Supaya Tidak Mencemari Lingkungan, Saatnya Beralih ke Ekowisata

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Senin, 5 Juni 2023 | 15:00 WIB
Didi Kaspi Kasim, Editor-In-Chief National Geographic Indonesia (kedua dari kiri) bersama Ramon Y. Tungka dan Wijaya Surya berbicara tentang manfaat ekowisata demi lingkungan laut Indonesia yang bersih dari sampah di Deep and Extreme Indonesia 2023, Jakarta Convention Center. (Donny Fernando/National Geographic Indonesia)

Pejalan atau wisatawan yang terlibat tentunya memiliki kesadaran dasar tentang lingkungan ini. Sehingga, mereka memiliki minat khusus untuk terlibat dalam wisata yang kegiatannya berupa bersih-bersih lingkungan.

Sampah mungkin bukan berasal dari destinasi wisata. Sampah mungkin terbawa arus dari kota padat penduduk yang kurang menyadari kebersihan lingkungan dan adanya kegiatan ekowisata.

"Kita membersihkan sampah orang lain yang enggak tahu ecotrips," kata Wijaya Surya, Founder Jakarta Paddle Club dan juga pegiat olahraga wisata air di Langit Biru Pertiwi dalam forum yang sama.

Wijaya sempat tinggal di Hong Kong. Dia melihat masalah pencemaran sampah plastik tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Di Hong Kong, sampah sering terbawa oleh kapal-kapal perdagangan internasional, sehingga menghasilkan limbah di laut.

Dia kembali ke Jakarta dan terlibat dalam kegiatan bersih-bersih sejak sembilan tahun silam. "Tidak berubah sih (sampah di Teluk Jakarta). Sama saja kalau kita sudah berdiri sembilan tahun tahun ini," lanjutnya.

Namun yang membedakan, kali ini kesadaran untuk membersihkan lingkungan mulai marak. Dengan kata lain, usaha pembendungan pencemaran laut sudah ada, walau sampah masih terus ada karena terbawa arus.

Divers Clean Action menggelar aksi pungut sampah di pesisir Pulau Rambut, Kepulauan Seribu. 'Sehari Menjadi Ranger di Pulau Rambut' adalah tajuk aksinya hari itu. (Toto Santiko Budi)

Dalam kegiatan paddling, Wijaya juga sering mengajak masyarakat yang berwisata untuk bisa terlibat dalam kegiatan bersih-bersih laut.

"Tujuan awalnya tuh ke pulau awalnya mereka hanya senang-senang, tetapi akhirnya mereka ikut juga," tuturnya. Selain mengajak komunitas, kegiatan ekowisata pun ditawarkan kepada perusahaan-perusahaan sebagai bentuk hiburan antarkaryawan.

Pada akhirnya membuka kesadaran bagi mereka tentang pentingnya menjaga lingkungan, dan terlibat dalam pelestarian.

Yang tidak kalah penting dalam ekowisata dan sebagai upaya menjaga kelestarian lingkungan, pariwisata semestinya melibatkan masyarakat yang dekat dengan alamnya. Misalnya, kalangan adat. Mereka, berdasarkan keyakinan leluhur yakni, memahami alam sekitarnya, dan memanfaatkannya seperlunya.

Beberapa kalangan adat di kawasan timur Indonesia menerapkan sasi. Sasi sendiri adalah masa di mana berbagai biota yang dilindungi tidak boleh diambil, hingga pada suatu hari dalam penanggalannya diperbolehkan. Pengambilannya pun tidak boleh sembarangan dan masa penangkapan hanya berlangsung beberapa hari saja.

Didi menerangkan, wisata kebudayaan menarik bagi wisatawan minat khusus, terutama dari luar negeri yang melihat keragaman di Indonesia. Lewat minat khusus budaya ini, wisatawan sebenarnya bisa dilibatkan dalam kegiatan tradisional kalangan adat dalam upaya pelestarian lingkungan.

"Sayangnya pariwisata belum dipandang menjadi sebuah mata pencarian bagi negara ini. Itu yang sebenarnya sekarang lagi kita perjuangkan bahwa kita harus memberikan sudut pandang kepada kebijakan. kepada investasi bahwa ini adalah sebuah pendapatan yang lebih berkelanjutan ketimbang kita berharap kepada industri oil and gas, misalnya," tambah Didi.

"Jadi ya, semoga bisa menjadi salah satu pintu pembuka bagi orang-orang yang sudah sedikit disconnected dengan alam dan sedikit lupa mengenai kearifan lokal yang seharusnya kita menjaga kita dan kita jaga juga," tutur Wijaya.