Sonoda mencatat bahwa kelas samurai jauh dari monolitik. Ada lebih dari seratus klasifikasi peringkat dalam masyarakat samurai.
Ada ruang untuk pemikiran baru dalam campuran ini. Selain itu, sistem panglima perang Tokugawa, yang berlangsung sekitar dua abad, secara bertahap mengubah samurai menjadi apa yang disebut Sonoda sebagai "pegawai negeri".
Mereka telah kehilangan status mereka sebagai prajurit independen pada pertengahan abad ke-19. Sonoda menyebut proses ini sebagai transisi dari "pengikut feodal menjadi birokrat patrimonial".
“Birokratisasi dan demiliterisasi masyarakat samurai memberi fitur perkembangan sejarah Jepang yang sangat berbeda dari para ksatria Eropa,” tulis Sonoda, seebagaimana dikutip dari JSTOR Daily.
Lalu setelah tahun 1840-an, gagasan tentang militer nasional mulai terbentuk. Kemudian pelanggaran paksa oleh Matthew C. Perry terhadap isolasi Jepang pada tahun 1853 mengarah pada perjanjian tahun 1854 yang "membuka" Jepang ke Barat.
Para samurai yang lebih muda menyadari betapa tertinggalnya teknologi mereka dibandingkan dengan kekuatan militer Barat. Mungkin yang lebih penting, mereka juga memahami bahwa organisasi militer sama pentingnya dengan persenjataan. Mereka ingin mereformasi seluruh konsep kekuatan militer di Jepang. "Interpretasi diri" mereka sebagai samurai sudah berjalan dengan baik pada tahun 1868 dan kini harus ditanggalkan.
“Kemerosotan kelas samurai merupakan akibat langsung dari reformasi militer yang dilakukan pada hari-hari terakhir rezim Tokugawa,” tulis Sonoda.
Hilangnya status samurai dari sistem kelas sosial dalam Kekaisaran Jepang ternyata berdampak baik. Egalitarianisme, setidaknya dalam hukum, menjadi mesin yang membawa Jepang ke monarki parlementer dengan tingkat melek huruf yang tinggi.
Yang menarik, beberapa pemuda cemerlang dari Restorasi Meiji itu adalah mantan samurai. Selain membentuk militer Jepang yang baru, para mantan samurai itu juga menjadi pegawai negeri, guru, pedagang, bahkan petani.
Sonoda menyebutnya "transformasi diri dari tingkat samurai menjadi pemegang jabatan modern". Sebagian besar mantan samurai lebih dari bersedia untuk memotong jambul khas mereka dan bergabung dengan borjuasi.
Dengan berbagai pekerjaan baru mereka yang mungkin tidak lebih dianggap terhormat dari sebelumnya, para mantan samurai ini tetap turut membangun dan memperkuat Kekaisaran Jepang. Kali ini dengan cara-cara yang lebih modern.