Ini Samurai Pelopor Tradisi Bunuh Diri Terhormat di Kekaisaran Jepang

By Sysilia Tanhati, Kamis, 22 Juni 2023 | 14:30 WIB
Sejarah seppuku tidak jelas dan sulit untuk melacak awal dari ritual bunuh diri terhormat. Ritual ini biasa dilakukan para samurai di Kekaisaran Jepang. (Utagawa Kuniyasu)

Nationalgeographic.co.id - Sejarah seppuku tidak jelas dan sulit untuk melacak awal dari tradisi bunuh diri terhormat. Tradisi ini biasa dilakukan para samurai di Kekaisaran Jepang.

Namun, tampaknya catatan pertama tentang seppuku terjadi di medan perang sebagai sarana untuk melarikan diri. Ditangkap oleh musuh, samurai atau prajurit Kekaisaran Jepang lebih suka bunuh diri alih-alih dieksekusi dengan pemenggalan kepala.

“Samurai pertama yang bunuh diri dengan mengiris perutnya adalah Minamoto no Tametomo (1139-1170),” tulis A. Sutherland di laman Ancient Pages. Sebagai samurai, ia dikenal sebagai pemanah sakti yang pernah menenggelamkan seluruh kapal Taira hanya dengan satu anak panah. Konon Tametomo yang legendaris memilih untuk melakukan Seppuku.

Seppuku adalah bentuk ritual bunuh diri di Kekaisaran Jepang.

Banyak orang yang tinggal di dunia Barat percaya itu adalah tindakan yang mengerikan dan biadab. Akan tetapi, menurut cara berpikir orang Jepang, seppuku (memotong perut) berarti kematian yang terhormat. Kematian yang terhormat lebih diinginkan daripada hidup yang sia-sia karena malu.

Seorang samurai diharapkan menunjukkan keberanian, keadilan, penghormatan kepada para dewa, dan kemurahan hati terhadap mereka yang lebih lemah.

Meninggal secara terhormat dinilai lebih penting daripada panjang umur. Menurut standar Jepang kuno, bunuh diri bukanlah tindakan pengecut.

Sejarawan berpendapat bahwa masyarakat di Kekaisaran Jepang di masa lalu mungkin telah belajar tentang seppuku dari orang Tiongkok. Pasalnya, seppuku membutuhkan pedang dan pembuatan pedang baru dimulai di Kekaisaran Jepang pada abad kedua Sebelum Masehi. Jadi kecil kemungkinannya bahwa penduduk asli Jomon mempraktikkan jenis ritual bunuh diri ini.

Periode Jomon adalah era sejarah paling awal dari sejarah Kekaisaran Jepang yang dimulai sekitar 14.500 Sebelum Masehi.

Sumber Tiongkok kuno, seperti The Annals of Lu Buwei, memuat kisah tentang orang-orang yang bunuh diri dengan pedang.

Minamoto no Tametomo dikenal sebagai pemanah sakti yang pernah menenggelamkan seluruh kapal Taira hanya dengan satu anak panah. Konon Tametomo yang legendaris memilih untuk melakukan Seppuku. (Tsukioka Yoshitoshi)

Salah satu teks Tiongkok kuno menjelaskan beberapa kisah pemotongan perut pertama yang diketahui:

“Tentara Di tiba dan menemukan Adipati Yi di Rongze, tempat mereka membunuhnya. Mereka memakan semua dagingnya, hanya menyelamatkan hatinya. Ketika dia tiba di rumah, Hong Yan melaporkan misinya. Dia telah selesai, dia berteriak ke Surga dan terisak-isak berhenti hanya setelah semua kesedihan terkuras darinya. Kemudian berkata, 'Pelayanmu meminta agar dia menjadi pakaian luarmu.' Ia kemudian bunuh diri dengan memotong perutnya dan memasukkan hati Adipati Yi ke dalam tubuhnya. (Sejarah Lu Buwei)”

Pengetahuan tentang seppuku menyebar dan Kekaisaran Jepang mulai mengadopsi ritual bunuh diri. Minamoto no Tametomo bertugas di pihak mantan Kaisar Sutoku selama Pemberontakan Hogen (28 Juli - 16 Agustus 1156). Itu adalah sebuah konflik antara Sutoku dan adik laki-lakinya, Kaisar Go-Shirakawa yang berkuasa.

Samurai Minamoto no Tametomo menyarankan strategi untuk menyerang pasukan Kaisar Go-Shirakawa. Sayangnya, Sutoku mengabaikan rencana tersebut dan pemberontakan pun gagal. Hukuman pihak yang menang sangat brutal dan semua pemberontak Minamoto dieksekusi dengan pemenggalan kepala.

Samurai Minamoto no Tametomo dihukum dengan memotong urat di lengan busurnya. Musuh-musuhnya menyelamatkan hidupnya dan dia dikirim ke pengasingan. Beberapa tahun kemudian, Minamoto no Tametomo yang penuh dendam menghadapi musuhnya sekali lagi di Honshu utara. Saat itu, ia menembakkan panah yang menghancurkan kapal Taira.

Dalam buku The Samurai: Swords, Shoguns and Seppuku, Ben Hubbard menulis, “Tembakan terakhir itu akan melewati dua sisi muatan kapal samurai Taira dan menenggelamkannya.”

Namun, pada akhirnya, Taira menjebak Tametomo di sebuah rumah. Di tempat itu, sang samurai kemudian melakukan bunuh diri terhormat. Ia membelah perutnya sambil berdiri dengan punggung bersandar pada pilar. Tindakannya kelak diikuti oleh para samurai di Kekaisaran Jepang.

Bagaimana seppuku dilakukan?

Bila samurai tidak berada di medan perang atau ditawan musuh, seppuku dilakukan dengan ritual tertentu.

Samurai yang berniat bunuh diri harus memiliki waktu dan tanggal yang ditetapkan untuk tindakan tersebut. Setelah mengetahui tempat dan tanggal, persiapan dapat dilakukan.

Sekotak sutra akan diletakkan di atas tanah, di mana samurai akan berlutut di seiza dengan tanto diletakkan di depannya. Tanto adalah belati pendek yang dikenakan bersama dengan katana dan wakizashi.

“Samurai akan membuat puisi kematian yang ditinggalkan untuk anak cucu,” tulis Michael Smathers di laman The Collector.

Ia kemudian akan membuka kerah kimononya untuk memperlihatkan perutnya sambil menggenggam tanto pada bilahnya. Sang samurai kemudian menusukkannya ke perutnya dengan ujung ke atas.

Bagaimana seppuku berlangsung pada titik ini bergantung pada ketabahan samurai yang bersangkutan. Dia harus menanggung penderitaan selama mungkin tanpa merusak ketenangan.

Ketika penderitaan menjadi tak tertahankan, kaishakunin akan memotong leher hingga hampir memenggal kepala samurai itu. Kata hampir menunjukkan kontrol luka dan mencegah kepala yang terpenggal menumpahkan darah ke tanah.

“Dalam kepercayaan Shinto, setiap bagian tanah yang tersentuh darah atau mayat dianggap najis,” Smathers menambahkan lagi.

Jika pemotongan leher tidak terjadi setelah tusukan pertama, samurai akan menarik tanto melewati perutnya. Ia kemudian membuat potongan vertikal kedua hingga ke jantung.

Ditunjuk sebagai kaishakunin dianggap sebagai tanggung jawab yang serius. Kegagalan untuk melakukannya dengan benar merupakan hal yang memalukan.

Seppuku dianggap sebagai rahmat di medan perang. Itu kesempatan bagi samurai Kekaisaran Jepang untuk mati dengan cara mereka sendiri jika pertempuran tidak menguntungkan mereka.