Nationalgeographic.co.id - Ibnu Batutah adalah penjelajah terbesar pada abad pertengahan (35-1450 Masehi). Sekitar musim gugur tahun 1351, ia memulai perjalanannya menejalajahi gurun terluas di dunia, Gurun Sahara.
Gurun Sahara berada di utara Afrika. Membentang dari Samudra Atlantik, hingga Laut Merah. Gurun ini kini melawati wilayah sepuluh negara: Tunisia, Aljazair, Mauritania, Mali, Nigeria, Libya, Chad, Sudan, Eritrea, dan Mesir. Totalnya, gurun ini meliputi area seluas 9.065.000 kilometer persegi.
Pada masa itu, tak seorang pun tahu misteri apa yang bersemayam di Sahara. Ibnu Batutah mencoba menyusuri ruto kuno yang biasa dilalui pedagang garam dan emas. Ia kemudian mengetahui bahwa Sahara tak sekadar dataran luas berpasir.
Ibnu Batutah menemukan Pegunungan Ahaggar (Aljazair) dengan sejumlah puncak setinggi 3.000 meter. Ia juga menjumpai sungai besar seperti Sungai Niger, daerah berawa, dan oasis-oasis yang subur.
Penjelajah kelahiran 24 Februari 1304 itu juga singgah di sejumlah kota datang. Lelaki yang wafat pada 1369 itu juga sempat bertemu suku-suku pemburu hingga melihat hewan-hewan khas Afrika yang hampir tak pernah dikenalnya.
Ibnu Batutah melakukan perjalanan jauh pertamanya pada tahun 1325 saat ia melakukan ibadah haji di Mekkah, seperti dikutip dari buku Great People: Fascinating Moments dan Stories Behind. Pria kelahiran Tangier, Maroko, itu tak segera kembali ke kampung halamannya setelah ibadah haji.
Selama kurang lebih 30 tahun berikutnya, Ibnu Batutah melakukan penjelajahan dari Spanyol sampai ke Tiongkok, dari Timbuktu hingga padang stepa Rusia.
Ibnu Batutah tak sekadar menjelajah dan mengunjungi banyak negeri. Ia juga mengamalkan pengetahuan dan ilmu yang dimilikinya. Ia termasuk cendekia di negerinya.
Baca Juga: Edmund Hillary, Kutu Buku Jadi Orang Pertama Mencapai Puncak Dunia
Baca Juga: Kisah Vasco da Gama, Penjelajah Sekaligus Penakluk dari Portugal
Baca Juga: Pengalaman Berbeda dalam Pendakian dan Penjelajahan Gunung Rinjani
Pada usia 20 tahun, Ibnu Batutah menyelesaikan pendidikannya di Maliki Madhhab (sekolah hukum Islam). Pengetahuannya itu memungkinkannya memangku jabatan sebagai qadi atau hakim.