Membuka Peluang Bumi Bekerja Secara Alami dengan Pemugaran Alam Liar

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Senin, 19 Juni 2023 | 13:30 WIB
Alam punya caranya sendiri untuk pulih. Manusia harus membuka peluang bumi untuk bekerja secara otonom dengan pemugaran alam liar. (Ami Vitale)

Nationalgeographic.co.id—Untuk memperbaiki keseimbangan alam dan lingkungan yang telah rusak, tidak cukup sekadar penanaman kembali. Ekosistem dari habitat perlu dihidupkan, sehingga alam bisa secara sendirinya bekerja untuk memulihkan alam yang rusak.

Cara yang bisa membantu ekosistem pulih dengan sendirinya adalah dengan rewilding atau pemugaran alam liar. Konsep ini sebenarnya baru terdengar dalam satu dekade terakhir sebagai peluang bumi memulihkan dirinya dari kondisi kerusakan alam.

"Munculnya rewilding menandakan apa yang kita sebut narasi baru, narasi lingkungan yang baru dan penuh harapan," kata Paul Jepson dari lembaga konsultan lingkungan Credit Nature yang berbasis di Inggris.

Dengan pemugaran alam liar, ekosistem seperti rantai makan akan hidup, dan alam bisa asri dengan sendirinya. Tugas manusia, selanjutnya adalah melindunginya agar tidak rusak.

"Jadi jika kita berpikir tentang bagaimana kita berbicara tentang konservasi dan hubungan kita dengan dunia," lanjut Jepson di dalam diskusi daring "Rewilding: The Radical New Science of Ecological Recovery" yang diadakan oleh Society for Conservation Biology (SCB) Indonesia pada Jumat, 16 Juni 2023.

Jepson pernah berkunjung ke Indonesia. Dia melihat bahwa Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati, tetapi sedang menghadapi masalah keruntuhan akan kepunahan yang berhubungan dengan kerusakan iklim.

Alih-alih memperbaiki, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia, justru melakukan saling tuduh atas kerusakan keanekaragaman hayati. Sikap ini sebenarnya terdorong atas kecemasan kerusakan yang semakin nyata, hanya saja tidak solutif. 

"Pada dasarnya, dan kecemasan, narasi konservasi yang dibangun kembali, dan sebenarnya hanya bagaimana bertindak. Ini jauh lebih memberdayakan dalam arti tidak menyalahkan siapa pun," sambung Jepson.

Kerja sama akademik hingga regulasi

Kegiatan pemugaran alam liar membutuhkan berbagai kajian akademik seperti interaksi antara konservasi, sains, dan kenyataan di lapangan. Sebuah kajian diperlukan secara bersama-sama, yang kemudian diajukan kepada pihak berwenang untuk membentuk kawasan yang akan dikembalikan atau dibentuk kawasan alam liarnya.

Konsep pemugaran alam liar tidak hanya memperbaiki alam, tetapi memberi ruang untuk bisa hidup secara sendirinya. Aktivitas ini harus membangun kembali habitat bagi berbagai spesies, termasuk jenis predator.

Sederhananya, alam liar membutuhkan herbivor sebagai pengendali berbagai tumbuh-tumbuhan. Mereka tidak hanya sekadar memakan, tetapi juga memperbanyak limpahan biologis dan keanekaragaman hayati.

Penyeberangan satwa liar di jalanTrans-Kanada. Keberedaan jembatan ini menjaga satwa liar tetap di habitatnya tanpa terganggu aktivitas manusia. Dengan demikian, satwa liar bisa membantu alam bekerja dengan sendirinya untuk pulih dan lestari. (Coolcaesar/Wikimedia)

Lewat kotoran herbivor, mereka menghadirkan bakteri yang bisa memengaruhi kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman. Sementara, makanan herbivor seperti buah-buahan sering dibuang, yang memicu pertumbuhan vegetasi secara alami, tanpa harus ditanam oleh manusia.

Di satu sisi, perlu ada karnivora sebagai predator di puncak. Di sini, predator berperan sebagai pengendali populasi. Rantai makanan pun terbentuk, bersamaan dengan perlahan-lahan alam yang kembali bekerja secara sendirinya pada suatu kawasan.

"Pemugaran alam adalah pendekatan holistik, berbasis proses, dan terbuka untuk restorasi ekosistem yang termasuk dalam kerangka umum ekologi restorasi," terang Jepson. "Hewan-hewan menjadi perancang ekosistem yang mandiri di luar tangan manusia, dan solusi ekologi 'terbarukan' berbasis alam."

Sistem pulihnya alam dengan secara sendirinya memang terjadi di Indonesia, terang Muhammad Iqbal dari Restorasi Ekosistem Riau dan SCB Indonesia.

Misalnya, erupsi gunung vulkanik yang terjadi di berbagai tempat di Indonesia, memberi peluang bagi vegetasi tumbuh kembali dengan sendirinya. Dengan cara itu, hewan-hewan kembali mengisi alam liar, dan menghidupkan kembali ekosistemnya.

"Namun terkadang, sebelum pulih sendiri, terjadi gangguan kedua, dan kondisi hutan tidak pernah tercapai seperti kondisinya yang seperti dulu," tutur Iqbal di forum yang sama. "Makanya kita punya regulasi ekosistem ini, regulasi yang dikeluarkan pemerintah."

"Pengertian pemulihan ekosistem adalah untuk mencapai kepercayaan yang sama, yaitu kondisi pra-gangguan," lanjutnya.

Melibatkan masyarakat adat dan lokal

Stevanus (50 tahun) peserta dari Suku Mollo, menancapkan tiga batang kayu di atas sisa-sisa batu pertambangan. Tiga batang kayu itu menyimbolkan tiga suku masyarakat adat yang menginginkan kembali pengaturan hukum adat atas sumber daya alam mereka. (Feri Latief/National Geographic Indonesia)

Untuk menciptakan kembali alam liar sebagai peluang bumi menjadi lebih baik, tidak terlepas dengan melibatkan masyarakat adat dan lokal. Secara turun-temurun, masyarakat adat dan lokal memahami bagaimana mengelola alam dan menggantungkan hidup kepadanya.

Jepson menjelaskan, masyarakat adat dan lokal punya kearifan yang sebenarnya bisa dipetik sebagai cara memulihkan alam liar. Usaha pembangunan pada akhirnya memanfaatkan pemahaman masyarakat adat dan lokal tentang hubungan dengan alam sekitarnya, sebagai pencegahan perusakan alam.

Pelibatan masyarakat adat dan lokal pun perlu sebagai penggeraknya. Mereka dilibatkan dalam penentuan keputusan dan aktif terlibat dalam pelestarian, sehingga menjadi penentu keputusan sesuai yang mereka inginkan.

"Jadi, ini merupakan pendekatan pelengkap untuk merestorasi lahan yang terdegredasi parah," kata Jepson. "Prinsip pemugaran alam liar adalah bahwa manusia adalah bagian dari ekosistemm, dan kita juga adalah insinyur ekosistem".