Nationalgeographic.co.id—Ottoman punya caranya tersendiri dalam menunjukkan status sosial dan gaya hidupnya melalui busana mereka. Hal itu pernah dipamerkan dalam pameran Kaftan (jubah kekaisaran) Ottoman pada 29 Oktober 2005–22 Januari 2006.
Melalui galeri pameran itu "jubah yang memesona dengan permainan warna yang berani, desain yang berani, dan hasil akhir yang kaya, ditampilkan dalam pameran tersebut," tulis Rebecca Fahy.
Rebecca menulisnya kepada Smithsonian: National Museum of Asian Art dalam artikel berjudul "Style and Status: Imperial Costumes from Ottoman Turkey" Opens at the Arthur M. Sackler Gallery yang terbit 19 September 2005.
"Inti dari 68 objek yang dipamerkan adalah sekelompok jubah kekaisaran mewah dari Museum Istana Topkapi di Istanbul, Turki, gudang tekstil Islam terbesar di dunia," tambah Rebecca.
Sejatinya esensi dari pameran ini adalah untuk merayakan kreativitas artistik Ottoman dan keberhasilannya mengubah sutra menjadi simbol kekuatan dan kekayaan kekaisaran sepanjang sejarah, sebagai kekaisaran yang paling kuat.
Banyak dari jubah dipamerkan pada manekin yang dibuat khusus yang memamerkan kemegahan kekaisaran Ottoman.
Selain jubah milik Sultan Selim (memerintah 1512–1520), dipamerkan pula kaftan milik Sultan Suleyman (memerintah 1520–1566) maupun putranya Bayazid, yang dieksekusi pada 1561.
Pameran tersebut mencakup berbagai jenis moda fesyen kekaisaran. Selain jubah, ada juga celana panjang, topi, bantal dan penutup lantai, serta beberapa tekstil bertulisan besar dari koleksi terkenal Topkapi.
Ekspansi Ottoman atas sutra berada pada puncaknya pada akhir abad ke-16 dan awal abad ke-17. Selama periode itu, Kekaisaran Ottoman membentangkan pengaruhnya dari Irak saat ini di timur hingga Balkan di barat hingga Afrika Utara di selatan.
Masyarakat Ottoman atau Utsmaniyah sangat hierarkis, dan kaftan upacara yang mewah—dipakai untuk upacara sipil dan keagamaan, serta di medan perang—memainkan peran sentral dalam kehidupan istana.
Jubah terbaik dan paling berharga disediakan untuk Sultan dan keluarganya, tetapi hilyat (jubah kehormatan) juga dibagikan kepada pejabat asing, pejabat istana lokal dan pejabat negara.
"Ddengan demikian memberikan jubah kepada orang-orang asing, dilakukan demi mendapat dukungan kerajaan, pangkat politik, dan status sosial raja," terusnya. Jumlah dan kualitas jubah yang diterima seorang pembesar menunjukkan statusnya di mata sultan.