Perubahan Iklim, AI Meprediksi Suhu Bumi Akan Naik 2 Derajat Celcius

By Ricky Jenihansen, Rabu, 19 Juli 2023 | 16:00 WIB
Menurut proyeksi kecerdasan buatan (AI), suhu Bumi diperkirakan akan meningkat 2 derajat celcius hanya dalam 10 tahun. (Cavan Images)

Nationalgeographic.co.idProyeksi masa depan memperkirakan bahwa suhu dunia akan naik hingga 2 derajat celcius sebagai akibat perubahan iklim.

Proyeksi tersebut berdasarkan algoritma kecerdasan buatan atau Artificial Intelegence (AI) yang canggih yang belum lama ini dikembangkan.

Menurut proyeksi AI itu, suhu bumi akan meningkat 2 derajat celcius hanya dalam 10 tahun. Temuan tersebut jelas menjadi sinyal peringatan dampak perubahan iklim.

Hasil penelitian tersebut telah dipublikasikan di Proceedings National Academy of Sciences (PNAS) dengan judul "Data-driven predictions of the time remaining until critical global warming thresholds are reached."

Menurut proyeksi masa depan AI, suhu tersebut akan membuat Bumi sangat panas. "Tidak peduli apakah gas rumah kaca naik atau turun selama dekade berikutnya, kenaikan 1,5 derajat celcius sekarang tidak dapat dihindari," katanya.

"Ingatlah bahwa membatasi kenaikan suhu hingga 1,5 derajat celcius adalah tujuan ambisius Perjanjian Paris 2015."

Langkah-langkah drastis yang telah diusulkan untuk mengurangi emisi harus terwujud. Sehingga suhu Bumi bisa tetap di bawah 1,5 derajat celcius dari pemanasan global saat ini.

Akan tetapi, jika pemanasan global saat ini tidak diantisipasi, maka kenaikan hingga 2 derajat celcius pun sulit dihindari, menurut penulis studi baru tersebut.

Dengan laju pemanasan global saat ini, AI telah memprediksi bahwa 10 tahun lagi suhu Bumi akan naik 2 derajat celcius. Sementara kenaikan suhu 1,5 derajat celcius tidak dapat lagi dihindari.

Kita sudah melihat serangkaian dampak perubahan iklim dalam bentuk gelombang panas, kebakaran hutan, banjir, dan badai. Semua dampak tersebut terjadi hanya dengan pemanasan global 1,1 °C.

"Jadi, membatasi kenaikan suhu sebanyak mungkin itu penting, karena setiap pecahan derajat diperhitungkan."

Ilustrasi digital seseorang menonton simulasi perubahan iklim. (boscorelli/Shutterstock)

Tidak cukup sampai di situ, model AI juga menunjukkan kemungkinan untuk menghindari kenaikan suhu Bumi 2 derajat celcius.

Meskipun emisi gas rumah kaca turun dengan cepat hingga mencapai nol bersih pada tahun 2076, hanya ada peluang 1 banding 2 untuk menghindari pemanasan 2 derajat celcius pada tahun 2054.

Kemudian hanya ada peluang 2 banding 3 untuk menghindari pemanasan 2 derajat celcius antara tahun 2044 dan 2065.

"Dengan menggunakan pendekatan yang sama sekali baru yang bergantung pada keadaan sistem iklim saat ini untuk membuat prediksi tentang masa depan, kami mengonfirmasi bahwa dunia berada di titik puncak untuk melewati ambang batas 1,5 derajat celcius," kata ilmuwan iklim Noah Diffenbaugh dari University of Stanford di California.

"Model AI kami cukup yakin bahwa sudah ada pemanasan yang cukup, sehingga 2 derajat celcius kemungkinan akan terlampaui jika mencapai emisi net-zero membutuhkan waktu setengah abad lagi."

Untuk mendapatkan perkiraan ini, para ilmuwan tidak menggunakan model iklim prediktif dan anggaran karbon global untuk menghitung pemanasan di masa depan.

Para peneliti menggunakan AI yang dikenal sebagai jaringan saraf database perubahan suhu yang telah terjadi. Jaringan saraf ini menggunakan sejumlah besar nodul berbobot untuk menemukan pola dalam data yang ada.

Pola itu kemudian dapat diekstrapolasi ke masa depan. Secara khusus, proyeksi masa depan AI melihat kenaikan suhu baru-baru ini di lokasi tertentu dibandingkan dengan data referensi antara tahun 1951 dan 1980.

Pertama, para ilmuwan menguji keakuratan estimasi masa depan. AI kemudian diminta untuk memprediksi kenaikan 1,1 derajat saat ini di atas tingkat pra-industri.

Benar saja, proyeksi masa depan AI mendapatkan perkiraan yang sesuai berdasarkan yang terjadi hingga tahun 2022. Perkiraan itu dengan rentang kemungkinan dari tahun 2017 hingga 2027.

"Ini benar-benar pengujian untuk melihat apakah AI dapat memprediksi waktu (pemanasan) yang kita tahu telah terjadi," kata Diffenbaugh. "Kami cukup skeptis bahwa metode ini akan berhasil sampai kami melihat hasilnya.

"Fakta bahwa prediksi AI memiliki akurasi yang tinggi meningkatkan kepercayaan diri saya dalam memprediksi pemanasan di masa depan."

Perusakan alam mengancam memperburuk perubahan iklim. (shutterstock/mykhailo pavlenko)

Prediksi AI tersebut juga cocok dengan kesimpulan dalam Laporan Penilaian Keenam Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC).

Proyeksi masa depan AI, suhu global akan meningkat hingga 2 derajat celcius pada tahun 2030.

Kesimpulan itu menyatakan, "perkiraan sentral untuk melewati ambang batas 1,5 derajat celcius terletak pada awal tahun 2030-an", menambah kepercayaan lebih lanjut pada akurasi AI.

Masih ada ketidakpastian tentang kapan kita bisa mencapai kenaikan 2 derajat celicus itu. Masih cukup banyak hal yang tidak bisa dimengerti saat Anda mencoba mensimulasikan seluruh planet bertahun-tahun ke depan.

Apa yang kita ketahui adalah bahwa peningkatan suhu akan memicu 'titik kritis' tambahan. Hal itu menciptakan putaran umpan balik untuk pemanasan global yang lebih besar lagi.

Itu sebabnya kenaikan suhu Bumi 2 derajat celicus dianggap sangat penting oleh para ilmuwan. Dampak perubahan iklim itu akan sangat terasa.

Seperti misalnya gagal panen, naiknya permukaan air laut, runtuhnya ekosistem di darat dan di laut, kemerosotan ekonomi dan dampak yang parah bagi kesehatan manusia.

Sasaran nol-emisi yang mencakup karbon dioksida, metana, dan gas-gas yang memerangkap panas lainnya harus tercapai pada pertengahan abad ini, saran ilmuwan.

Untuk menghindari pemanasan lebih dari 2 derajat celcius, sebagian besar negara menargetkan antara tahun 2050 dan 2070 untuk menurunkan tingkat emisi mereka ke nol.

"Janji net-zero tersebut sering kali dibuat untuk mencapai tujuan Perjanjian Paris 1,5 °C," kata Diffenbaugh.

"Hasil kami menunjukkan bahwa janji ambisius itu mungkin diperlukan untuk menghindari (pemanasan) 2 derajat celcius."