Selisik Hubungan Dua Ordo Misterius, Assassin dan Kesatria Templar

By Tri Wahyu Prasetyo, Kamis, 6 April 2023 | 07:09 WIB
Ilustrasi Ksatria Templar. (Shutterstock)

Nationalgeographic.co.id—Setelah wafatnya Nabi Muhammad, negara Islam berkembang pesat pada masa pemerintahan dua khalifah pertama. Mesir, Palestina, Suriah, Mesopotamia, dan Iran berhasil ditaklukkan. 

Kekuatan dan penyebaran kekuasaan dalam waktu yang singkat membawa gangguan dan provokasi besar.

Pada masa-masa awal Islam, sekelompok orang dibawa dari Mesir oleh seorang Yahudi Yaman bernama Abdullah bin Saba. Ia menyamar sebagai Muslim dan membunuh menantu Nabi Muhammad serta khalifah ketiga, Utsman bin Affan. 

Kerusuhan yang terjadi setelah kematian sang khalifah berlanjut pada masa hidup menantu Nabi yang lain dan khalifah keempat, Ali bin Abi Thalib.

Di antara para sahabat nabi, persoalan menghukum para pembunuh Utsman menyebabkan perbedaan pendapat yang mencolok. Masalah ini berkembang dan menyebabkan para sahabat bertengkar di antara mereka sendiri. Mereka yang berpihak pada Ali dalam perang disebut Syiah (pendukung).

Sebuah miniatur menggambarkan orang-orang yang bersumpah setia kepada Khalifah Ali setelah pembunuhan Utsman. (Public Domain/ Wikimedia Commons)

Abdullah bin Saba memainkan peran utama dalam pecahnya perang, ia mengaitkan ketuhanan dengan Ali. Khalifah Ali ingin menghukum mati orang ini, tapi ia takut akan hasutan yang berkembang dan mengirimnya ke pengasingan. 

Namun, Abdullah bin Saba tidak tinggal diam dalam pengasingannya. Ia mulai mengatakan bahwa tiga khalifah sebelum Ali telah merampas haknya untuk menjadi khalifah.

Ia memalsukan hadis-hadis dan menjauhkan orang-orang Syiah dari cabang Sunni. Ia juga meletakkan dasar-dasar Syiah yang mirip dengan Katolik dalam agama Kristen.

Ismailisme

Syiah terpecah menjadi beberapa sekte dari waktu ke waktu. Mereka yang menerima Ismail, salah satu cucu Ali, sebagai imam, menggunakan nama Ismailiyah. 

Kaum Ismailiyah mendirikan Daulah Fatimiyah, dengan pusatnya di Kairo. Kekuasaan mereka menyebar ke Afrika Utara, Sisilia, dan Arab. Setelah khalifah kedelapan Fatimiyah wafat, Isma'iliyah terpecah menjadi dua cabang. Sebagian mendukung putra sulung khalifah, Nizar, dan dikenal sebagai Nizari.

Di antara kaum Ismailiyah, seorang dokter ahli mata Yahudi bernama Maymun al-Qaddah, yang mengikuti jejak Abdullah bin Saba, mendirikan Batiniyah. 

Batiniyyah adalah sebuah sistem kepercayaan Hermetik yang mirip dengan Kabbalah Yahudi. Kepercayaan tersebut dibentuk melalui pencampuran filosofi Mesir Kuno dan Plato dengan agama-agama seperti Zoroaster dan Manikheisme.

Kaum Batiniyah mengatakan bahwa Al-Quran memiliki makna yang tampak (zahir) dan makna yang tersembunyi (batini). Makna zahir, seperti salat, puasa, zakat, dan sebagainya, tidaklah penting, melainkan hanya bersifat simbolis. 

Yang terpenting adalah makna yang tersembunyi, yang tidak semua orang dapat memahaminya. Mereka yang menyebarkan keyakinan ini disebut "Dai".

Hassan-i Sabbah

Salah satu penganut Syiah Ismailiyah yang mendukung Nizar adalah Hassan-i Sabbah. Hassan merupakan putra seorang imam Syiah, yang kemudaian menjadi seorang misionaris Batini atau seorang dai.

Ia pergi ke Mesir pada tahun 1076 dan belajar di sana. Ketika kembali ke Iran, ia memulai pekerjaan misionarisnya dengan nama "ad-Da'watu'l-Jadidah," yaitu "Propaganda Baru."

Ilustrasi Hassan-i Sabbah dan tentaranya. (Daily Sabah)

Hassan, bersama dengan orang-orang yang ia kumpulkan, merebut benteng Alamut di Daylam pada tahun 1090 dan menjadikannya sebagai markas. Ia mengklasifikasikan para anak buahnya dan membentuk organisasi baru. Ia juga menyatakan dirinya sebagai "Syekh-ul-Jebel" ("Orang Tua Gunung").

Hassan menyebut orang-orang yang menyebarkan keyakinan mereka "dai", sama seperti yang digunakan kaum Ismaili. Sementara, pada para pria yang akan ia gunakan sebagai peneror disebut sebagai "fedai", atau juga dikenal sebagai "fedayeen".

Hassan-i Sabbah mengeksploitasi para fedai-nya, yang kemudian dikenal sebagai "Hashashin" di Eropa karena mereka menggunakan hashish (resin ganja), dengan menjanjikan surga bagi mereka.

Menurut penuturan pengelana Venesia, Marco Polo, Hassan memiliki surga palsu yang dibangun di sebuah lembah dengan taman-taman yang indah untuk alasan tersbut.

Kaum Hashashin, yang kemudian disebut Assassin, mengorganisir pembunuhan terhadap para pemimpin daulat Sunni yang menentang propaganda Batiniyah. Terutama orang-orang Turki Seljuk yang menjadi musuh terburuk mereka.

Metode pembunuhan para Assassin mirip dengan Sicarii Yahudi yang berasal dari Palestina pada abad pertama sebelum Masehi (Sicarii adalah bentuk jamak dari bahasa Latin "sicarius" yang berarti "tukang belati").

Para Assassin menyembunyikan belati di balik jubah mereka dan menikam target dengan cara mendekati korban secara diam-diam pada siang hari.

Namun, ada satu perbedaan utama antara Sicarii dan Assassin: Sementara Sicarii mengejutkan target mereka dengan berteriak keras seolah-olah mereka adalah kerabat dari calon korban, Assassin menunggu diam-diam dalam kegelapan.

Pembunuhan para Assassin terus berlanjut di sekitar Iran dan Suriah pada masa syekh-syekh lain yang menggantikan Hassan-i Sabbah setelah kematiannya.

Perlu diketahui, bahwa tidak ada orang Yahudi atau Syiah yang menjadi korban, karena terdapat banyak orang Yahudi yang berafiliasi dengan ordo ini. 

Sebagai contoh, ketika pemimpin Muslim Salah ad-Din Ayyubi, atau yang lebih dikenal di Barat sebagai Saladin, menandatangani perjanjian dengan Tentara Salib pada tahun 1192. Ada sekitar 4.000 orang Yahudi di antara para Assassin.

Kesatria Templar

Daulat Fatimiyah Ismailiyah kehilangan Yerusalem ke tangan Turki pada tahun 1073, tetapi mereka berhasil merebutnya kembali pada tahun 1098. 

Sementara itu, Paus mulai mengumpulkan pasukan Tentara Salib di Eropa untuk melawan Turki guna membantu Kekaisaran Romawi Timur. 

Akibat Perang Salib ini, Fatimiyah kehilangan Yerusalem, yang baru saja mereka rebut dari Turki setahun yang lalu, namun kali ini jatuh ke tangan Tentara Salib. Tentara Kristen mendirikan Kerajaan Yerusalem di sini, yang akan bertahan selama hampir 200 tahun.

Ilustrasi assasin (Daily Sabah)

Tentara Salib dan Nizari Ismailiyah memiliki musuh yang sama. Oleh karena itu mereka menjadi lebih dekat seiring berjalannya waktu. 

Kehormatan dan suguhan anggur, musik, ganja, serta gadis-gadis penari diberikan kepada Tentara Salib saat mereka menjadi tamu Assassin. 

Tentara Salib ingin mendirikan organisasi serupa. Oleh karena itu, Hugues de Payens, penasihat utama Raja Yerusalem Baldwin II, mendirikan Ordo Kesatria Templar di Yerusalem pada tahun 1118.

Struktur organisasi Templar diatur sesuai dengan Assassin. Templar diklasifikasikan sebagai kesatria, esquires, dan lay brethren yang setara dengan klasifikasi Assassin sebagai refik, fedai, dan lasık.

Gelar prior, grand prior, dan grand master dari Templar juga juga setara dengan dai, daiül-kebir (dai besar) dan syekh-ül-cebel dari Assassin. Bahkan pakaian para Assassin dan Templar pun hampir sama: simbol merah dengan latar belakang putih.

Baca Juga: Cerita Gigi Hitam Elizabeth I & Persekutuan dengan Kekaisaran Ottoman

Baca Juga: Misteri Manuskrip Abad Pertengahan: Mengapa Kesatria Memerangi Siput?

Baca Juga: Illuminati: Ordo Rahasia untuk Melawan Penindasan Penguasa dan Agama

Baca Juga: Kenali Johann Adam Weishaupt, Filsuf Jerman Pendiri Illuminati 

Yang paling penting, kepercayaan dan ritual esoterik Assassin memengaruhi Templar. Kedua kelompok ini melakukan upacara yang mirip dengan upacara inisiasi masonik saat ini ketika merekrut anggota baru ke dalam sekte tersebut.

Akhir dari para Batiniah

Salah ad-Din Ayyubi, sultan Dinasti Ayyubiyah yang membersihkan Mesir dari kaum Syiah dan menegakkan kembali persatuan Islam, menunjukkan kepada para Templar belas kasihan yang ia tunjukkan terhadap orang-orang Kristen di kota itu ketika ia menaklukkan Yerusalem pada tahun 1187.

Ketika seluruh Suriah dan Palestina jatuh ke tangan Muslim pada tahun 1291, sisa anggota Templar juga meninggalkan tanah Islam dan tidak kembali untuk waktu yang lama.

Bangsa Mongol menghancurkan Kastil Alamut milik kaum Assassin, yang telah melemah selama bertahun-tahun.

Sebuah miniatur yang menggambarkan pengepungan Kastil Alamut oleh bangsa Mongol, markas besar para Assassin. (Public Domain/ Wikimedia Commons)

Beberapa Assassin terus menyebarkan keyakinan esoterik mereka dengan melarikan diri ke Azerbaijan dan Anatolia. Beberapa tahun kemudian, sebagian dari mereka pergi ke India bersama Hasan Ali Shah, yang merupakan keturunan dari Hashashi Dai-ül Kebir.

Hasan Ali Shah, yang mendapat dukungan dari Inggris di sana, menjadi pemimpin Nizari di dunia dengan gelar "Aga Khan I."

Kembali ke Eropa, Kesatria Templar ditindas oleh kekayaan dan sekte sektarian mereka yang bertentangan dengan iman Kristen.

Akhirnya, Paus melarang ordo ini pada tahun 1312 dan menugaskan raja-raja Eropa untuk menangkap semua anggota Templar. Sebagian besar Templar ditangkap dan dituduh oleh pejabat kepausan menghina iman Kristen, menyembah berhala, dan melakukan penyimpangan seksual.

Beberapa dari mereka, termasuk guru mereka Jacques de Molay, dibakar di tiang pancang di Prancis.

Kesatria Malta

Penggambaran Jacques de Molay. (Public Domain/ Wikimedia Commons)

Anggota keluarga bangsawan Venesia, seperti Dandolo, Dulce, Falieri, Contarini, dan Morosini, yang merupakan penghubung antara Eropa dan Timur, menetap di Kerajaan Yerusalem yang didirikan setelah Perang Salib.

Para bangsawan ini memiliki hubungan dekat dengan para Templar dan merupakan sekutu. Ketika sekte ini ditutup, pusat kaum Batini di Eropa menjadi Venesia.

Properti dan gereja-gereja dari Templar yang dilarang beralih ke Ordo Kesatria Rumah Sakit Santo Yohanes di Yerusalem, yang dikenal sebagai Kesatria Hospitaller. 

Para kesatria ordo ini, melarikan diri dari penaklukan Turki, melarikan diri ke Siprus, dari sana ke Rhodes, dan dari sana ke Malta. Hari ini, mereka dikenal sebagai kesatria Ordo Malta.