Karena Marco Polo dekat dengan para penguasa Dinasti Yuan, ia menguasai beberapa bahasa termasuk Mongolia dan menguasai empat tulisan. Ia kemudian mengambil peran diplomatik dan administratif untuk kaisar dari Dadu.
Posisinya yang penting di Kekaisaran Tiongkok, Marco bisa pergi ke tempat yang jauh di Asia, seperti Tibet, Burma, India, dan Asia Tenggara. Tempat-tempat ini belum pernah dikunjungi orang Eropa sebelumnya.
Kubilai memberikan Marco dan keluarganya 'paiza', terang Abernethy. Benda itu adalah prasasti emas yang berfungsi sebagai hak istimewa berpergian ke banyak tempat dan jaminan penginapan--seperti paspor.
Baca Juga: Ahmad Fanakati, Menkeu Kekaisaran Tiongkok Dinasti Yuan yang Korupsi
Baca Juga: Asal-usul Penggunaan Mata Uang Kertas dari Tiongkok hingga Eropa
Baca Juga: Pemberontakan Serban Merah: Akhir Kekaisaran Tiongkok Era Dinasti Yuan
Baca Juga: Ini Alasan Mengapa Bangsa Mongol Mendadak Berhenti Menginvasi Eropa
"Ini pada dasarnya adalah paspor resmi yang membuat keluarga Polo menghormati keluarga Polo sebagai tamu kaisar dan mengizinkan mereka untuk berpergian dengan bebas di seluruh Asia," tutur Abernethy.
Setelah 16 tahun di Tiongkok, Marco Polo dan keluarganya diizinkan oleh Kubilai Khan untuk pulang ke Venesia. Merasa masih perlu, Kubilai meminta mereka membawa seorang putri Mongolia bernama Kököchin (Cogatin) untuk menjadi pengantin seorang Khan di Persia. Mereka harus melalui Gurun Gobi yang sulit, tetapi berhasil dan selamat.
Ada banyak barang yang dibawa Marco Polo untuk ke Venesia. Namun, Kubilai Khan meninggal pada 18 Februari 1294, sehingga penguasa setempat yang dilewati Marco pulang meminta penegasan privelese keluarga Polo. Para penguasa menuntut pembayaran, dan Marco pun terpaksa menyerahkan sebagian besar kekayaannya di tepi Laut Hitam.
Setibanya di Venesia, Marco sedikit kesulitan berbahasa Italia karena saking lamanya. Ia pun sempat ditahan karena gejolak politik antara Venesia dan Genoa. Pada akhirnya ia dibebaskan setelah masalah politik meredam tahun 1299.