahun yang lalu.
Tim penelitian interdisipliner ekstensif mempelajari kepunahan enam mamalia Zaman Es dan menemukan bahwa dampak perubahan iklim dan manusia memiliki konsekuensi yang sangat berbeda untuk setiap spesies.
“Kami menemukan bahwa mamalia besar yang punah di Zaman Es sangat dipengaruhi oleh perubahan iklim dan habitat, yang menimbulkan kekhawatiran tentang dampak perubahan iklim di masa depan terhadap spesies hewan besar modern”, kata Simon Ho, dari University of Sydney.
Selama beberapa dekade, para ilmuwan memperdebatkan alasan di balik kepunahan massal yang penuh teka-teki pada periode Kuarter Akhir, yang menyebabkan hilangnya sepertiga spesies mamalia besar di Eurasia, dua pertiga spesies di Amerika Utara, dan hampir 90 persen dari seluruh dunia.
mamalia besar dan spesies burung di Australia. Secara khusus, peran yang dimainkan oleh iklim dan manusia dalam mendorong kepunahan masih diperdebatkan.
Untuk menguraikan proses yang mendasari kepunahan megafaunal, para peneliti menggabungkan informasi dari DNA purba, data iklim, dan catatan arkeologi untuk memeriksa kepunahan enam mamalia herbivora, badak berbulu, mammoth berbulu, kuda liar, rusa kutub, bison, dan lembu kesturi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik iklim maupun pendudukan manusia saja tidak dapat menjelaskan kepunahan megafaunal di akhir Kuarter, tetapi masing-masing spesies telah merespons secara berbeda terhadap efek perubahan iklim, pergeseran habitat, dan perambahan manusia.
Simon Ho mengatakan, bahwa hasilnya lebih rumit dari yang kita duga sebelumnya.
"Studi kami menunjukkan bahwa manusia tidak berperan dalam kepunahan badak berbulu atau musk ox di Eurasia dan bahwa kematian mereka dapat sepenuhnya dijelaskan oleh perubahan iklim," katanya.
Di sisi lain, manusia tidak luput dari kepunahan kuda liar dan bison di Siberia. Seiring dengan perubahan iklim, nenek moyang kita ikut bertanggung jawab atas kepunahan megafauna ini.
Meskipun rusa relatif tidak terpengaruh oleh salah satu dari faktor-faktor ini, penyebab kepunahan mamut masih menjadi misteri.
Baca Juga: Kepunahan Massal Akhir Permian Dipengaruhi Runtuhnya Lapisan Ozon
Baca Juga: Kehilangan Ribuan Spesies Tiap Tahun, Bumi Menuju Kepunahan Massal
Baca Juga: Bagaimana Beberapa Siput Laut Bertahan Hidup dari Kepunahan Massal?
Baca Juga: Apa yang Membunuh Dinosaurus dan Spesies Lain di Era Kepunahan Massal?
Eske Willerslev, dari University of Copenhagen, yang memimpin penelitian tersebut mengatakan: “Temuan kami mengakhiri teori penyebab tunggal kepunahan Zaman Es, dan menunjukkan bahwa kehati-hatian harus dilakukan dalam membuat generalisasi tidak hanya mengenai spesies masa lalu dan kepunahan sekarang tetapi juga di masa depan," katanya.
"Dampak perubahan iklim dan perambahan manusia terhadap kepunahan spesies sangat bergantung pada spesies mana yang kita lihat."
Terlepas dari jumlah data yang tak tertandingi yang dianalisis dalam penelitian ini, penulis tidak menemukan pola jelas yang membedakan spesies yang punah, seperti badak berbulu dan mamut berbulu.
Kemudian, dari yang bertahan hidup, seperti kuda liar di Eurasia dan rusa kutub di Amerika Utara, menunjukkan bahwa akan menjadi tantangan bagi para ahli untuk memprediksi bagaimana mamalia modern akan merespons perubahan iklim global di masa depan.