Perdebatan Ratu Himiko di Jepang dalam Catatan Sejarah Tiga Kekaisaran

By Cicilia Nony Ayuningsih Bratajaya, Kamis, 18 Mei 2023 | 08:00 WIB
Ratu Himiko adalah sosok legendaris. Namanya tidak tercatat dalam sejarah Kekaisaran Jepang, melainkan muncul dalam catatan sejarah Kekaisaran Tiongkok. Dia dikenal sebagai ratu cenayang, tidak menikah, dan tinggal di benteng tempat ia dilayani oleh seribu wanita. (Public Domain)

Nationalgeographic.co.id—Para ahli masih saja terus memperdebatkannya, perannya dalam sejarah, siapa dia sebenarnya, dimana dia mungkin memerintah, dan dimana lokasi pemakamannya. Sosok ratu ini menarik imajinasi masyarakat Jepang secara luas.

Namanya dikenal secara luas dalam sejarah pada sebagian besar anak sekolah di Jepang. Begitu populernya, hingga namanya dijadikan nama kontes kecantikan dan kisahnya menjadi ide gagasan cerita komik manga, bahkan kartu tarot juga menampilkan gambarnya.

Ratu Himiko dikenal juga Pimiko atau Pimiku adalah penguasa di salah satu wilayah kekaisaran Jepang. Wilayah tersebut pada naskah Jepang kuno disebut Hsieh-ma-t’ai atau dikenal juga dengan Yamatai dan kemudian menjadi Yamato.

Dikutip dari World History Encyclopedia menyebutkan ia berkuasa pada abad ke-3. Nama Himiko dalam bahasa Jepang kuno berarti anak matahari atau putri matahari, kemungkinan ada hubungannya dengan dewi matahari agama Shinto, Amaterasu. Pasalnya, semua penguasa kekaisaran Jepang diidentifikasi sebagai keturunan dewi matahari.

Awal dari sejarah kekaisaran Jepang tidak menyebutkan nama Himiko. Ahli sejarah mengaitkan dirinya dengan tokoh legendaris Permaisuri Jingu seorang pemimpin yang berkuasa pada zaman yang sama seperti Himiko.

Permaisuri Jingu dikenal sebagai Kaisar Jingu, tercatat sebagai permaisuri Jepang yang memerintah pada tahun 201. Ia naik takhta menggantikan kematian suaminya sampai anaknya yang bernama Kaisar Ojin naik takhta pada tahun 269.

Ratu Himiko, namanya tercatat dalam naskah sejarah tiga kekaisaran: Tiongkok, Jepang, dan Korea (Toshihiro Harada)

Menurut urutannya, permaisuri Jingu adalah Kaisar Jepang ke-15 namun karena catatan sejarah dievaluasi kembali, namanya dihapus dari daftar. Maka putranya, Kaisar Ojin yang dianggap sebagai kaisar Jepang ke-15.

Identitas Himiko dan lokasi wilayah kekuasaannya ditulis oleh Keiji Imamura menjadi perdebatan terbesar dalam sejarah kuno kekaisaran Jepang.

Para ahli sejarah menyatakan "Yamatai adalah bukan lokasi yang tepat kekuasaan Ratu Himiko, kemungkinan di Kyushu bagian utara bahkan Nara adalah wilayah yang paling mungkin."

Tidak mengherankan jika ini menjadi perdebatan para ahli sejarah karena pada abad ke-3 di kekaisaran Jepang terdapat sekitar seratus kerajaan yang tersebar di seluruh pulau.

Bisa dikatakan sosok Himiko adalah sosok yang cukup legendaris. Dia tidak ada dalam catatan sejarah Kekaisaran Jepang, melainkan muncul dalam catatan sejarah kekaisaran Tiongkok. Kekaisaran Tiongkok mengenalnya sebagai penguasa seluruh Jepang atau Wa.

Dikenal sebagai ratu cenayang, tidak menikah, dan tinggal di benteng tempat ia dilayani oleh seribu wanita. Catatan sejarah kekaisaran Tiongkok mencatatnya pada abad ke-3. Referensi sejarah kekaisaran Jepang mencatatnya di abad ke-8 dan pada abad ke-12 tertulis dalam catatan sejarah kekaisaran Korea.

Catatan sejarah pertama Himiko ditemukan dalam naskah kuno kekaisaran Tiongkok sekitar tahun 297 yaitu Wei Chih catatan sejarah kerajaan Wei kekaisaran Tiongkok.

Naskah sejarah kuno Jepang Kojiki di tahun 712 dan Nihon Shoki di tahun 720 tidak menyebutkan nama ratu Himiko. Tercatat dalam Nihon Shoki bahwa Ratu (tidak disebutkan namanya) mengirimkan duta ke kerajaan Wei di Tiongkok pada tahun 238 M.

Orang Tiongkok memberi Himiko gelar kehormatan 'Ratu Wa bersahabat dengan Wei'. Buku sejarah tahun 1145 kekaisaran Korea Samguk Sagi atau Sejarah dari catatan tiga kerajaan menyebutkan bahwa ratu Himiko mengirim utusan kepada raja Adalla dari Silla pada bulan Mei 173.

Berdasarkan buku catatan sejarah kekaisaran Tiongkok Wei Chih, ratu Himiko dipilih oleh rakyatnya pada masa pergolakan perang dan pemberontakan pada periode tahun 70 atau 80.

Dikatakan juga bahwa sang ratu tidak pernah menikah dan hidup sebagai pertapa di sebuah benteng besar yang dijaga seratus pria sebagai keamanan di luar benteng. Sementara di dalam benteng, ratu dilayani oleh seribu pelayan wanita.

Ketika Himiko meninggal pada tahun 248 dikatakan bahwa ia dimakamkan pada sebuah makam berukuran 150 meter dan seratus pelayan dikorbankan untuk menghormatinya.

Sepeninggal ratu Himiko, kekaisaran Jepang berpindah dari periode Yayoi (200 Sebelum Masehi - 250 Masehi) ke Periode Kofun (250 - 538 Masehi).

Pada masa periode Yayoi kehidupan orang Yayoi sudah memiliki keterampilan menenun, bertanam padi, mengenal perdukunan, dan membuat perkakas dari besi dan perunggu yang dipelajari dari Korea atau Tiongkok. Catatan sejarah tentang bangsa di zaman Yayoi menyebutkan memilih ratu Himiko sebagai penguasa dalam dekade perang raja-raja Wa.

Sementara zaman setelah Yayoi adalah periode Kofun. Pada masa ini telah terbentuk ketahanan militer yang kuat dan berpengaruh sebagai penguasa. Negara Yamato adalah yang paling dominan berpusat di Provinsi Yamato dan Provinsi Kawachi. Negara Yamato berlangsung pada abad ke-3 hingga abad ke-7 dan merupakan asal garis keturunan kekaisaran Jepang.

Dalam catatan dokumen sejarah kekaisaran Tiongkok tertulis tentang negara Wa yang memiliki lima raja dan sistem kekaisaran mirip seperti Tiongkok dimana strata lapisan masyarakatnya dibagi berdasarkan profesi. Pada masa pertengahan periode Kofun, Jepang menjalin hubungan erat dengan tiga kerajaan Korea.