Kewirausahaan Mandiri Sebagai Wadah Ekspresi Rasa Bebas Kaum LGBT

By Ricky Jenihansen, Selasa, 28 Februari 2023 | 10:00 WIB
Bisnis milik LGBTQ adalah bagian yang berkembang dari ekonomi Amerika. Banyak organisasi telah dibentuk untuk memastikan mereka menerima sumber daya yang mereka butuhkan untuk berhasil. Mendirikan wirausaha dapat memberikan rasa kebebasan bagi kaum LGBT dalam karier mereka, sekaligus meredam konsekuensi negatif dalam kehidupan sosial di tempat bekerja. (US CHAMBER)

Nationalgeographic.co.id—Studi baru dari University of Bath dan Radboud University di Belanda menemukan bahwa mendirikan usaha atau berwiraswasta dapat memberikan rasa bebas pada kaum LGBT. Tidak hanya itu, mereka juga menjadi lebih nyaman dengan diri mereka sendiri.

Para peneliti menemukan bahwa pengalaman negatif di tempat kerja orang-orang LGBT telah membuktikan kekuatan yang memotivasi untuk memulai bisnis sendiri.

Mendirikan bisnis atau wiraswasta dapat memberi orang LGBT rasa pembebasan dan kebebasan untuk menjadi diri yang mereka inginkan. Hasil tersebut merupakan hasil studi tentang usaha kecil dengan pemilik LGBT.

"Untuk beberapa pengusaha yang kami wawancarai dan merupakan seorang gay, memutuskan untuk menjadi pengusaha (karena) terkait erat dengan konsep kebebasan," kata Luke Fletcher dari University of Bath's School of Management.

Fletcher mengatakan, kaum LGBT merasa perlu menyembunyikan identitas seksual mereka dalam karier mereka sebelumnya untuk menghindari kemungkinan hambatan dan konsekuensi negatif.

Sehingga mereka percaya bahwa menjadi wiraswasta akan memungkinkan mereka untuk mengekspresikan diri mereka.

Dalam praktiknya, penelitian menunjukkan pengusaha LGBT terus menavigasi ketegangan di persimpangan antara menjadi diri mereka yang otentik dan menjalankan operasi bisnis sehari-hari.

Analisis menunjukkan bahwa pengusaha LGBT merasa mereka berjuang melawan stereotip pengusaha sebagai maskulin, heteroseksual dan laki -laki dan homoseksual sebagai feminin, lemah dan berrbeda.

Namun demikian, para peneliti menemukan bahwa beberapa orang memperoleh motivasi dan nilai dalam menyelaraskan identitas LGBT mereka dengan status mereka sebagai pebisnis, dan memandang seksualitas mereka sebagai aset.

Mengatasi tantangan keluar menjadi lesbian atau gay dalam masyarakat heteronormatif telah memungkinkan mereka untuk mengembangkan kompetensi mereka, termasuk kemampuan emosional, empati, dan kesadaran sosial yang mereka rasa memperkuat identitas wirausaha mereka.

Mereka juga dapat melihat pasar dan peluang baru untuk bisnis mereka yang muncul dari menyelaraskan diri dengan komunitas LGBT.

Sebesar 72 persen LGBTQ Amerika sama sekali tidak pernah tinggal di lingkungan gay. (Pixabay)