Kisah Pilu Perjuangan 19 Samurai Muda 'Byakkotai' di Kekaisaran Jepang

By Sysilia Tanhati, Jumat, 23 Juni 2023 | 08:25 WIB
Di antara banyak pertempuran samurai, perjuangan memilukan para 19 samurai muda Byakkotai terus dikenang hingga kini. (Kobayashi Kiyochika)

Nationalgeographic.co.id - Pertengahan 1800-an adalah masa yang penuh dengan kekacauan di Kekaisaran Jepang. Saat itu, terjadi perubahan kekuasaan dari samurai ke Kaisar Jepang. Perseteruan itu membuat para samurai akhirnya menghilang selamanya dari Kekaisaran Jepang. Di antara banyak pertempuran, perjuangan memilukan para 19 samurai muda “Byakkotai” terus dikenang hingga kini.

Selama 264 tahun Era Edo (1603–1867), Kekaisaran Jepang diperintah oleh Shogun Tokugawa. Tahun-tahun kontrol ketat itu adalah masa yang relatif damai. Perbatasan ditutup. Interaksi asing terbatas pada beberapa kota pelabuhan yang diatur dengan ketat. “Yang paling terkenal adalah Dejima, pulau kecil buatan manusia di lepas pantai Kota Nagasaki,” tulis Diane Neill Tincher di laman More Than Tokyo.

Pada tahun 1854, Kekaisaran Jepang terguncang oleh perjanjian pertamanya dengan kekuatan Barat. Saat itu, shogun menyerah pada kekuatan mengintimidasi dari Komodor Perry dan kapal perang Amerikanya. Pintu air terbuka untuk perdagangan dan pengaruh Barat.

Pada tahun 1867, Shogun Tokugawa terakhir, Yoshimune, secara resmi mengundurkan diri. Secara seremonial, ia mengembalikan pemerintahan negara kepada kaisar, Pangeran Mutsuhito yang berusia 14 tahun. Kelak kaisar itu dikenal dengan sebutan Kaisar Meiji.

Tidak semua orang senang dengan perubahan ini.

Sekelompok samurai tak bertuan, yang disebut shishi atau patriot, berunjuk rasa untuk tujuan “Hormati kaisar, usir orang barbar”.

Domain pun saling berpihak. Itu adalah domain yang mendukung pemerintahan baru kaisar dan terbuka untuk pengaruh Barat. Satu lagi adalah domain yang ingin mempertahankan samurai atau shogun yang memimpin Kekaisaran Jepang.

Perang saudara pecah pada Januari 1868. Tokugawa Yoshimune memimpin pasukan melawan Kyoto dan dikalahkan oleh pasukan Satsuma dan Choshu. Berada di Provinsi barat, pasukan itu adalah andalan kekaisaran.

Pertempuran berlanjut ke Edo, tempat pemimpin Satsuma, Saigo Takamori, merundingkan penyerahan Kastel Edo. Dengan kekalahan Edo, Yoshimune menyerah dan pensiun ke Shizuoka.

Meski sudah kalah, para loyalis Tokugawa tetap bertahan. Medan pertempuran bergerak ke utara, ke domain Aizu, di Fukushima. Di sanalah para samurai muda “Byakkota” mengorbankan jiwanya.

Byakkotai, unit Harimau Putih

21 putra berusia 16–17 tahun dari samurai lokal membentuk kelompok Harimau Putih “Byakkotai”. Itu adalah salah satu unit tentara Aizu.

Setelah melarikan diri dari kekalahan dalam pertempuran melawan pasukan pemerintah baru, mereka berjalan melalui terowongan ke Bukit Iimori. Bukit itu menghadap ke Kastel Aizu. Di sana mereka menunggu perintah dan merawat samurai lain yang terluka setelah bertempur.

Pertempuran berkecamuk di kota. Asap mengepul dari kastel. Para samurai muda itu menyaksikan dengan ngeri dari tempat mereka bertengger di lereng bukit. Apakah pemimpin mereka terbunuh? Apakah keluarga mereka mati?

Siap untuk semua kemungkinan terburuk, para pemuda rela untuk mati saat itu.

Dalam pikiran mereka, menyerah adalah tidak ada dalam “kamus” mereka. Dipenuhi oleh emosi, samurai muda itu merasa satu-satunya jalan keluar yang terhormat adalah melalui seppuku, ritual bunuh diri para samurai. Kematian yang mulia ini adalah karma yang baik.

“Mereka bisa berharap untuk dilahirkan kembali ke dalam keluarga pejuang lainnya di kehidupan selanjutnya,” tambah Tincher.

Para samurai muda itu pun berlutut dan menancapkan pedang pendek mereka ke perut. Darah pun tumpah ke tanah.

Semua mati kecuali seorang samurai.

Orang yang selamat, Iinuma Sadakichi, diselamatkan oleh seorang petani. Melalui dia, Kekaisaran Jepang kelak mengetahui kisah para pemuda pemberani dan mulia ini.

Tragedi dari cerita ini adalah kastel itu tidak terbakar. Kota di depan kastel-lah yang sedang terbakar. Dan dari pandangan jauh mereka di Bukit Iimori, asap yang mengepul tampaknya berasal dari kastel yang berusaha mereka pertahankan.

Jenazah Byakkotai ditinggalkan di gunung. Sebulan kemudian Aizu jatuh ke tangan pasukan Kekaisaran Jepang. Pemerintah memberikan izin bagi jenazah samurai muda untuk dikebumikan.

Makam samurai muda itu tetap berada di Bukit Iimori, tidak jauh dari tempat mereka melakukan seppuku, bunuh diri demi kehormatan. Peziarah sering mempersembahkan dupa dan doa untuk istirahat damai mereka. (Public Domain)

Penguasa Aizu, Matsudaira Katamori, menulis puisi kenangan untuk para pemuda.

     Tidak peduli berapa banyak orang

     Cuci batu dengan air mata mereka,

     Nama-nama ini

     Tidak akan pernah hilang dari dunia.

Makam pemuda itu tetap berada di Bukit Iimori, tidak jauh dari tempat mereka melakukan seppuku, bunuh diri demi kehormatan. Peziarah sering mempersembahkan dupa dan doa untuk istirahat damai mereka.

Medan perang perang saudara terus bergerak ke utara, sampai, pada bulan Juni 1869, loyalis Tokugawa di Hokkaido akhirnya menyerah. Kaisar Meiji memerintah Kekaisaran Jepang sampai kematiannya pada tahun 1912. Saat itu, samurai pun menghilang dari Kekaisaran Jepang.