Nationalgeographic.co.id—Studi baru-baru ini yang dipimpin oleh para ilmuwan di Laboratorium Nasional Lawrence Berkeley (Lab Berkeley) dan Universitas Zurich telah mengungkapkan bahwa senyawa organik yang diusulkan untuk penyerapan karbon di tanah yang dalam, sangat rentan terhadap dekomposisi akibat pemanasan global.
Temuan ini telah diterbitkan di jurnal Nature Geoscience pada 30 Maret bertajuk “Rapid loss of complex polymers and pyrogenic carbon in subsoils under whole-soil warming”.
Temuan ini melibatkan strategi utama dalam pengelolaan karbon yang bergantung pada tanah dan hutan—penyerap karbon alami—untuk memitigasi pemanasan global.
Sekitar 25 persen emisi karbon global ditangkap oleh hutan, padang rumput, dan padang penggembalaan. Selama fotosintesis, tumbuhan menyimpan karbon di dinding selnya dan di tanah.
Karena simpanan karbon yang kaya dari beberapa dekade yang lalu, tanah mengandung karbon dua kali lebih banyak daripada atmosfer, dan lapisan bawah tanah yang lebih dalam (lebih dari 20 sentimeter) menyumbang kira-kira setengah dari karbon tanah.
Namun seiring meningkatnya populasi global, permintaan kita akan lahan pertanian dan kayu baru juga meningkat.
Penelitian menunjukkan bahwa hal ini mengganggu alam, sehingga Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (IPCC) telah memperingatkan bahwa emisi dari deforestasi dan pertanian menyumbang sekitar seperlima dari gas rumah kaca global.
"Studi kami menunjukkan bahwa perubahan iklim akan memengaruhi semua aspek karbon tanah dan siklus hara. Hal ini juga menunjukkan bahwa dalam hal penyerapan karbon, tidak ada peluru perak," kata Margaret Torn, seorang ilmuwan senior di Area Ilmu Bumi & Lingkungan Berkeley Lab dan penulis senior studi tersebut.
"Jika kita ingin tanah mempertahankan penyerapan karbon di dunia yang memanas, kita perlu lebih baik praktik pengelolaan tanah, yang dapat berarti gangguan minimal terhadap tanah selama pengelolaan hutan dan pertanian."
Pada tahun 2021, Torn dan tim risetnya memberikan bukti fisik pertama bahwa suhu yang lebih hangat dapat menyebabkan penurunan signifikan dalam stok karbon yang tersimpan di tanah hutan yang dalam menimbulkan kerugian sebesar 33% selama lima tahun.
Dalam studi baru, Torn dan penulis pertama Cyrill Zosso dari University of Zurich mengungkap gambaran yang lebih jelas tentang tanah di dunia yang memanas. Kali ini, tim peneliti adalah yang pertama menunjukkan bahwa suhu yang lebih hangat menyebabkan penurunan yang signifikan dalam senyawa karbon organik tanah yang dibuat oleh tanaman selama fotosintesis.