Nationalgeographic.co.id—Cleopatra VII dikisahkan riwayat hidupnya tragis dengan gigitan ular berbisa di Alexandria. Cerita populer bahwa sang firaun Mesir terakhir itu bunuh diri karena kekasihnya, Marc Anthony (Markus Antonius) bunuh diri. Marc tewas pada 1 Agustus 30 SM, dan Cleopatra pada sembilan atau 11 hari setelahnya.
Namun, sejarawan lebih memilih berpendapat, Cleopatra bunuh diri karena khawatir akan dominasi Kekaisaran Romawi di bawah Kaisar Oktavianus. Jika Mesir jatuh di tangan Romawi, mungkin Cleopatra sebagai orang nomor satunya akan dijadikan budak dan tawanan.
Sebelum kematiannya, masalah politik yang dihadapi Cleopatra sudah runyam sejak umurnya 18 tahun. Ia harus menikah dengan adiknya, Ptolemy XIII. Adiknya ingin kekuasaan Mesir dibagi, tetapi Cleopatra bersikeras menolak.
Ptolemy XIII menemui ajalnya sebelum mencapai usia matang sebagai raja. Saudara kandung Cleopatra juga mengalami hal yang sama. Hal ini membuat Cleopatra dicurigai sebagai dalang pembunuhan demi mempertahankan kekuasaannya. Karena khawatir dituduh, Cleopatra membentuk aliansi dengan Kekaisaran Romawi, dan berselingkuh dengan Julius Caesar.
Namun, Julius Caesar tewas dibunuh oleh para politisi lainnya. Cleopatra lagi-lagi takut dituduh sebagai salah satu perencana pembunuhan ini. Dia pun pun bersekutu dengan rekan mantan kekasihnya, Marc Anthony yang menjadi pejabat sementara di Kekaisaran Romawi.
Dari sinilah, Cleopatra harus menghadapi perseteruan politik internal Kekaisaran Romawi. Kondisi Kekaisaran Romawi saat itu bersitegang antara jabatan kaisar antara Oktavianus dan Marc Anthony.
Singkatnya Oktavianus berhasil meraih kekuasaan tertinggi Kekaisaran Romawi. Cleopatra dan Marc Anthony akhirnya lari ke Mesir. Di sana, Cleopatra harus bertindak sebagai pemimpin Mesir untuk mempertahankan negerinya dari ancaman Romawi.
Kekaisaran Romawi harus menghadapi sesamanya yang bersekutu dengan militer Mesir. Terjadilah Perang Actium yang berlangsung pada 32-30 SM di Laut Ionia. Kemenangan Oktavianus menghantui Marc Anthony dan Cleopatra. Pada akhirnya, seperti di awal cerita, keduanya bunuh diri.
Akan tetapi, kematian Cleopatra adalah hal yang misterius. Susan Ardizzoni, Ph.D di bidang biologi dalam artikel di Ancient Origins membuka kemungkinan bahwa kematian Cleopatra karena pembunuhan, bukan bunuh diri.
Pasalnya, Cleopatra punya semangat dan kemauan yang keras. Yang aneh, pada akhir hidupnya penuh dengan keraguan dengan kisah penyerahan dirinya, kekuasaannya, dan menghabiskan nyawanya sendiri.
Dalam sejarah, sebelum kematiannya di Alexandria, Cleopatra sempat menulis perpisahan. Lalu ia mengirimkannya lewat seorang penjaga untuk disampaikan ke Oktavianus. Saat itu, Oktavianus sudah sampai di Mesir tidak jauh dari tempat Cleopatra.
Ketika sang penjaga mengirimkan, Cleopatra diserang ular berbisa yang disebutkan sebagai cara bunuh diri, seperti cerita sejarah umum dan populer lainnya. Seolah, Cleopatra pasrah dan dirundung kesedihan.
"Tapi, apakah kisah ini benar-benar masuk akal? Sepertinya tidak begitu," terang Ardizzoni. "Penjaga itu, yang tidak mengetahui isi catatan itu, hanya membutuhkan beberapa menit untuk melintasi beberapa ratus meter untuk mengirimkannya ke Oktavianus dan kembali."
Ular berbisa menyerang Cleopatra dalam satu gigitan. Ardizzoni berpendapat, satu gigitan ular berbisa rata-rata menyuntikkan lima puluh persen bisa.
Dengan kata lain, sebenarnya Cleopatra masih punya peluang tinggi untuk bertahan hidup.
"Sepenggal informasi yang cenderung membuat sebagian orang berpikir bahwa kematian Cleopatra disebabkan oleh bunuh diri dapat ditemukan di Kuil Philae (sebuah kuil untuk Dewi Isis)," ungkap Ardizzoni.
"Di dalam kuil terdapat ukiran yang menggambarkan Isis dikelilingi ular. Karena Cleopatra dianggap sebagai reinkarnasi Isis yang masih hidup, ukiran ini menunjukkan bahwa kematiannya terkait dengan ular dari kisah kematian legendaris," lanjutnya.
Ardizzoni berteori, kematian Cleopatra mungkin melibatkan Oktavianus. Sebab, dalam politiknya, Oktavianus punya strategi agar dirinya bisa menguasai wilayah barat, dan Mark Anthony di timur (Byzantium).
Untuk itu, Perang Actium diperlukan dan telah direncanakan oleh Oktavianus. "Narasi ini menunjukkan plot yang diperhitungkan oleh Oktavianus untuk melenyapkan Cleopatra dan memenuhi ambisinya untuk menguasai seluruh kerajaan," jelas Ardizzoni.
Belum lagi, Cleopatra juga membawa Caesarion, putranya dari pernikahan dengan Julius Caesar. Otomatis, putranya memiliki peluang untuk bisa menjadi kaisar Romawi.
Makanya, Oktavianus berusaha menyingkirkan mereka semua. Nahas, Caesarion dibunuh oleh pasukan Oktavianus sebelum Cleopatra tewas.
Kembali kepada kematian Cleopatra, beberapa sejarawan berpendapat bahwa yang terjadi sebenarnya adalah sang firaun dibunuh oleh pengawal Oktavianus.
Namun, bukti ini sulit divalidasi, mengingat makam Cleopatra di Alexandria belum ditemukan. Padahal, jika makamnya bisa ditemukan, autopsi mungkin bisa dilakukan oleh para ilmuwan untuk membedah misteri.
Teori lain justru mengatakan bahwa Cleopatra meninggal karena koktail beracun, bukan karena gigitan ular. Sebab, orang Mesir sudah mempelajari tentang racun yang diracik.
Kemungkinan besar, jawaban dari cepatnya kematian Cleopatra disebabkan oleh racun yang mungkin saja digunakan dalam skenario pembunuhan.