Berperang untuk Mati, Jargon Latihan Pilot Kamikaze Kekaisaran Jepang

By Tri Wahyu Prasetyo, Kamis, 25 Mei 2023 | 08:00 WIB
Pilot Kamikaze bersiap untuk berangkat dalam misi bunuh diri. (Public Domain/ Wikimedia Commons)

Nationalgeographic.co.id—Unit kamikaze atau unit ‘angin ilahi’, adalah mimpi buruk bagi Sekutu kala Perang Dunia Kedua. Mereka adalah pasukan khusus Kekaisaran Jepang yang ditugaskan untuk bunuh diri.

Umumnya prajurit yang bertugas di divisi khusus akan memiliki latihan yang berbeda dibanding prajurit reguler. Mereka akan digembleng dengan pelatihan yang keras bahkan terkadang brutal.

Bukan tanpa alasan, upaya ini dilakukan untuk mempersiapkan mental dan fisik mereka, serta memberi peluang agar mereka sukses dalam menjalankan misi. Dengan demikian, hal ini akan membantu mereka kembali ke rumah dengan selamat.

Bahkan, unit-unit paling elite dan rahasia sekalipun menekankan betapa pentingnya bertahan hidup. Meskipun mereka mungkin akan menghadapi kematian dalam tugas mereka. Bagaimanapun, seberat-beratnya misi, tetap hidup untuk bertempur di kemudian hari akan lebih baik.

Namun, bagaimana jika Anda tidak diharapkan hidup dalam suatu misi? Inilah yang terjadi pada para pilot Kamikaze Kekaisaran Jepang. “Pasukan ini dilatih secara khusus untuk melakukan serangan bunuh diri terhadap pasukan yang dipimpin oleh Amerika,” tulis Mamerto Adan, pada laman Owlcation.

Menekankan pengorbanan demi bangsa dan negara, para pelatih Kekaisaran Jepang menginstruksikan para pilot Kamikaze untuk menabrakan diri ke target Sekutu.

Tidak tanggung-tanggung, menurut Adan, pesawat-pesawat pilot Kamikaze diisi dengan bahan peledak. Hal ini dimaksudkan agar memberikan kerusakan paling parah terhadap musuh-musuhnya.

Bangkitnya Tentara Kekaisaran Jepang

“Pasukan Bela Diri Jepang sebelumnya adalah Tentara Kekaisaran Jepang, yang dirancang untuk menggantikan samurai dari Era Tokugawa,” jelas Adan.

Meskipun sejumlah prajurit samurai terus bertugas di berbagai cabang pasukan yang baru dibentuk ini, para prajurit dikondisikan dalam bentuk aturan yang berbeda. Mereka menerima pelatihan persenjataan dan taktik modern dan mengadopsi pendekatan perang ala Barat.

Menurut Adan, dengan melalui pelatihan yang keras, dapat menghasilkan pasukan prajurit yang terlatih dan cukup militan.

“Para kritikus menggambarkan tentara baru ini sebagai tentara yang lebih menekankan keberanian daripada mempertahankan diri, yang menghasilkan pola pikir yang hampir bunuh diri di antara para prajurit,” terangnya.