Nationalgeographic.co.id—Hoessein Djajadiningrat lebih banyak menghabiskan waktu untuk studi. Dia berbeda dengan kakaknya, Achmad Djajadiningrat, yang bergulat dalam urusan politik Hindia Belanda—dari asisten wedana, bupati hingga Volksraad.
"Keluarga Hoessein merupakan, keluarga yang paling melek huruf di Banten pada tahun 1850-1945," Agus Nuralam menulis sejarah Hoessein dalam skripsinya berjudul Historiografi Banten Dalam Pandangan Hoesein Djajadiningrat terbitan 2019.
Agus menambahkan bahwa Hoessein Djajadiningrat merupakan "salah satu pelopor tradisi keilmuan di Indonesia. Ketika masih remaja, ia dikenal sebagai pemuda yang pintar dan berbakat, baik dalam ilmu agama, maupun ilmu umum."
Menurut silsilah keluarganya, Hoesein Djajadiningrat merupakan keturunan dari Pangeran Raden Wirasoeta, seorang pemuda asal Baduy yang mengabdi pada Kesultanan Banten yang kemudian diangkat menjadi pangeran Kesultanan Banten.
Raden Wirasoeta mengambil perannya sebagai pangeran di masa kepemimpinan Sultan Abul Fath Abdul Fattah atau yang lebih sohor dikenal dengan gelar Sultan Ageng Tirtayasa.
Sekitar masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa di Banten, seorang Puun—tetua suku baduy—dari Tjibeo (Desa Cibeo) yang mempunyai seorang putra bernama Raden Wirasoeta.
Dikisahkan bahwa Raden Wirasoeta tidak suka hidup dalam masyarakat Baduy, karena merasa bahwa masyarakat itu terlalu sempit bagianya. Oleh karena itu, Wirasoeta memohon kepada ayahnya agar ia diperbolehkan mengabdi kepada sultan Banten.
Sultan Ageng seringkali berperang, ternyata Wirasoeta sangat ahli dalam peperangan sehingga ia diangkat menjadi seorang pangeran, bahkan Sultan Ageng menikahkanya dengan salah satu putrinya.
Dari pernikahan itu, lahirlah salah seorang putranya yang bernama Ki Ngabehi Bahu Pringga yang menjadi Patih Lebak. Praktis setelahnya, ia memiliki segenap keturunan yang terpandang di Banten, bahkan Hindia Belanda.
Ki Ngabehi Bahu Pringga, putra dari Raden Wirasoeta, kemudian memiliki anak yang juga tak kalah terpandangnya di Banten, Raden Adipati Aria Natadiningrat sebagai bupati Pandeglang.
R.A.A Natadiningrat kemudian dikaruniai putra bernama Raden Bagus Djajawinata, seorang bupati Serang yang sohor di zamannya. Ia kemudian menikah dengan Ratu Salehah yang berasal dari Cipete.
Dari pernikahan inilah, mereka dikaruniai delapan orang anak: Achmad Djajadiningrat, Muhamad, Hoessein Djajadiningrat, Hadijah, Lukman, Sulasmi, Hilman, dan Rifki. Dari sini, Hoessein ambil bagian meneruskan tren positif dari keturunan Raden Wirasoeta.