Clean Air Zone: Melindungi Lingkungan Kerja dan Belajar dengan Data

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Jumat, 3 Maret 2023 | 07:00 WIB
Piotr Jakubowski (kanan) menunjukkan data kualitas udara di dalam ruang kelas melalui ponsel pintarnya. Perangkat Air Test dari Clean Air Zone mendeteksi udara di sekitarnya, lalu dilaporkan dalam aplikasi yang datanya bisa diakses terbuka. (Nafas Indonesia)

Nationalgeographic.co.id—Beberapa kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Tangerang Selatan memiliki kualitas udara yang buruk. Polusi yang terkandung dan sangat berbahaya salah satunya adalah PM 2,5.

PM 2,5 adalah partikulat hasil pembakaran berukuran mikro. Ketika seseorang menghirupnya, masalah yang diderita tidak hanya pernapasan, tetapi bisa menyebabkan gangguan mental anak untuk memfokuskan perhatiannya (ADHD). Dampak penyakit yang ditimbulkan dari menghirup PM 2,5 bisa jangka panjang.

"Polusi udara di Jakarta di tahun 2022 hampir delapan kali di atas pedoman World Health Organization, dan masih banyak yang belum menyadari bahwa polusi udara ini ada di dalam ruangan juga," Piotr Jakubowski berpendapat. Dia adalah Co-Founder dan Chief Growth Officer Nafas Indonesia.

"Polusi PM 2,5 bukan masalah DKI Jakarta saja. Jadi sekarang, ada banyak laporan, Jakarta itu nomor satu di dunia (soal PM 2,5), tetapi masalah Bandung, masalah Surabaya, ini masalah Jogja, dan kota lain-lainnya," lanjutnya.

Dalam konferensi pers Senin, 1 Maret 2023 di Mighty Minds Preschool Hang Tuah, Jakarta, Piotr mengatakan bahwa PM 2,5 mengancam kesehatan kelompok masyarakat yang rentan.

Polutan PM 2,5 berbeda dengan karbon. Polutan ini tidak bisa dibersihkan oleh pohon untuk segar kembali. Karena ukurannya kecil dan tidak bisa diserap, pada akhirnya menjadi debu abadi di suatu tempat yang mengancam kesehatan.

Maka, pemantauan kualitas udara berbasiskan data merupakan hal penting. Ketika kualitas udara diketahui, kita bisa menentukan aktivitas yang bisa dilakukan dan langkah pencegahan dari dampak kualitas yang buruk.

Meski pembersih udara (air purifier) yang ada saat ini bisa mengetahui kualitas udara, tingkat dan metode alatnya tidak jelas. Beberapa negara memiliki pembentukan skala pengukuran polusi udara sebagai panduan.

Produk pembersih udara sering diimpor, sehingga penghitungan yang dimiliki berdasarkan skala negara asalnya. Mereka hanya menampilkan warna tentang kualitas udara sekitarnya: hijau berarti bagus, kuning berarti cukup, jingga berarti tidak bagus, dan merah menandakan sangat berbahaya.

Oleh karena itu, Piotr bersama rekannya Nathan Roestandy di Nafas Indonesia megembangkan Clean Air Zone. Clean Air Zone berupa rangkaian perangkat seperti Air Test dan pembersih udara. Air Test berfungsi memantau kualitas udara dan jenis polutan yang terkandung di sekitarnya, sementara pembersih udara yang terintegerasi mengurangi polutannya.

Mereka mencoba penerapannya di Mighty Minds Preschool Hang Tuah. Pemilihan sekolah ini sebagai tempat uji cobanya karena anak-anak adalah kelompok yang rentan dalam paparan polusi PM 2,5.

Piotr dan rekan-rekan di Nafas Indonesia mendeteksi dengan perangkat Air Test Clean Air Zone kualitas udara di luar ruangan dan dalam ruangan kelas. Rupanya, hasilnya cenderung sama selama beberapa bulan riset.