Nationalgeographic.co.id - Di dunia hewan, semut adalah model yang sempurna untuk mempelajari kerja sama, terutama dalam hal mencegah penyebaran penyakit.
Mirip dengan rumah sakit, orang sehat merawat orang sakit. Namun, sementara rumah sakit telah menetapkan aturan triase untuk menentukan siapa yang harus dirawat terlebih dahulu, keputusan individu yang pada akhirnya membentuk kebersihan kolektif koloni semut masih belum jelas. Sampai sekarang.
Untuk mengungkap pengambilan keputusan individu semut ketika merawat anggota koloni, ahli biologi eksperimental Sylvia Cremer dan tim penelitiannya di ISTA telah bekerja sama dengan kolega dan fisikawan teoretis Gašper Tkačik dan matematikawan Katarína Boďová dari Universitas Comenius di Bratislava.
Hasil studi mereka telah diterbitkan di jurnal Nature Communications pada 3 Juni 2023 dengan judul “Dynamic pathogen detection and social feedback shape collective hygiene in ants.”
Para ilmuwan menggunakan semut kebun dan kuman jamur untuk memahami informasi apa yang diperhitungkan semut saat melakukan pilihan perawatan masing-masing.
Pengamatan terhadap perilaku semut dan analisis beban spora—jumlah spora jamur—dari setiap anggota koloni dari waktu ke waktu mengungkapkan bahwa semut lebih suka menargetkan teman sarang yang paling menular untuk perawatan.
Selain itu, semut tidak merawat semut lain setelah mereka merawat dirinya sendiri. Oleh karena itu, semut tidak hanya menilai tingkat penularan semut lain, tetapi juga peka terhadap umpan balik sosial yang mereka terima atas penularan mereka sendiri dari koloni.
Kombinasi unik dari aturan sederhana ini mengarah pada fakta bahwa anggota koloni yang paling menular dirawat oleh anggota koloni yang paling tidak menular, menghasilkan pengendalian penyakit tingkat koloni yang sangat efisien.
Semut sosial adalah ahli dalam pertahanan penyakit kooperatif, yang memunculkan perlindungan tingkat koloni yang disebut "kekebalan sosial"—upaya kolektif untuk mengurangi risiko penyakit dan penularan di seluruh koloni.
Pada studi sebelumnya telah menggambarkan bagaimana anggota koloni saling menjaga, khususnya dengan membersihkan kuman dan spora dari sarang yang terinfeksi dan menyemprotnya dengan bahan kimia desinfektan. Akan tetapi, bagaimana mereka tahu siapa yang harus mereka rawat?
Untuk menjawab pertanyaan ini, para ilmuwan menempatkan semut di lingkungan percobaan dengan dua anggota koloni, masing-masing membawa spora jamur dalam jumlah yang berbeda di luar.
Semut yang merawat kemudian dapat memutuskan bagaimana mengatur perawatan kesehatan mereka di antara dua teman sarang koloni. Setelah pengamatan perilaku yang cermat, Barbara Casillas, mahasiswa PhD sebelumnya di kelompok Cremer, mendeteksi fenomena menarik dalam pola dandanan semut.
Semut lebih suka menargetkan individu yang membawa jumlah spora tertinggi, yaitu individu yang mewakili risiko penyakit terbesar bagi koloni. "Semut biasanya memilih yang memiliki muatan spora tertinggi saat ini, meskipun muatan spora terus berubah karena perawatan itu sendiri," jelas Cremer. "Hal ini memungkinkan semut untuk secara dinamis bereaksi terhadap perubahan ancaman penyakit."
Namun, pendekatan eksperimental memiliki batasnya. Para ilmuwan dapat mengamati apa yang dilakukan semut tetapi tidak dapat menguraikan mengapa mereka melakukannya. Pengambilan keputusan individu yang membentuk perilaku kelompok tetap menjadi kotak hitam.
Matematikawan Katarína Bołová, asisten profesor di Universitas Comenius dan Gasper Tkačik, fisikawan teoretis di ISTA, bersama-sama menjawab tantangan tersebut.
Bersama-sama, tim mengungkap informasi mana yang digunakan semut dalam keputusan mereka tentang kapan harus melakukan perawatan dan siapa yang menjadi sasaran.
Boďová menjelaskan, "Semut mengikuti 'aturan praktis' yang sederhana: Saat mereka bertemu dengan semut lain dengan banyak spora, mereka cenderung akan merawat semut ini." Ini berarti bahwa semut tidak perlu mengingat muatan spora dari semua anggota koloni, tetapi hanya dapat mengandalkan informasi yang mereka kumpulkan dari kontak dengan semut di sekitar mereka.
Semut dapat bereaksi terhadap perbedaan minimal muatan spora, tetapi membuat keputusan yang lebih akurat jika perbedaannya lebih tinggi.
"Kami masih belum tahu bagaimana semut merasakan perbedaan muatan spora. Mungkin semut yang lebih menular memiliki aroma jamur yang lebih kuat," hipotesis Cremer. Publikasi kelompok baru-baru ini menunjukkan bahwa ergosterol—senyawa membran penting yang dimiliki semua jamur—bisa jadi merupakan isyarat yang mungkin untuk deteksi jamur.
Pendekatan teoretis juga mengungkapkan bahwa faktor penting lain yang relevan dengan aktivitas perawatan semut adalah kepekaan semut terhadap isyarat sosial yang diberikan oleh teman sarangnya.
Cremer menjelaskannya sebagai umpan balik sosial yang mencegah individu yang sangat menular untuk merawat individu lain dan dengan demikian membatasi risiko penyebaran penyakit selama pengasuhan.
Lebih dari sekadar observasi menarik tentang perilaku semut di dunia hewan, publikasi ini berupaya memahami pengambilan keputusan individu di dalam koloni.