Hunga Tonga, Gunung Api Berdaya Letusan Lebih Besar dari Krakatau

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Jumat, 21 April 2023 | 16:30 WIB
Gunung berapi Hunga Tonga-Hunga Ha'apai meletus. Gunung ini bisa diperkirakan punya dampak yang lebih hebat daripada Krakatau. (DigitalGlobe/Getty Images)

Nationalgeographic.co.id—Ledakan vulkanik Hunga Tonga-Hunga Ha'apai pada 20 Desember 2021 sampai 15 Januari 2022 punya dampak yang dahsyat. Erupsi ini menimbulkan tsunami besar dengan gelombang tertinggi 45 meter. Gelombang tsunaminya pun tersebar ke seluruh Samudra Pasifik.

"Meski ukurannya besar dan durasinya lama, mega-tsumani yang dihasilkan dari Hunga Tonga-Hunga Ha'apai merenggut sedikit nyawa," kata Sam Purkis, profesor dan ketua Department of Marine Geosciences at the Rosenstiel School, AS.

"Faktor utama penyebabnya, menurut kami, adalah kekhasan lokasi, pandemi COVID-19, dan peningkatan latihan evaluasi dan upaya kesadaran yang dilakukan di Tonga pada tahun-tahun sebelum letusanm" lanjutnya dalam sebuah rilis.

Purkis juga menyebutkan bahwa Gunung Hunga Tonga-Hunga Ha'apai punya dampak geologis yang hebat di masa lalu. Dengan fenomena yang dihasilkan pada 2021-2022, membuktikan bahwa bukan tidak mungkin letusan hebat lainnya dari gunung itu akan terjadi lagi di masa depan.

Purkis terlibat dalam penelitian terbaru di Science Advances tentang erupsi Gunung Hunga Tonga-Hunga Ha'apai. Penelitiannya mengungkapkan bahwa letusan itu adalah yang terbesar dalam lebih satu abad belakangan.

Makalah penelitian tersebut bertajuk "The 2022 Hunga-Tonga megatsunami: Near-field simulation of a once-in-a-century event", dipublikasikan 14 April 2023.

Penelitian itu dilakukan oleh para peneliti Rosentiel School dengan kombinasi citra satelit pada sebelum dan sesudah erupsi. Pemetaan drone, pengamatan di lapangan telah dikumpuilkan oleh ilmuwan di The Universituy of Aucland, Selandia Baru, dan data dari Khaled bin Sultan Living Oceans Foundation.

Data-data itu para peneliti kumpulkan untuk menghasilkan simulasi tsunami di Kepulauan Tonga. Dari sana, mereka melihat bagaimana pengukuran kedalaman (batimetri) dangkal yang kompleks, ternyata menjadi perangkap gelombang berkecepatan rendah. Di sinilah tsunami ditangkap selama lebih dari satu jam dengan gelombang 85 meter, satu menit setelah letusan awal.

Robin Matoza, peneliti dari Department of Earth Science at the University of California, dalam sebuah makalah di jurnal Science 12 Mei 2022, berpendapat bahwa kemampuan gunung unga Tonga-Hunga Haʻapai mirip dengan letusan Gunung Krakatau di Indonesia tahun 1883.

Matoza dan rekan-rekannya mengungkapkan, denyut nadi tekanan yang dihasilkan gunung berapi di Tonga itu memiliki amplitudo yang sebanding dengan letusan Kratakau. "Peristiwa gelombang atmosfer ini belum pernah terjadi sebelumnya dalam catatan geofisika modern," ujarnya dalam laporan sebelumnya.

Baca Juga: 'Rantai' Vulkanik Raksasa Singkap Rahasia Cara Kerja Gunung Berapi

Baca Juga: Makna di Balik Ritual Tersuci Pendakian Gunung Fuji Masa Lalu dan Kini

Baca Juga: Sulit Diramal, Para Ilmuwan Kini Menguak Cara Prediksi Erupsi Gunung

Baca Juga: Erupsi Anak Krakatau 2018: Bukan Magma Penyebabnya tetapi Keruntuhan

Studi yang lain di Mei 2022 juga menunjukkan, denyut kuat dari letusan Gunung Hunga Tonga-Hunga Ha'apai bisa mengguncang atmosfer. Letusannya melepaskan energi sebanding dengan empat hingga 19 mega ton ledakan TNT, (100 kali bom Hiroshima). Dampaknya, menghasilkan gelombang yang mengelilingi Bumi empat kali dalam satu arah, dan tiga kali ke arah lainnya.

Riset terbaru yang dipublikasikan oleh Purkis justru mengungkapkan letusan gunung berapi bawah laut ini menyaingi letusan Krakatau. Meski jumlah korban letusan Gunung Hunga Tonga-Hunga Ha'apai jauh lebih sedikit, letusannya sangat besar dan durasinya lebih lama.

Letusan Gunung Hunga Tonga-Hunga Ha'apai di bawah laut membentuk rangkaian di Kepulauan Tonga di masa silam. Secara geografis, gunung ini terbentuk dari hasil pertemuan lempeng tektonik Pasifik dan Indo-Australia.

Simulasi Purkis dan tim juga menunjukkan bahwa lokasi letusan relatif terhadap pusat kota menyelamatkan Tonga dari hasil yang lebih buruk. "Meskipun tahun 2022 mungkin merupakan pelarian yang beruntung, gunung berapi bawah laut lainnya memiliki kapasitas untuk menelurkan tsunami di masa depan dengan skala yang sama," tuturnya.

"Letusan tersebut merupakan laboratorium alam yang sangat baik untuk menguji hipotesis dan model yang dapat digunakan di tempat lain untuk meningkatkan persiapan bencana di masa depan, dan lebih memahami letusan serupa dan tsunami berikutnya sebagaimana terpelihara di zaman kuno dan dalam catatan geologi."