Siap-siap, Kita Akan Punya Biokomputer untuk Otak di Masa Depan

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Senin, 6 Maret 2023 | 07:00 WIB
Ilustrasi komputer yang bertukaran data dengan otak. Biokomputer membuka peluang kita berpikir lebih cepat, mengolah data, bahkan membuka peluang bidang studi baru. (Christantiowati)

Nationalgeographic.co.id—Pernah menyaksikan serial Netflix "Black Mirror". Nuansa dalam serial itu tentang masa depan yang tidak jauh dari hari ini. Situasi di mana masyarakat umum memiliki perangkat komputer kecil yang bisa dipasang di kepala mereka (biokomputer).

Teknologi biokomputer seperti ini kelak bukan lagi sekadar fiksi ilmiah futuristik belaka. Belakangan, biokomputer yang ditenagai oleh sel-sel otak manusia, berusaha dikembangkan oleh para ilmuwan. Kemampuannya akan memperluas kemampuyan komputasi modern.

"Komputasi dan kecerdasan buatan telah mendorong revolusi teknologi, tetapi mereka mencapai batas atas," kata Thomas Hartung, profesor di Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health and Whiting School of Engineering, dikutip dari laman John Hopkins University.

Dia memelopori proyek penelitian itu. Hasilnya dipublikasikan di Frontiers in Science bertajuk "Organoid intelligence (OI): the new frontier in biocomputing and intelligence-in-a-dish" Selasa, 28 Februari 2023.

"Biokomputer adalah upaya besar untuk memadatkan daya komputasi dan meningkatkan efisiensinya untuk melampaui batas teknologi kita hari ini," lanjut Hartung.

Hartung dan timnya bekerja untuk organoid kecil, jaringan yang dibuat dan ditumbuhkan di laboratorium yang menyerupai organ dewasa. Organoid yang dikembangkan adalah otak bola kecil di ujung pena dengan neuron dan fitur lainnya. Hal ini menjanjikan untuk mempertahankan fungsi dasar seperti mengingat dan belajar.

Hal ini berbeda dengan sebelumnya. Selam hampir dua dekade para ilmuwan telah menggunakan organoid kecil untuk eksperimen pada ginjal, paru-paru, dan organ lain tanpa diuji ke manusia atau hewan.

Dengan apa yang dilakukan Hartung dan tim, kelak akan menciptakan ranah kajian ilmiah baru tentang manusia dan komputer. “Ini membuka penelitian tentang cara kerja otak manusia,” kata Hartung. “Karena Anda dapat mulai memanipulasi sistem, melakukan hal-hal yang secara etis tidak dapat Anda lakukan dengan otak manusia.”

Salah satunya ranah kajian baru di masa depan, merevolusi penelitian pengujian untuk gangguan perkembagnan saraf dan degenerasi saraf.

Lena Smirnova, asisten profesor kesehatan dan teknik lingkungan di John Hopkins yang menjadi salah satu rekan penelitian berpendapat, "Kami ingin membandingkan organoid otak dari donor yang biasanya dikembangkan dengan organoid otak dari donor dengan autisme."

Gambar organoid otak yang diperbesar diproduksi di laboratorium Thomas Hartung, diwarnai untuk memperlihatkan neuron dalam warna magenta, inti sel berwarna biru, dan sel pendukung lainnya berwarna merah dan hijau. (Jesse Plotkin/John Hopkins University)

Alat yang dikembangkan ini bisa menuju komputasi biologis, yang memungkinkan penelitian kesehatan bisa memahami perubahan dalam jaringan khusus pada autisme. Penerapannya, tentunya, bisa dilakukan tanpa harus mengujinya pada hewan atau megnakses pasien.

"Sehingga kami dapat memahami mekanisme yang mendasari mengapa pasien memiliki masalah dan gangguan kongnisi seperti ini," lanjutnya.

Usaha Hartung dilakukan sejak 2012. Dia mulai mengembangkan dan merakit sel-sel otak menjadi organoid fungsional dengan berbagai sel dari sampel kulit manusia. Sel itu diprogram ulang menjadi situasi seperti sel punca embrionik. Sel punca adalah sel yang belum terdiferensiasi, sehingga punya kemampuan untuk berkembang menjadi sel lain yang lebih khusus untuk tubuh.

Setiap organoid yang dibuat, mengandung sekitar 50.000 sel. Hartung membayangkan bagaimana penerapannya di masa depan dengan komputer futuristik seperti itu.

Baca Juga: Akankah Kecerdasan Buatan Membantu Kita Menemukan Kehidupan Alien?

Baca Juga: Ancaman Iklim Gletser Thwaites Terpantau dengan Kecerdasan Buatan

Baca Juga: AI Bisa Jadi Editor Konten Informasi Jitu tetapi Masih Butuh Manusia

Baca Juga: Ketika Kecerdasan Buatan Menjadi Penemu, Lantas Bagaimana Patennya? 

Hartung mengatakan, komputer yang aktif pada tubuh sebagai "perangkat keras biologis", di dekade berikutnya dapat meringankan tuntutan konsumsi energi dari superkomputer yang boros. Meski komputer memproses penghitungan angka dan data lebih cepat dari manusia, otak kita menjadi jauh lebih pintar dalam membuat keputusan logis yang rumit.

“Otak masih belum tertandingi oleh komputer modern,” kata Hartung. Superkomputer jenis awal sendiri pemasangannya bisa mahal, harganya bisa 600 juta dolar AS (sekitar Rp9 miliar) dan ukurannya yang sangat besar. Energi yang dibutuhkan saja bisa mencapai jutaan kali lebih banyak energi.

Organoid di beberapa dekade di masa yang akan datang bisa menggerakan sistem sepandai tikus, kata Hartung.

Dengan meningkatkan produksi organoid otak dan melatihnya dengan kecerdasan buatan, Hartung berprediksi di masa depan biokomputer lebih hebat dari superkomputer hari ini. Biokomputer dapat mendukung kecepatan komputasi, pemrosesan, efisiensi data, dan kemampuan penyimpanan yang lebih unggul.

“Diperlukan waktu puluhan tahun sebelum kita mencapai tujuan dari sesuatu yang sebanding dengan semua jenis komputer,” kata Hartung. “Tetapi jika kita tidak mulai membuat program pendanaan untuk ini, akan jauh lebih sulit.”