Awan Gelap di Cakrawala, Karbon Hitam dan Dampak Perubahan Iklim

By Ricky Jenihansen, Jumat, 12 Mei 2023 | 07:00 WIB
Pembangkit listrik tenaga batu bara merupakan salah satu industri penghasil karbon dioksida terbesar. Karbon hitam pada awan dapat menyerap panas dan menghambat kemampuan refleksi panas dari permukaan seperti salju. (Kodda/Thinkstock)

Nationalgeographic.co.id—Harus diakui, bahwa masyarakat industri kita telah melepaskan banyak dan berbagai polutan ke dunia, menghasilkan awan hitam di cakrawala. Pembakaran khususnya menghasilkan massa aerosol termasuk karbon hitam yang ternyata sangat berpengaruh terhadap perubahan iklim.

Meskipun ini hanya menyumbang beberapa persen dari partikel aerosol, nyatanya karbon hitam sangat bermasalah. Itu karena kemampuan karbon hitam pada awan dapat menyerap panas dan menghambat kemampuan refleksi panas dari permukaan seperti salju.

Jadi, penting untuk mengetahui bagaimana karbon hitam berinteraksi dengan sinar matahari. Para peneliti telah mengkuantifikasi indeks bias karbon hitam hingga tingkat paling akurat yang mungkin berdampak pada model iklim.

Ada banyak faktor yang mendorong perubahan iklim. Beberapa sangat familiar, seperti emisi karbon dioksida dari pembakaran bahan bakar fosil, sulfur dioksida dari pembuatan semen atau emisi metana dari peternakan.

Partikel aerosol karbon hitam, juga dari pembakaran, kurang terliput dalam berita tetapi sangat penting. Aerosol merujuk pada partikel padat yang terdapat di udara. Bentuknya bisa cair seperti embun, padat seperti debu atau gas seperti awan.

Pada dasarnya jelaga atau karbon hitam sangat baik dalam menyerap panas dari sinar matahari dan menyimpannya, menambah panas atmosfer.

Pada saat yang sama, mengingat warna gelap kurang efektif dalam memantulkan cahaya dan karena itu panas, karena karbon hitam menutupi permukaan yang lebih terang termasuk salju, ini mengurangi potensi permukaan tersebut untuk memantulkan kembali panas ke luar angkasa.

Di atmosfer saat ini, karbon hitam diperkirakan memberikan kontribusi terbesar terhadap penyerapan gelombang pendek aerosol global.

Dalam simulasi iklim, ketidakpastian besar yang tersisa dalam penyerapan gelombang pendek aerosol mendominasi ketidakpastian prediktif curah hujan.

Karbon hitam diperkirakan menjadi kontributor terbesar kedua untuk pemaksaan radiasi efektif positif di antara semua gas rumah kaca dan aerosol di atas Kutub Utara.

Partikel karbon hitam yang baru dipancarkan, misalnya dari gas buang industri, dapat dengan cepat mengalami pencampuran internal dengan komponen aerosol utama lainnya. Seperti misalnya, sulfat, organik, air melalui koagulasi, kondensasi, dan pemrosesan awan untuk membentuk partikel yang mengandung karbon hitam.

Mengukur Karbon Hitam“Memahami interaksi antara karbon hitam dan sinar matahari sangat penting dalam penelitian iklim,” kata Asisten Profesor Nobuhiro Moteki dari Departemen Ilmu Bumi dan Planet di University of Tokyo.