"Sangat penting bagi gajah untuk memiliki pengetahuan mendetail tentang keluarga yang dikenal dan rekan dekat, serta mampu mengidentifikasi gajah asing dan lebih berhati-hati saat berinteraksi dengan individu tak dikenal ini,"
"yang mungkin bertindak agresif dan menimbulkan ancaman bagi unit keluarga."
Gajah tak dikenal bukan satu-satunya ancaman yang perlu diingat oleh kawanan gajah ini untuk bertahan hidup.
Shannon adalah rekan penulis studi tahun 2011 di jurnal Proceedings of the Royal Society B: Biological Sciences. Jurnal itu diterbitkan dengan judul "Leadership in elephants: the adaptive value of age."
Hasil penelitian menunjukkan bahwa gajah yang lebih muda tidak bereaksi terhadap rekaman suara singa jantan yang mengaum. Tidak seperti gajah yang lebih tua (yang akan mengingat serangan singa sebelumnya) mengambil posisi bertahan sebagai tanggapan atas raungan.
Dalam penelitian lain Shannon dan rekannya menunjukkan bahwa gajah juga dapat mengidentifikasi suara manusia yang menimbulkan ancaman.
Mereka menemukan bahwa gajah lebih cenderung berhati-hati saat mendengar rekaman suara orang Maasai semi-nomaden, yang secara berkala membunuh gajah, daripada suara etnis Kenya lainnya.
Gajah juga lebih cenderung membela diri ketika mereka mendengar rekaman suara laki-laki Maasai, berbeda dengan rekaman perempuan dan anak-anak Maasai.
"Ingatan luar biasa dan kemampuan kognitif gajah bahkan memungkinkan mereka menggunakan bahasa manusia untuk menentukan ancaman yang ditimbulkan oleh berbagai kelompok manusia," katanya.
Fakta bahwa gajah sangat bergantung pada ingatannya membuat upaya konservasi semakin diperlukan. Ketika pemburu menargetkan gajah terbesar dengan gading terbesar, mereka biasanya menempatkan gajah tertua menjadi target mereka.
Demikian pula, jika kelangsungan hidup gajah bergantung pada tetua yang mengingat rute migrasi, maka pembangunan yang mengubah lanskap dan memotong jalur penting dapat menimbulkan konsekuensi yang buruk bagi kawanan gajah.
O'Connell juga mengatakan pentingnya menjaga rute migrasi kritis. "Habitat mereka terancam oleh pembangunan manusia yang memblokir rute migrasi penting, membuat mereka terkurung di tanah marjinal yang seringkali tidak memiliki sumber daya penting yang dibutuhkan untuk bertahan hidup di musim kemarau yang panjang," kata O'Connell.