Kisah Heroik Pelacur Korea yang Membunuh Samurai Kekaisaran Jepang

By Tri Wahyu Prasetyo, Sabtu, 8 Juli 2023 | 13:00 WIB
Ilustrasi Perang Imjin yang dimulai pada tahun 1592. (David Benzal)

Nationalgeographic.co.id—Sudah menjadi hal yang umum bagi para pejuang samurai untuk tewas dalam pertempuran atau ritual bunuh diri. Namun apa jadinya ketika seorang pemimpin samurai menemui ajalnya di tangan seorang wanita tak bersenjata?

“Kisah yang tidak biasa tentang pelacur maut Non Gae telah menginspirasi dan memikat orang Korea Selatan selama berabad-abad,” tulis Zita Ballinger Fletcher, pada laman Historynet

Menurut sumber-sumber Jepang, keberadaanya tidaklah lebih dari sekadar mitos. Penulis Kawamura Minato, misalnya, membantah keberadaannya dalam buku tahun 2001 "Kisen: 'mono iu hana' no bunkashi." 

Namun, di Korea Selatan, Non Gae tetap hidup melalui tradisi lisan. Sebuah kuil bernama Uigisa yang dibangun pada tahun 1740 didirikan untuk menghormatinya. Bahkan, ada sebuah festival tahunan diselenggarakan di Benteng Jinju (Jinjuseong) yang bersejarah untuk mengenangnya.

Menurut sebuah artikel tahun 2016 yang diterbitkan oleh The Asan Forum, "History Wars" antara Jepang dan Korea Selatan masih menjadi sumber perpecahan yang mendalam antara kedua negara karena hubungan historis yang sulit. 

Kisah ini terjadi pada tahun 1593 pada awal Perang Imjin antara Korea dan Jepang. Selama konflik ini, panglima perang Jepang yang terkenal, Toyotomi Hideyoshi, melancarkan invasi besar-besaran ke semenanjung Korea (yang saat itu bernama Joseon).

Diperkiraan Toyotomi melancarkan aksinya dengan 158.000 pasukan infanteri dan 9.200 pelaut, termasuk bajak laut. “Kekacauan melanda semenanjung Korea setelah invasi tersebut,” jelas Zita.

Salah satu pertempuran paling sengit terjadi di Jinju, sekitar 70 kilometer dari sebelah barat Busan. Diperkirakan 70.000 orang Korea, termasuk tentara, pejabat sipil dan warga sipil terbunuh selama pertempuran itu.

Benteng Jinju dikepung sebanyak dua kali dan akhirnya tumbang pada tahun 1593 selama Pertempuran Jinjuseong Kedua. 

Para komandan Jepang berkumpul untuk merayakan kemenangan mereka di Paviliun Chokseongnu, sebuah aula yang indah di atas bukit yang menghadap ke Sungai Nam. 

Para wanita penghibur yang menarik–disebut gisaeng–berkumpul untuk menghibur mereka. Seperti geisha Jepang, gisaeng Korea adalah kasta di atas pelacur biasa yang peran utamanya adalah untuk menghibur para pria-melalui musik, tarian, seni, dan sensualitas. 

Zita menerangkan, salah satu pemimpin samurai, yang diduga bernama Keyamura Rokusuke, merasa tersanjung dengan perhatian seorang pelacur bernama Non Gae. “Ia tidak tahu bahwa wanita itu mengincarnya untuk membalas dendam,” jelas Zita.