Bagaimana Dampak Berpuasa Ramadan Bagi Pesepak Bola Profesional?

By Galih Pranata, Sabtu, 25 Maret 2023 | 12:00 WIB
Mohamed Salah, pemain muslim Liverpool asal Mesir, menjalankan puasanya dengan bantuan ahli gizi agar tubuhnya dapat beradaptasi dengan kebutuhan asupan makanan dan cairan selama berpuasa dan bertanding. (Getty Images via Daily Sabah)

Nationalgeographic.co.id—Bulan Ramadan dengan kewajiban berpuasa bagi umat Islam di dalamnya, menjadi ritus yang dilakukan setiap tahunnya. Haus dan dahaga menjadi tantangan tersendiri selama beribadah.

Kita yang menjalankannya perlu menerapkan kebiasaan agar berhasil menjalankan puasa hingga waktu berbuka. Namun, pernahkah membayangkan bagaimana dampak berpuasa Ramadan bagi pemain sepak bola profesional yang profesinya cukup menguras energi?

"Seorang atlet yang berpuasa di bulan Ramadan tentunya dituntut untuk menjaga pola makan yang sehat agar performanya tetap optimal meski berpuasa," tulis Fuad Al Mudahka dan tim risetnya dalam Aspetar: Sports Medicine Journal berjudul "Ramadan and Football" terbitan 2023.

Meskipun sangat disarankan agar atlet mengonsumsi tiga kali makan besar per hari, hal ini tidak bisa dilakukan selama Ramadan mengingat waktu yang tersedia untuk makan lebih singkat, yakni hanya di malam hari saja.

Sebagian besar Muslim secara otomatis mengubah frekuensi makan mereka menjadi dua waktu makan: satu sebelum matahari terbit (Sahur) dan yang lainnya setelah matahari terbenam (buka puasa).

Dengan demikian, perubahan besar gaya hidup selama Ramadan dimulai dengan pergeseran asupan makanan (dan cairan) dari siang hari ke malam hari. Karena pola ini berlanjut selama 30 hari ke depan, ada peningkatan risiko kekurangan nutrisi dan energi pada pemain sepak bola selama bermain di kala berpuasa.

Selama Ramadan, tantangan bagi pesepak bola Muslim untuk makan makanan sehat menjadi lebih sulit karena setiap hari dirayakan dengan pesta besar saat matahari terbenam (buka puasa).

Dalam budaya Muslim modern, buka puasa terdiri dari makanan tinggi lemak, gula, dan garam, yang belum tentu sehat untuk individu 'normal', apalagi atlet. Studi yang menganalisis kandungan gizi buka puasa telah menemukan bahwa nilai kalorinya hampir setara dengan dua kali makan.

"Dengan demikian, total asupan kalori harian selama Ramadan dapat dipertahankan, tetapi kekurangan gizi telah terdokumentasi, mengingat pilihan makanan tidak bervariasi," imbuh Fuad dan timnya. 

Untuk mendorong pola makan yang sehat di kalangan atlet selama Ramadan, pelatih dan penyelenggara olahraga harus mengadvokasi atlet untuk mengonsumsi makanan bervariasi yang kaya akan profil makronutrien (misalnya karbohidrat, protein, dan lemak) dan nutrisi tinggi yang penting untuk kinerja dan pemulihan yang optimal.

Baca Juga: Kurma, Buah Kesukaan Nabi Muhammad yang Memiliki Banyak Manfaat

Baca Juga: Makin Populer, Ilmuwan Terus Kembangkan Terapi Puasa untuk Pengobatan