Sejarah Salon Prancis: Tempat Lahirnya Gagasan-Gagasan Revolusioner

By Tri Wahyu Prasetyo, Selasa, 25 Juli 2023 | 13:01 WIB
(Sartle)

“Kontribusi yang diberikan salon pada pemikiran politik, ide-ide revolusioner, dan hubungan gender masih diperdebatkan oleh para sejarawan,” jelas Jennifer.

Keterlibatan perempuan menjadi inti dari ketidakpastian tentang salon dan dampak politiknya. Banyak pemikir abad ke-18 berpikir bahwa sains, politik dan filsafat adalah kegiatan yang maskulin. Mereka percaya bahwa Pencerahan akan menguntungkan perempuan, tetapi perempuan sendiri tidak boleh terlibat di dalamnya.

Jean-Jacques Rousseau adalah salah satu filsuf Pencerahan yang menentang salonnières dan keterlibatan perempuan dalam perdebatan politik. Rousseau percaya bahwa perempuan, sebagai kaum intelektual yang lebih rendah, akan menyeret atau mencemari diskusi ilmiah dan filosofis.

Denis Diderot, yang banyak menulis tentang keutamaan wanita, memiliki pandangan yang berlawanan. Menurut sejarawan Barbara Caine, Diderot "bersikeras bahwa kehadiran perempuan membuatnya perlu untuk mendiskusikan topik-topik yang paling kering dengan kejelasan dan pesona."

Cercle dan kafe

Gambar pertemuan di Café Procope. Voltaire terlihat sedang memesan kopi. (Via Alpha History)

Salon-salon tersebut juga memiliki padanan untuk pria. Salah satunya adalah cercles sociaux ('lingkaran sosial') atau cercles.

Tidak seperti salon, yang didominasi oleh bangsawan dan orang kaya, keanggotaan cercles sebagian besar adalah kaum borjuis. 

Ada banyak variasi di antara cercle. Beberapa di antaranya tak lebih dari sekadar klub pria, di mana diskusi politik atau filosofis diselingi dengan minum-minum dan berjudi. Yang lainnya lebih terang-terangan bersifat politis dan tidak berbeda dengan klub-klub politik pada tahun 1790-an.

Cercle terbesar didirikan di Paris pada tahun 1790 dan memiliki ribuan anggota. Secara resmi disebut 'Perkumpulan Sahabat Kebenaran', mereka menerbitkan surat kabarnya sendiri yang disebut “Bouche de Fer” ('Mulut Besi').

Beberapa orang Prancis lebih menyukai diskusi yang hidup di kafe-kafe. Beberapa kedai kopi, seperti Cafe Procope, merupakan tempat trendi yang sering dikunjungi oleh filsuf terkemuka seperti Voltaire.

Kafe-kafe lainnya adalah tempat dengan harga murah yang menjadi tempat persembunyian para jurnalis kotor dan para pekerja kasar.