Sebelum K-Pop, Pansori Sudah Merebut Hati Rakyat Kekaisaran Korea

By Cicilia Nony Ayuningsih Bratajaya, Minggu, 28 Mei 2023 | 14:25 WIB
Awalnya penyanyi pansori hanya laki-laki. Sejarah musik kekaisaran Korea ini mampu memberi warna perkembangan musik Korea dari waktu ke waktu (KOREA.NET)

Nationalgeographic.co.id—Perkembangan musik Kpop yang menyuguhkan penampilan dari boyband dan girlband dinilai mampu menarik perhatian berbagai kalangan.

Mengulik sejarah musik Korea maka akan kita temui  aliran musik tradisional Pansori yang dibawakan seperti  oleh seorang penyanyi dan penabuh genderang. Tradisi kekaisaran Korea ini, popular pada era dinasti Joseon.

Untuk dapat menguasai berbagai macam nada dengan vokal yang berbeda, penyanyi Pansori harus menjalani pelatihan yang ketat dan panjang. Selain itu penyanyi pansori juga harus menghafal perbendaharaan kata yang kompleks.

Pansori memiliki karakteristik musik nyanyian ekspresif dengan gerak tubuh, pengucapan unik, dan kaya akan perbendaharaan narasi layaknya storytelling.

Improvisasi narasi dengan menggabungkan budaya masyarakat kelas atas dan bawah sering dilakukan penyanyi pada pertunjukan yang bisa berlangsung hingga delapan jam ini.

Sejarah mencatat tepatnya pada abad ke-17 hingga akhir abad ke-19, pansori mendapat tempat di hati rakyat kekaisaran Korea.

Nyanyian epik kekaisaran Korea ini terdaftar dalam UNESCO sebagai Mahakarya Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia Pada 7 November 2003.

Kata “pan” memiliki arti ruang terbuka atau tempat orang banyak berkumpul dan “sori” memiliki arti nyanyian atau suara. Opera rakyat kekaisaran Korea ini biasanya dilakukan di pasar, alun-alun atau tempat terbuka.

Dengan kipas di tangan, seorang penyanyi pansori menggunakan kombinasi lagu (chang), narasi (sasol), dan isyarat dramatis (pallim) untuk bercerita. Sementara itu, penabuh drum memberikan irama yang sesuai untuk setiap lagu.

Sejumlah besar interaksi improvisasi terjadi antara penabuh drum dan vokalis sepanjang pertunjukan.

Mengutip Britannica, hanya lima dari dua belas siklus lagu asli pansori yang masih dipentaskan di abad ke-21. Siklus lagu atau madang membahas berbagai topik.

Siklus lagu Chunhyangga  adalah kisah cinta antara pria bangsawan dengan wanita yang berasal dasi kelas bawah yang mana seorang kisaeng atau penghibur wanita. Sementara itu Lagu tentang Siklus Sim Chong adalah kisah tentang seorang wanita yang mengorbankan dirinya untuk membantu ayahnya yang buta mendapatkan kembali penglihatannya.

Madang Sugungga atau Lagu Istana Bawah Laut yang satir dan jenaka menceritakan eksploitasi seekor kelinci di kerajaan laut.

Dalam nada yang lebih serius, siklus Lagu Hungbo mengisahkan tentang perjuangan persaudaraan antara yang baik dan yang jahat.

Menariknya, Chokbyokga atau Lagu Tebing Merah adalah sebuah madang yang berasal dari cerita novel kekaisaran Tiongkok abad ke-14 tentang sejarah Kisah Tiga Negara, dikenal masayarakat Tiongkok sanguozhi yanyi.  

Novel ini ditulis oleh Luo Guanzhong menggambarkan latar belakang sejarah pada zaman dinasti Han, disaat Tiongkok terpecah menjadi tiga negara dan saling bermusuhan.

Berbeda dengan pansori yang lebih independen dengan menampilkan seorang penyanyi dan penabuh drum, changgeuk yang lahir setelahnya memberikan pertunjukan teaterikal ()

Virginia Gorlinski seorang ahli etnomusikologi Asia mengatakan “Berbicara tentang fitur musik kekaisaran Korea yang tertanam pada pansori kaya akan melodi, irama, dan kualitas vokal.”

Melodi

Istilah cho  secara umum mengacu pada kerangka melodi pertunjukan pansori. Sebagian besar repertoar pansori dimainkan dalam salah satu dari tiga mode melodi utama: kyemyonjo, ujo, atau pyongjo. Semua mode ini menggunakan tangga nada pentatonik misalnya, e-g-a-c-d-e dengan kontur yang khas. Setiap nada memiliki karakter yang unik karena dibawa dengan asosiasi emosional yang pada akhirnya membantu memperkuat narasi. Kyemyonjo memancarkan perasaan sedih, ujo menciptakan suasana kemegahan dan semangat, dan pyongjo mewujudkan rasa ketenangan.

Irama

Irama dalam pansori disebut changdan. Setiap changdan dibedakan berdasarkan jumlah dan pembagian ketukan, pola aksen, dan tempo. Beberapa changdan, misalnya, memproyeksikan suasana ratapan, sementara yang lain menggambarkan kesenangan, penderitaan, atau ketegangan. Munculnya tokoh-tokoh tertentu seperti makhluk mitos dalam alur cerita juga disertai dengan changdan yang spesifik.

Kualitas Vokal

Kisaran nada pansori biasanya mencakup sekitar dua setengah oktaf. Pada rentang bawah dan menengah, penyanyi menggunakan kualitas vokal serak yang disebut surisong, yang dihasilkan dengan menegangkan pita suara sambil mendorong diafragma ke atas.

Karena sulit untuk mempertahankan kualitas ini di register atas, pemain biasanya menggunakan teknik falsetto untuk mencapai dan memproyeksikan nada yang lebih tinggi.

Kualitas vokal tertentu, terutama nada sengau dan vibrato yang berlebihan, dianggap tidak menarik dalam tradisi pansori.

Sejarah lahirnya pansori sebagai bentuk hiburan yang diakui bagi masyarakat kekaisaran Korea sekitar abad ke-17. Mulai populer pada akhir abad ke-18 dan pada pada abad ke-19 tradisi tersebut memperoleh banyak pengikut di kalangan kelas atas maupun kalangan bangsawan.

Seorang pemerhati pansori akhir dinasti Joseon kekaisaran Korea bernama Shin Jaehyo (1812–1884) memiliki kontribusi dalam sejarah perkembangan pansori, ia merekam enam cerita pansori menyusunnya kembali dengan gaya yang sesuai dengan selera kelas atas.

Dia juga menyusun repertoar pansori baru. Karena sebagian besar upaya tersebut, pansori pada akhir abad ke-19 berkembang menjadi bentuk hiburan teater yang kuat serta genre pertunjukan profesional. Hal ini menjadi perhatian istana  kekaisaran Korea dari Dinasti Joseon

Pansori diabad ke-20 dan ke-21

Seiring kehadiran pemerintahan Jepang (1910–1945) pansori menurun popularitasnya, Akibatnya, tradisi mengalami sejumlah perubahan.

Banyak penyanyi mulai memusatkan perhatian mereka pada changgeuk. Umumnya, sebuah drama changgeuk melibatkan dua puluh lebih aktor yang dikawal dengan tiga puluh lebih anggota orkeestra.

Berbeda dengan pansori yang lebih independen, changgeuk menjadi cabang pansori yang lebih teatrikal.

Untuk menyelamatkan sejarah pansori sebagai warisan kekaisaran Korea, pemerintah Korea Selatan menyatakan pansori sebagai "aset budaya tak berwujud" pada tahun 1964.

Tindakan ini terbukti membuahkan hasil. Ketika usaha ini dilakukan, rakyat akhirnya terdorong untuk melestarikan budaya kekaisaran Korea ini.

Pansori menjadi salah satu genre musik yang menonjol diantara seni panggung tradisional yang lain.