Dengan demikian, lewat Kojiki Kekaisaran Jepang periode Asuka ini membuat dokumen resmi untuk mengamini kedaulatan kaisar. Lewat naskah ini, mitologi Jepang menjadi penguat klaim secara klenik atas otoritas penguasa yang menjabat di Kekaisaran Jepang.
Bagian pengantar naskah juga disebutkan bahwa pihak kekaisaran punya banyak dokumen atau catatan yang menjadi rujukan cerita-cerita dalam Kojiki.
Pada jilid Nakatsumaki, Jimmu dikisahkan sebagai kaisar penakluk. Cerita sejarahnya berlanjut hingga kaisar ke-15, Ojin. Walau banyak nama-nama kaisar yang disebutkan, hanya saja hanya segelintir yang ditulis dengan rinci di Kojiki. Naskah Kojiki menyebut lokasi istana, nama keturunan, dan lokasi makam.
Kedangkalan cerita para kaisar di Kojiki pun berlanjut pada jilid ketiganya, Shimotsumaki. Kedua bab ini lebih banyak informasi yang rancu bagi para sejarawan, karena melibatkan berbagai cerita mitologi Jepang.
Selain Kojiki, Kekaisaran Jepang pada periode Nara (710—794) juga melakukan pencatatan sejarah. Catatan mereka disebut Nihon Shoki atau yang diterjemahkan sebagai Kronika Jepang. Isinya tidak jauh berbeda dengan Kojiki yang juga memuat mitologi Jepang.
Hanya saja, Nihon Shoki ditujukan sebagai naskah yang bisa diserahkan kepada bangsa asing untuk mengenal Jepang. Sementara Kojiki digunakan secara internal untuk pengetahuan masyarakat Jepang mengenai keluarga penguasa, dan klan-klan terkemuka.
Kemudian pada periode Heian (794—1185), catatan kerajaan lainnya berlaku dan menjadi wajib sebagai pelajaran. Mereka mengklaim bahwa karya mereka lebih tua daripada Kojiki. Nihon Shoki pun lebih punya pamor ketimbang Kojiki yang digunakan sebagai teks tambahan.