Sejarah Penggunaan Senjata Api oleh Samurai di Kekaisaran Jepang

By Sysilia Tanhati, Kamis, 6 Juli 2023 | 13:00 WIB
Seperti katana, senjata api menjadi bagian dari sejarah dan identitas para samurai Kekaisaran Jepang. (Public Domain)

 

Nationalgeographic.co.id—Pada akhir Juni 2019, seorang nelayan di Fukuoka secara tidak sengaja menemukan senapan kancing sumbu (matchlock). Dalam kondisi berkarat, senapan itu diperkirakan berasal dari abad ke-16.

Setelah diteliti, diketahui kemungkinan nama pembuat senapan dan keluarga samurai yang kemungkinan besar memesannya. Hal ini pun menimbulkan pertanyaan penting: selain pedang, apakah samurai Kekaisaran Jepang juga menggunakan senjata api selama bertempur?

Penggunaan senjata api di Kekaisaran Jepang

Secara luas, katana dikenal sebagai pedang sekaligus jiwa seorang samurai. Lalu bagaimana dengan senjata api? Senjata api sebenarnya memiliki sejarah yang panjang dan menarik di Kekaisaran Jepang.

“Senjata api menjadi bagian dari sejarah samurai, seperti katana,” tulis Cezary Jan Strusiewicz di laman Tokyo Weekender. Katana adalah pedang yang digunakan oleh samurai.

Faktanya, keduanya dapat ditelusuri asal-usulnya hingga masa invasi Mongol ke Kekaisaran Jepang. Terjadi pada tahun 1274 dan 1281, invasi Mongol memaksa Kekaisaran Jepang untuk mendesain ulang pedang mereka.

Hal itu dilakukan sebagai upaya untuk menembus baju besi kulit yang keras yang dikenakan tentara Mongol. Hal itu akhirnya mengarah pada pengembangan katana seperti yang kita kenal sekarang.

Di saat yang sama, Kekaisaran Jepang pun menemukan informasi perihal kekuatan bubuk mesiu dalam pertempuran. Saat itu tentara Mongol menyerang samurai Kekaisaran Jepang dengan granat keramik dan panah yang meledak. Mongol juga menggunakan senjata seperti tabung sederhana yang disebut teppo (meriam besi).

Namun, senjata api tersebut masih terlalu primitif untuk diproduksi secara massal untuk pertempuran. Saat itulah Portugis muncul.

Senapan tanegashima

Pada tahun 1543, sebuah kapal Tiongkok dengan pelaut Portugis terpaksa berlabuh di pulau Tanegashima Jepang. Peristiwa itu menandai salah satu kontak resmi pertama antara orang Jepang dan orang Eropa.

Penguasa pulau membeli dua senapan arquebus (bedil sundut atau senapan sulut) buatan Portugal dari para pelaut. Dalam dekade berikutnya, Kekaisaran Jepang meniru desain mereka dan memproduksi lebih dari 300.000 senapan tanegashima atau hinawaju (smoking gun) mereka sendiri. Tentu saja, penggunaan senapan api itu dengan cepat diadopsi oleh samurai.

Butuh waktu bertahun-tahun untuk melatih pemanah tempur dengan benar. Sementara itu, mengoperasikan senapan api bisa dipelajari lebih cepat oleh para samurai.

Tanegashima kuno. (Public Domain)

“Namun, senjata tidak serta merta mengubah cara bertempur,” tambah Strusiewicz. Meskipun sangat canggih pada masanya, arquebus memiliki jangkauan efektif yang pendek dan rentan terhadap cuaca hujan.

Ditambah lagi, waktu pengisian yang lama membuat mereka kalah dengan kekuatan pemanah berpengalaman. Tapi kata kuncinya di sini adalah “berpengalaman”.

Butuh waktu bertahun-tahun untuk melatih pemanah tempur dengan benar, sementara mengoperasikan senapan dapat dipelajari lebih cepat. Karena alasan itu, tanegashima pun semakin populer di kalangan prajurit infanteri atau samurai.

Tetap saja, banyak komandan samurai pada saat itu lebih suka memenangkan pertempuran dengan cara lama. Seperti mengepung benteng, mengganggu jalur pasokan atau mengobarkan perbedaan pendapat di antara pengikut lawan mereka. Senjata api tidak benar-benar berpengaruh pada taktik tersebut. Saat itulah Oda Nobunaga muncul.

Peran Oda Nobunaga dalam penggunaan senjata api di Kekaisaran Jepang

Salah satu tuan tanah feodal dan komandan militer paling terkenal dalam sejarah, Oda Nobunaga melihat potensi senjata api sejak awal. Ia pun memesan 500 senjata api untuk pasukannya pada tahun 1549.

Nobunaga mengembangkan teknik baru seperti formasi lebih terkoordinasi untuk di medan pertempuran. Setelah itu, senjata api terbukti menjadi senjata yang efektif selama Pertempuran Anegawa dan Pertempuran Nagashino.

Penggunaan senjata api tumbuh begitu pesat. Fakta itu membuat Takeda Shingen mengatakan bahwa senjata api akan menjadi senjata paling penting.

Setelah Pertempuran Sekigahara tahun 1600, Tokugawa Ieyasu berhasil mempersatukan Kekaisaran Jepang dan memulai era damai. Era damai itu berlangsung selama 2,5 abad, dikenal sebagai Periode Edo.

Selama itu, senjata api masih diproduksi dan digunakan oleh para samurai, tetapi terutama untuk berburu. Selama masa damai, samurai lebih fokus pada seni tradisional Jepang. Karena itu, mereka menaruh banyak perhatian pada katana alih-alih senapan. Saat itulah Komodor Perry muncul.

Zaman keemasan senjata api di Kekaisaran Jepang

Kedatangan Angkatan Laut Amerika Serikat dan pembukaan paksa Kekaisaran Jepang pada 1854 memulai zaman keemasan baru senjata api di kekaisaran.

Beragam senjata api yang lebih canggih tiba di Kekaisaran Jepang. Sama seperti sebelumnya, samurai pun menggunakannya sampai akhir. Pertempuran Shiroyama adalah salah satu pertahanan terakhir samurai melawan pemerintah baru Kekaisaran Jepang.

Saat itu, samurai yang dipimpin oleh Saigo Takamori tidak menolak senjata api. Faktanya, mereka sendiri menggunakan senapan dan artileri dalam jumlah terbatas.

Dari munculnya kelas prajurit hingga saat kematiannya, samurai Kekaisaran Jepang “merangkul” senjata, baik itu katana atau senjata api. Keduanya adalah bagian dari sejarah dan identitas para samurai Kekaisaran Jepang.