Tatkala Jepang Memulai Sejarah Bioskop Keliling di Indonesia

By Galih Pranata, Rabu, 17 Mei 2023 | 08:00 WIB
Sampul majalah propaganda Jepang di Indonesia, Djawa Baroe. Tujuannya menebar simpati untuk mengajak rakyat Indonesia terlibat dalam Perang Asia Timur Raya. Dalam upaya propagandanya, Jepang pun turut berkontribusi dalam sejarah bioskop keliling di Jawa. (Djawa Baroe)

Nationalgeographic.co.id—Sejarah bioskop di Hindia Belanda bermula ketika diputarnya film pertama di Schouwburg pada akhir abad ke-19. Semenjak saat itu film dinantikan oleh segenap rakyat Hindia.

Meskipun hanya berupa gambar tak bersuara atau disebut "gambar idoep", tetap saja memiliki daya pikat bagi penggemar hiburan di Hindia Belanda.

Sejarah bioskop perintis semacam itu tetap saja menarik antusias, biarpun tak bersuara. Bahkan, gambar yang ditampilkan bergetar dan kerap goyang yang membuat mata sakit. 

Sampai pada tahun 1942, industri perfilman sudah sangat digandrungi khalayak luas di Hindia Belanda. Ketika zaman berganti dan Hindia Belanda tamat, pemerintah Jepang menggunakan film sebagai peluang propaganda.

Heru Erwantoro menyebutkan dalam jurnal Patanjala berjudul Bioskop Keliling Peranannya dalam Memasyarakatkan Film Nasional dari Masa ke Masa (2014), bahwa dengan tujuan propaganda, pemutaran film diusahakan untuk menggapai sebanyak mungkin penonton.

Heru menambahkan, "Sayangnya jumlah bioskop yang tersedia hanya sedikit dan tingkat penyebarannya juga tidak merata." Situasi ini menjadi salah satu alasan kemunculan bioskop keliling dalam sejarah bioskop kita.

Melihat pentingnya arti film sebagai media propaganda, sejak awal pendudukannya, pemerintah militer Jepang telah melakukan kontrol sepenuhnya terhadap dunia perfilman.

Jauh sebelum Disdikbud menyelenggarakan bioskop keliling, Jepang telah memulai sejarah bioskop keliling di Indonesia sejak 1942. (@disdikjabar/Instagram)

"Staf propaganda Jepang yang menyertai operasi militer, menyita seluruh perusahaan perfilman," imbuhnya. 

Maka dari itu, demi melaksanakan kebijakan di bidang perfilman, Sendenbu—badan propaganda bentukan Jepang di Jawa—pada Oktober 1942 membentuk Jawa Eiga Kosha (Perusahaan Film Jawa) yang dikepalai oleh Oya Soichi. 

Oya Soichi, yang memandang sedikitnya jumlah gedung bioskop, tentu saja telah memikirkan upaya propaganda melalui media film untuk menjangkau masyarakat sebanyak-banyaknya demi ketercapaian tujuan mereka.

Dengan pandangan tersebut, pemerintah pendudukan Jepang mengupayakan adanya kegiatan pemutaran film langsung ke tengah-tengah masyarakat. Heru menyebut "kegiatan itu di kemudian hari dikenal dengan istilah 'Bioskop Keliling'." Demikianlah, semenjak saat itu sejarah bioskop keliling mulai bergulir.