Hindia Belanda dan Pesona Tropis Memesona dalam Sejarah Kolonial

By Galih Pranata, Selasa, 27 Juni 2023 | 10:00 WIB
Lukisan Raden Saleh yang menggambarkan stasiun surat di pedesaan Jawa. Pesona tropis pedesaan Jawa yang memesona menjadi satu warisan sejarah kolonial yang menakjubkan dunia barat. (Wikimedia Commons)

Nationalgeographic.co.id—Hindia Belanda yang sejatinya merupakan negara kepulauan dengan bentang alamnya yang menakjubkan, sudah diakui sejak lama keindahannya oleh orang-orang Eropa.

Lanskap pedesaan dan bentang alam tropis adalah keajaiban yang pernah ada di Bumi Pertiwi. Begitupun faktanya, keindahan alam merupakan salah satu tujuan utama para pelancong untuk datang menyaksikannya.

Pada abad ke-19, keindahan alam tropis yang terbentang di khatulistiwa menjadi fantasi yang terbayangkan oleh bangsa-bangsa Barat, seperti halnya Amerika dan Eropa.

Tak cuma tanah perkebunannya yang subur dan menguntungkan, suasana tropisnya memanjakan mata. Wajar saja, dalam kurun sejarah kolonial, lanskap tropis Hindia Belanda tergambar dalam banyak lukisan maupun fotografi kolonial.

Pesona dan eksotisme alam tropis seakan menyihir para petualang, evolusionis, ilmuwan, orientalis dan masyarakat awam dari bangsa Barat. Mereka datang untuk menjelajahi Nusantara.

Seperti yang dilaporkan oleh Yuri Visser kepada Historiek dalam artikelnya De reis van Andries Beeckman naar Batavia terbitan 22 Maret 2014, mengisahkan perjalanan Andries Beeckman ke Hindia Belanda.

"Selama perjalanannya, Beeckman membuat laporan visual yang luas dan penuh warna tentang penghuni dan hewan yang ia temui di Hindia Belanda," tulis Yuri. Sejarah kolonial mencatat, perjalanan Beeckman mewarisi karya lukisnya yang populer.

"Ia mendemonstrasikan pandangan yang sangat jelas tentang keragaman jenis populasi yang sangat besar, dengan segala perbedaannya, yang telah dia tangkap secara akurat," imbuhnya.

Bagi Beeckman, Hindia Belanda adalah balutan menawan dari heterogenitas yang harmoni. Beeckman menekankan 'keberbedaan' dalam lukisannya, tanpa stereotip di setiap lukisannya.

Banyak lukisan monumental yang dibuat oleh Beeckman dari perjalanannya. Ada tentang negosiasi Cina, wanita di pasar dengan buah dan sayuran, keberadaan orang Eropa di Hindia Belanda dan bermain sepak bola Jawa.

Lukisan cat minyak karya Andries Beeckman yang menggambarkan Kastil Batavia dilihat dari Kali Besar. (Tropenmuseum/Wikimedia)

Keanekaragaman yang tergambar dalam kanvas karya Beeckman juga diakui dalam banyak catatan sejarah kolonial. Gregorius Andika Ariwibowo menulis tentang pesona tropis Hindia Belanda dalam jurnal Patanjala berjudul Wisata Alam di Keresidenan Priangan Pada Periode Akhir Kolonial (1830-1942) yang terbit pada September 2015.

Dalam jurnalnya, ia menyebut bahwa keanekaragaman hayati, pesona eksotika budaya timur, alam liar yang misterius, kehidupan manusia yang sederhana dan tradisional, menjadi imajinasi yang menumbuhkan rasa penasaran orang-orang kulit putih untuk datang dan berkunjung.

"Di Eropa, dunia tropis Nusantara pertama kali muncul melalui cerita-cerita perjalanan dan buku-buku yang berisi tentang situasi dan kondisi kehidupan alam, budaya, dan masyarakatnya," tulisnya.

Nusantara yang kemudian menjadi bagian dari Kerajaan Belanda, Hindia Belanda, mulai bergerak dalam industri pariwisata alam. Tulisan mengenai Hindia Belanda, terutama Jawa pertama kali disusun oleh Thomas Stamford Raffles melalui bukunya yang berjudul History of Java (1817) yang menjadi warisan sejarah kolonial tentang gambaran Jawa.

Buku ini berisi tentang banyak hal mengenai Pulau Jawa, mulai dari flora dan fauna, kekayaan alam yang dimiliki, kehidupan sosial dan budaya masyarakatnya. Ada pula tentang sistem pemerintahan dan ekonomi, serta peninggalan sejarah di pulau ini.

Salah satu faktor penting yang mendukung kunjungan para pelancong ke Hindia Belanda adalah keberadaan Pameran Kolonial Internasional yang digelar pertama kali di Amsterdam, Belanda pada tahun 1883.

"Pertunjukan dan penampilan budaya dari Hindia Belanda justru menjadi daya tarik utama dari pameran ini," imbuh Gregorius.

Pameran sejarah kolonial ini menjadi pertunjukkan menarik bagi dunia Barat.

Pada Pameran Kolonial Internasional pertama ini, ditampilkan keseluruhan bentuk pedesaan tradisional di Jawa, serta keseharian dari para penduduknya yang tinggal di Hindia Belanda.

Menurut Christiane Demeulenaere Douyère pameran kolonial ini membawa dampak bagi perkembangan turisme di kawasan daerah-daerah jajahan.

Kondisi pedesaan Jawa di masa kolonial dalam lukisan karya Raden Saleh. (Smithsonian American Art Museum/Wikimedia Commons)

Hal ini terjadi karena pameran kolonial ini mempertemukan antara dua kebudayaan dan peradaban yang meskipun dibatasi oleh diskriminasi dan rasisme yang terjadi pada masa itu. Namun, itu justru mengundang ketertarikan bangsa Eropa.

Bloembergen dalam tulisan Gregorius mengatakan bahwa ini merupakan suatu ajang pameran dunia “primitif” dan “eksotis” dari peradaban “lain” di belahan dunia timur kepada masyarakat “modern” Eropa.

Namun, menurutnya, hal ini juga mendorong ketertarikan orang-orang Eropa untuk mempelajari dan mengetahui, kemudian mengunjungi agar dapat melihat langsung kelestarian pedesaan dan kehidupan penduduk bumiputera di Hindia Belanda yang eksotis.

Melalui rangkaian foto, berita perjalanan, buku-buku, pameran kolonial ini dan catatan sejarah kolonial, dunia timur yang tadinya merupakan terra incognita (dunia yang tidak diketahui), menjadi terra fantastica (dunia yang menakjubkan).

Betapapun, sejarah kolonial telah membuktikan tentang wawasan dunia timur (Hindia Belanda) sebagai destinasi yang tak bisa dilewatkan. Terlebih, lukisan dan potret menakjubkan tentang lanskapnya menjadi keajaiban yang pernah ada.