Kebaikan Universal, Manusia di Mana Pun Cenderung Membantu Orang Lain

By Utomo Priyambodo, Rabu, 26 April 2023 | 13:00 WIB
Orang-orang di mana pun cenderung menolong orang lain. (Wallpaper Flare)

Nationalgeographic.co.id—Sebuah studi baru mengenai kemampuan manusia untuk bekerja sama menunjukkan bahwa, jauh di dalam lubuk hati, orang-orang dari budaya yang beragam ternyata lebih mirip dari yang Anda duga.

Makalah studi yang terbit di jurnal Scientific Reports ini menunjukkan adanya kebaikan bawaan yang universal. Studi ini mengambil sampel dari kota-kota di Inggris, Italia, Polandia, dan Rusia hingga desa-desa di pedesaan Ekuador, Ghana, Laos, dan Aborigin Australia.

Di semua wilayah tersebut, pada skala mikro dari interaksi kita sehari-hari, orang-orang di mana pun ternyata cenderung untuk membantu orang lain bila diperlukan.

Ketergantungan kita pada satu sama lain untuk mendapatkan bantuan adalah konstan. Studi baru ini menemukan bahwa, dalam kehidupan sehari-hari, seseorang akan mengisyaratkan perlunya bantuan (misalnya, untuk mengambilkan perkakas) rata-rata setiap 2 menit dan 17 detik.

Di seluruh budaya, permintaan bantuan kecil ini dipenuhi tujuh kali lebih sering daripada ditolak. Dan pada kesempatan langka ketika orang menolak, mereka menjelaskan alasannya.

Kecenderungan manusia untuk membantu orang lain saat dibutuhkan—dan untuk menjelaskan kapan bantuan tersebut tidak dapat diberikan—melampaui perbedaan budaya lainnya.

Temuan ini membantu memecahkan teka-teki yang dihasilkan oleh penelitian antropologis dan ekonomi sebelumnya. Temuan mereka menekankan perbedaan di antara orang-orang dari budaya yang berbeda dalam cara berbagi sumber daya.

Misalnya, para pemburu paus di Lamalera di Indonesia mengikuti norma distribusi saat berbagi tangkapan besar. Adapun para pengumpul Hadza di Tanzania lebih banyak berbagi makanan karena takut menimbulkan gosip negatif.

Atau contoh lainnya, penduduk desa Orma yang lebih kaya di Kenya diharapkan untuk membayar barang publik seperti proyek jalan, sedangkan tawaran semacam itu di antara Gnau di Papua Nugini kemungkinan besar akan ditolak karena akan menimbulkan kewajiban yang canggung untuk membalasnya.

Perbedaan budaya seperti ini menghadirkan tantangan bagi pemahaman kita tentang kerja sama dan membantu dalam spesies kita.

Apakah keputusan kita untuk berbagi dan membantu dibentuk oleh budaya tempat kita dibesarkan? Atau apakah manusia pada dasarnya sama-sama dermawan dan suka memberi?

Dikutip dari laman University of Sydney, studi global baru ini menemukan bahwa, ketika kita melihat lebih detail interaksi sosial tingkat mikro, perbedaan budaya sebagian besar hilang. Studi ini menemukan, kecenderungan spesies kita untuk memberikan bantuan saat dibutuhkan menjadi terlihat secara universal.