Nationalgeographic.co.id—Saat berkunjung ke Beijing atau daerah lain di Tiongkok, Anda mungkin akan menemukan batu nisan unik berbentuk kura-kura. Batu nisan berbentuk kura-kura ini biasanya ditemukan di makam kaisar Tiongkok, pejabat, atau bangsawan. Apa makna di balik penggunaan kura-kura sebagai batu nisan di Kekaisaran Tiongkok itu?
Plakat batu menandai kuburan di Tiongkok. Sebagian besar berupa lempengan sederhana, namun beberapa plakat diletakkan di atas ukiran kura-kura. Batu nisan berbentuk kura-kura ini terutama bisa ditemukan di permakaman Tiongkok kuno.
Beberapa batu nisan kura-kura berdiri tepat di atas makam, tapi ada juga yang ditempatkan di dekat situs makam. Di mausoleum kekaisaran, misalnya, prasasti penguburan sering ditempatkan di paviliun terpisah. Mnurut Jay Xu, direktur Museum Seni Asia di San Francisco, “Mereka yang diberi batu nisa kura-kura dan plakat ini biasanya adalah pejabat tinggi dan anggota elit. Plakat itu berisi biografi yang memuji pencapaian mereka.”
Makna batu nisan berbentuk kura-kura
Menambahkan kura-kura berfungsi untuk menekankan kebaikan orang yang sudah meninggal. Dalam budaya Tionghoa, kura-kura dianggap sebagai makhluk keberuntungan yang melambangkan umur panjang. Selain itu, kura-kura akan menyampaikan bahwa seseorang sangat berbudi luhur sehingga roh mereka dapat hidup selamanya.
Kura-kura juga dipandang sebagai makhluk kuat yang dapat membawa beban berat. Satu mitos menyatakan bahwa kura-kura raksasa “Ao” memikul bumi di punggungnya.
Baru pada zaman keemasan budaya Tiongkok kuno, para perajin kemungkinan besar mulai memproduksi batu nisan yang sangat simbolis ini.
“Kura-kura yang membawa prasasti dimulai pada Dinasti Han, saat budaya Tiongkok seperti yang kita kenal menjadi formal,” kata Xu. Penggunaannya juga semakin beragam karena bisa digunakan untuk keperluan apa saja. Tapi terutama sebagai penanda makam, sebagai pembawa biografi seseorang. Tujuannya agar keturunannya dapat selamanya mengingat perbuatan besar leluhur dan memberikan penghormatan kepada mereka.
Batu nisan atau ukiran kura-kura ini terus mengalami perubahan seiring dengan berjalannya waktu. Awalnya, kura-kura memiliki wajah yang montok dan terlihat baik hati. Kepalanya menjulur ke langit seolah menyapa setiap orang yang datang.
Belakangan, kepala kura-kura diganti dengan kepala naga yang muncul dari cangkang. Terkadang, mulutnya terbuka lebar memamerkan sederetan gigi yang menakutkan.
Penggunaan batu nisan berbentuk kura-kura di luar Kekaisaran Tiongkok
Penggunaan batu nisan berbentuk kura-kura ini pun ditemukan di tetangga Tiongkok, misalnya Korea. Salah satu prasasti terkenal dari abad ketujuh di Gyeongju, Korea Selatan. Prasasti tersebut diletakkan di atas punggung kura-kura yang baik hati. Itu menandai makam Taejong Muyeol, penguasa kerajaan Silla.
Contoh yang lebih bergaya ditemukan di Jepang. Di Kamakura, makam Shimazu Tadahisa dan Mori Suemitsu, pendiri klan samurai abad ke-12 dan ke-13, dipisahkan oleh lempengan batu. Lempengan batu itu diletakkan di atas batu nisan yang mirip buaya.
Baca Juga: Misteri Makam Kaisar Tiongkok Qin Shi Huang, Benarkah Penuh Merkuri?
Baca Juga: Mengapa Arkeolog Enggan Membuka Makam Kaisar Pertama Tiongkok?
Baca Juga: Laksamana Yi Sun-Shin: Strategi Pertempuran Laut dan Kapal Kura-Kura
Baca Juga: Warisan Kaisar Tiongkok He dari Dinasti Han Timur yang Membahayakan
Di prefektur Tottori, penguasa agung dari klan Ikeda diperingati dengan plakat pada kura-kura dengan cangkang bundar tebal. Namun letaknya jauh di Okinawa, gugusan selatan Jepang dari pulau-pulau, tempat ekspresi paling mencengangkan dari tugu peringatan berbentuk kura-kura ini. Di sini Anda akan menemukan contoh kamekōbaka atau makam kura-kura. Itu adalah makam keluarga kuno dengan atap yang menyerupai cangkang kura-kura melengkung. Bentuk unik ini dimaksudkan untuk melambangkan sebuah rahim.
Seperti yang ditulis Clarence J. Glacken di The Great Loochoo: A Study of Okinawan Village Life, “Dalam pengetahuan populer, makam kura-kura dikaitkan dengan kepercayaan bahwa setelah meninggal, seseorang akan kembali ke rahim tempat ia berasal.”
Glacken selanjutnya mencatat bahwa ikonografi semacam itu diperkenalkan dari Tiongkok. Inspirasi tersebut kemungkinan besar secara khusus berasal dari Provinsi Fujian. Di sana, makam kura-kura sering dihiasi dengan pola geometris.
Diukir dengan susah payah, plakat batu tinggi dan makhluk mitologi yang mendukungnya bertahan sebagai karya seni kuno. Di sisi lain, batu nisan itu juga mengingatkan keinginan universal manusia untuk hidup dan terus dikenang.