Dunia Hewan: Selidik Perilaku Induk Monyet Memakan Mayat Bayinya?

By Ricky Jenihansen, Rabu, 5 Juli 2023 | 10:00 WIB
Induk monyet di Eropa memakan mayat bayinya, dan ini adalah perilaku langka di dunia hewan. (Casetta et al.)

Nationalgeographic.co.id—Perilaku langka telah terjadi di dunia hewan, seekor induk monyet di kebun binatang di Eropa dilaporkan telah memakan mayat bayinya yang berusia 8 hari.

Mayat bayi tersebut dimakan setelah sang induk menggendong mayat bayinya selama 2 hari.

Sebelum memakan mayat bayinya, sang induk terlihat berulang kali mencoba untuk menangkap tatapan mayat bayinya. Ia kemudian membuat mayat bayinya di sekitar kandang, sebelum kemudian ia memakan mayat bayinya.

Jadi apa yang sebenarnya telah terjadi, dan mengapa induk monyet melakukan hal itu?

Menurut para ahli, perilaku tersebut memang perilaku yang sangat jarang terjadi di dunia hewan, sesuatu yang sangat langka. Tapi hal itu memiliki manfaat bagi induknya di kemudian hari.

Tindakan induk yang tidak biasa di dunia hewan itu, menurut ahli, dapat meningkatkan peluangnya untuk memiliki anak lagi di masa depan.

Pada Agustus 2020, monyet dril betina (Mandrillus leucophaeus), bernama Kumasi, melahirkan di taman safari Dvůr Králové di Republik Ceko. Namun delapan hari kemudian, bayi tersebut mati.

Penyebab kematian bayi monyet tidak pernah ditentukan. Tetapi bayi tersebut tidak dianggap dalam kondisi kesehatan yang buruk saat lahir.

Kumasi membawa jenazah anaknya di sekitar kandangnya selama hampir dua hari dan mencegah penjaga untuk memindahkan jenazahnya. Kumasi sepertinya menyangkal bahwa anaknya telah mati.

Namun menjelang akhir hari kedua, keadaan berubah menjadi buruk saat Kumasi mulai memakan mayat bayinya.

Kumasi telah menelan sebagian besar mayat bayinya, sebelum tubuhnya akhirnya dibuang. Tidak ada monyet lain di kandang yang memakan sisa-sisanya.

Para peneliti yang sedang mempelajari monyet-monyet dril mencatat seluruh peristiwa itu. Tim menggambarkan peristiwa tersebut dalam studi baru yang diterbitkan 27 Juni 2023 di jurnal Primates.

Jurnal itu diterbitkan dengan judul "Record of thanatology and cannibalism in drills (Mandrillus leucophaeus)."

Jurnal itu juga memuat video Kumasi menggendong dan memakan anaknya. Tapi ada peringatan, beberapa orang mungkin menganggap video itu mengganggu.

"Tidak jelas berapa kali kanibalisme bayi telah didokumentasikan, tetapi "sangat jarang," kata rekan penulis studi Elisabetta Palagi, seorang ahli biologi primata di University of Pisa di Italia.

"Dalam literatur ilmiah, Anda hanya dapat menemukan laporan anekdot," katanya kepada Live Science.

"Ini menjadikan insiden kanibalisme bayi baru-baru ini sebagai salah satu kasus yang paling banyak dipelajari hingga saat ini," tambahnya.

Kumasi mengambil mayat bayinya dan mulai memakannya. (Casetta et al)

Pada hari-hari setelah bayi itu meninggal, Kumasi menjaga bayinya tetap dekat dengannya. Sementara monyet-monyet lainnya datang untuk memeriksa tubuh tak bernyawa anak itu.

Sang induk mungkin berduka untuk anaknya, tetapi para peneliti menduga bahwa dia sebenarnya tidak yakin atau tidak mau menerima bahwa anaknya telah mati.

Kumasi terus-menerus menempatkan wajahnya di depan garis mata mayat seolah mencoba untuk menatap mata bayinya.

"Monyet dan kera sering memeriksa wajah bayinya yang mati seperti ini, mungkin untuk melihat gerakan matanya," kata Palagi.

"Ketika ibu tidak menerima umpan balik dari bayinya, itu mungkin berarti ada sesuatu yang salah."

Seiring berjalannya waktu dan dia tidak mendapat jawaban, Kumasi menjadi gelisah dan mulai menyeret dan melempar mayat itu ke sekitar kandang.

Apa yang terjadi selanjutnya, dari sudut pandang manusia, adalah tindakan yang mengerikan.

Namun, para peneliti percaya bahwa Kumasi memiliki alasan yang baik untuk melahap anaknya yang telah mati.

“Jika kita mempertimbangkan investasi energi reproduksi yang luar biasa dari ibu primata, kanibalisme dapat dianggap sebagai sifat evolusioner adaptif yang membantu ibu memulihkan energi setelah melahirkan,” kata Palagi.

"Ini dapat meningkatkan peluang keberhasilan reproduksinya di masa depan," tambahnya.

"Fakta bahwa induk tidak berbagi bangkai dengan anggota kelompok lain mendukung hipotesis manfaat kanibalisme (sebagai sumber) gizi," kata Palagi. ,

"Karena yang lain tidak membutuhkan nutrisi tambahan."

Ini bukan pertama kalinya kanibalisme bayi dijelaskan sebagai cara untuk meningkatkan keberhasilan reproduksi.

Pada tahun 2019, para peneliti yang mengamati populasi monyet capuchin berwajah putih (Cebus imitator) di sebuah taman nasional di Kosta Rika menyaksikan hal serupa.

Seekor betina memakan mayat bayi setelah jatuh dari pohon. Betina itu bukan induk dari bayi itu, tetapi dia melahirkan dua minggu kemudian.

Hal itu menunjukkan bahwa dia hanya melakukan kanibalisme untuk mendapatkan nutrisi tambahan untuk keturunannya sendiri.

Para peneliti dari studi baru-baru ini percaya usia bayi drill juga bisa berpengaruh terhadap perilaku kanibalisme.

"Semakin muda bayinya, semakin kecil kemungkinan keterikatan ibu-bayi menjadi cukup kuat untuk mencegah kanibalisme ibu pada bayi yang mati," kata Palagi.

Namun para peneliti tidak percaya penangkaran monyet berperan dalam kematian bayi atau kanibalisme dari induknya.

Hal itu karena kebun binatang melakukan upaya untuk membuat kehidupan monyet menjadi menarik, kata para peneliti.

Dan upaya ini meluas ke primata lain di taman safari. Misalnya, pada tahun 2021, penjaga memasang layar besar di kandang simpanse.

Tujuannya untuk memungkinkan kera bertatap muka dengan simpanse lain yang tinggal di kebun binatang Ceko lainnya di Brno.

Pertemuan virtual diadakan untuk membantu menggantikan interaksi sosial dengan pengunjung. Mengingat, pandemi Covid-19 telah menjauhkan interaksi itu dan terbukti sangat populer di kalangan simpanse.