Para Ilmuwan: Dunia Harus Pertimbangkan Sampah Antariksa di Laut Lepas

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Sabtu, 11 Maret 2023 | 10:00 WIB
Sampah antariksa dianggap sangat mengkhawatirkan. Ada 100 triliun wahana yang hilang dan kemungkinan dibuang ke laut lepas. (Pinterest)

Nationalgeographic.co.id - Laut lepas di planet kita dicemari sampah, tetapi tidak hanya dari kemasan atau pembuangan dari konsumsi kita. Laut lepas seperti Point Nemo, kerap menjadi tempat pembuangan sampah antariksa oleh berbagai negara yang memiliki fasilitas misi ke luar angkasa.

Hal itu menjadi perhatian para ilmuwan untuk melindungi laut lepas dari sampah antariksa. Seruan itu dipublikasikan di jurnal Science oleh para ahli di berbagai bidang, termasuk teknologi satelit dan polusi laut. Publikasinya bertajuk "Protect Earth’s orbit: Avoid high seas mistakes", terbit Kamis, 9 Maret 2023.

Para ilmuwan mendesak perlunya konsensus negara-negara dunia tentang cara terbaik untuk mengatur orbit Bumi dari sampah antariksa. Hal ini disebabkan, jumlah satelit akan meningkat di masa mendatang dari 9.000 hari ini menjadi lebih dari 60.000 tahun 2030 mendatang.

Sementara, para ilmuwan mencatat, ada sekitar 100 triliun potongan satelit tua yang hilang. Mereka menduga, benda-benda antariksa buatan manusia itu dibuang ke lautan. Ditambah, mereka khawatir pertumbuhan industri di masa depan yang diprediksi dapat membuat sebagian besar benda antariksa yang mengorbit sekitar bumi, tidak dapat digunakan.

"Masalah polusi plastik, dan banyak tantangan lain yang dihadapi lautan kita sekarang menarik perhatian global. Namun, ada tindakan kolaboratif yang terbatas dan implementasinya lambat," terang Imogen Napper, peneliti di University of Plymouth yang memimpin penulisan makalah.

"Sekarang kita berada dalam situasi yang sama dengan penumpukan puing-puing luar angkasa. Mempertimbangkan apa yang telah kita pelajari dari laut lepas, kita dapat menghindari kesalahan yang sama dan bekerja sama untuk mencegah tragedi milik bersama di luar angkasa. Tanpa kesepakatan global, kita dapat menemukan diri kita berada di jalur yang sama," lanjutnya di Space.com.

Napper dan rekan-rekan menambahkan, apa pun harus mencakup langkah penerapan yang bertanggung jawab oleh produsen dan pengguna terhadap satelit dan sampahnya sejak diluncurkan. Pertimbangan itu juga harus konsisten dengan kesepakatan negara-negara untuk mengatasi polusi plastik di laut.

"Mencerminkan inisiatif laut PBB yang baru, meminimalkan polusi orbit Bumi yang lebih rendah akan memungkinkan eksplorasi ruang angkasa yang berkelanjutan, kontinuitas satelit, dan pertumbuhan teknologi ruang angkasa yang mengubah hidup," kata ilmuwan dari NASA Jet Propulsion Laboratory Kimberley Miner.

Lewat makalah itu, mereka percaya jika tindakan tidak segera diambil, tata kelola tentang lingkungan sekitar planet kita akan kacau. Semua dimanfaatkan demi kepentingan manusia, tanpa memperhitungkan dampaknya pada alam, lingkungan, dan ekosistem.

"Sebagai seorang ahli biologi kelautan, saya tidak pernah membayangkan menulis makalah tentang luar angkasa, tetapi melalui penelitian kolaboratif ini mengidentifikasi begitu banyak kesamaan dengan tantangan dalam mengatasi masalah lingkungan di lautan," terang anggota penulis studi Heather Koldewey dari Zoological Society of London, Inggris.

"Kita hanya perlu menjadi lebih baik dalam penyerapan ilmu pengetahuan ke dalam manajemen dan kebijakan," lanjutnya.

Baca Juga: Revolusi Pascapandemi: Dunia Mode Pakaian Menjadi Ramah Lingkungan