Ekspor Pasir Punya Dampak Buruk di Lingkungan Tempat Asalnya

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Senin, 29 Mei 2023 | 16:00 WIB
Isu penambangan pasir kembali mengemuka setelah pemerintah menerbitkan regulasi baru yang membuka kembali keran ekspor pasir laut dari Indonesia. (Calistemon/Wikimedia Commons)

Meski pasar ekspor-impor pasir telah dihentikan, masalah lingkungan akibat penambangan pasir masih terjadi karena aktivitas masih berlangsung. Dalam laporan bulan April 2022, UNEP mengungkapkan bahwa penggunaan sumber daya pasir meningkat tiga kali lipat dalam 20 tahun terakhir. Angkanya setara dengan 50 miliar metrik ton diekstrasi per tahunnya.

Sebuah makalah di jurnal Nature Sustainability pada bulan Mei 2022 memperingatkan perlu adanya tindakan yang serius dari pemerintahan di seluruh dunia tentang penambangan pasir. Studi tersebut memperkirakan, jika ekstraksi terus berlanjut, permintaan pasir global di sektor konstruksi dapat melonjak 45 persen pada tahun 2060.

Tahun ini, dikhawatirkan Indonesia membuka kembali keran perdagangan pasirnya. Sejumlah pihak menilai lewat Peraturan Pemerintah 26 tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut adalah sarana membuka kembali ekspor pasir.

"Pemerintah menggunakan istilah pengelolaan sedimentasi laut dalam PP No. 26/2023. Sebenarnya peraturan itu arahnya amat jelas untuk melegalkan penambangan pasir laut di mana-mana," kata Parid Ridwanuddin, Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), dikutip dari Kompas.id.

Jika perdagangan pasir dibuka kembali, ekosistem di pulau-pulau kecil di Indonesia bisa terancam. Parid menyebutkan, selain Pulau Nipa, ada tujuh pulau di Kepulauan Seribu, Jakarta yang tenggelam akibat tambang pasir laut.

”Presiden sering mengatakan di forum internasional bahwa Indonesia punya komitmen untuk menciptakan laut yang sehat dengan terus memperluas wilayah konservasi. Namun, kebijakan yang dikeluarkan seperti soal tambang pasir laut ini membuktikan komitmen pemerintah menjaga lingkungan laut yang sehat hanya retorika di atas mimbar,” tambah Parid.