Perubahan Iklim, Sirkulasi Samudra Atlantik Mulai Runtuh pada 2025

By Ricky Jenihansen, Kamis, 27 Juli 2023 | 19:00 WIB
Sirkulasi Samudra Atlantik dapat runtuh paling cepat pada tahun 2025 dampak perubahan iklim. (Henrik Egede-Lassen)

Nationalgeographic.co.id—Penelitian baru dari University of Copenhagen menemukan bahwa sirkulasi Samudra Atlantik mulai runtuh pada tahun 2025. Perubahan iklim telah memicu gelombang panas lebih sering dan berdampak luas termasuk Samudra Atlantik.

Hasil penelitian tersebut telah diterbitkan di Nature Communications belum lama ini. Jurnal tersebut dipublikasikan dengan judul "Warning of a forthcoming collapse of the Atlantic meridional overturning circulation" dan merupakan jurnal akses terbuka.

Hal ini sangat memprihatinkan mengingat panas ekstrem saat ini yang kita saksikan di seluruh dunia, dan perubahan iklim memicunya lebih sering. Termasuk penyimpangan besar-besaran dari rekor sebelumnya di Samudra Atlantik itu sendiri.

"Di sini kami menghitung kapan tanda peringatan dini jauh di atas variasi alami," tulis fisikawan Peter Ditlevsen dan ahli statistik Susanne Ditlevsen dari University of Copenhagen.

"Mengingat pentingnya AMOC (sirkulasi Samudra Atlantik) untuk sistem iklim, kita tidak boleh mengabaikan indikator yang jelas tentang keruntuhan yang akan segera terjadi."

Atlantic Meridional Overturning Circulation (AMOC) adalah sistem besar arus laut yang mengatur perpindahan panas laut dari daerah tropis ke belahan bumi utara.

Dalam beberapa tahun terakhir, pelemahan sirkulasi telah dilaporkan. Akan tetapi penilaian oleh Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) menunjukkan bahwa keruntuhan total tidak mungkin terjadi dalam abad ke-21.

Prediksi IPCC berdasarkan simulasi model Proyek Interkomparasi Model Iklim (CMIP).

Dalam beberapa tahun terakhir, pelemahan sirkulasi Samudra Atlantik telah dilaporkan. (Rainer Lesniewski/iStock/Getty Images Plus)

Dengan demikian, itu berdampak pada sebagian besar iklim Bumi. Ini dianggap sebagai salah satu elemen akhir terpenting dalam sistem iklim Bumi, dan telah melambat sejak pertengahan 1900-an.

Jika terhenti sepenuhnya, musim monsun kemungkinan besar akan terganggu di daerah tropis, dan Eropa serta Amerika Utara. Wilayah tersebut akan mengalami perubahan iklim ekstrem dan mengalami musim dingin yang sangat berbahaya.

Namun demikian, efek tidak langsung akan sangat berdampak pada seluruh ekosistem dan ketahanan pangan kita.

AMOC atau Sirkulasi Samudra Atlantik hanya dipantau secara langsung sejak 2004, waktu yang tidak cukup lama untuk memahami lintasan penuh dari tren pelambatan saat ini.

Jadi dengan memeriksa banyak model, para peneliti mengidentifikasi wilayah lautan di mana suhu permukaan laut paling cocok dengan kondisi sirkulasi lautan. Nantinya digunakan sebagai salah satu dari dua indikator yang kurang langsung yang catatannya ada sejak tahun 1870.

Tanda peringatan dini lainnya yang dipertimbangkan para peneliti adalah "kehilangan ketahanan" dalam sistem. Hal itu muncul sebagai peningkatan fluktuasi dan variasi, seperti meningkatnya goyangan gasing yang berputar sebelum roboh.

Menggunakan dua tanda peringatan dini ini untuk menilai kondisi AMOC atau Sirkulasi Samudra Atlantik, mirip dengan mengukur denyut nadi dan tekanan darah untuk memantau kesehatan jantung.

Pemodelan tim menunjukkan bahwa semua sirkulasi laut yang penting ini dapat terhenti paling cepat tahun 2025, dan kemungkinan tidak lebih dari tahun 2095.

Temuan ini mengkhawatirkan lebih cepat daripada prediksi IPCC terbaru. IPCC adalah Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim. Akan tetapi tanda-tanda peringatan dini sudah jelas, kata Peter Ditlevsen dan Susanne Ditlevsen.

"Model sebelumnya memiliki "bias terhadap stabilitas AMOC yang terlalu tinggi, baik dari pengaturan dari catatan iklim bersejarah, representasi yang buruk dari formasi air laut dalam, salinitas, dan limpasan glasial," tulis tim peneliti.

Terlebih lagi, kecepatan kita mencapai peristiwa destabilisasi ini juga dapat menentukan apakah sistem runtuh atau stabil kembali.

Kita tidak hanya gagal mengurangi jumlah gas rumah kaca yang telah kita pompakan ke atmosfer sejauh ini, sebaliknya kita malah meningkatkannya. Sepertinya kita berada di lintasan yang menakutkan untuk mencapai ambang samudra ini dengan sangat keras dan cepat.

Hasil penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa fluktuasi karena perubahan iklim ekstrim sebelumnya atau peristiwa Dansgaard-Oeschger disebabkan oleh ketidakstabilan tersebut.

Hasil penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa mengubah satu parameter saja, dapat menyebabkan sistem bercabang dua. Seperti meningkatkan jumlah air tawar yang memasuki Atlantik Utara, dan menyebabkan perubahan perilaku sistem secara tiba-tiba dan drastis.

Tingkat kepekaan ini mungkin tidak dipertahankan dalam penilaian IPCC, karena tidak semua model yang mereka masukkan mempertimbangkannya.

"Kami masih belum memahami semua faktor yang mungkin memengaruhi sistem ini, dan peneliti lain berpendapat elemen seperti dampak masuknya air dingin tidak sepenuhnya cocok dengan catatan iklim masa lalu," menurut peneliti.

Para peneliti berpikir metode mereka berfokus pada gejala peringatan dini menghindari kebutuhan untuk sepenuhnya memahami driver ini.

Akan tetapi, kewaspadaan mereka tidak dapat mengesampingkan beberapa hal yang tidak diketahui dan menciptakan hasil yang berbeda. Mereka juga tidak dapat membedakan antara keruntuhan sebagian atau seluruhnya dari AMOC atau Sirkulasi Samudra Atlantik, jelas mereka.

"Bahkan dengan proses ini, (temuan) ini memang merupakan hasil yang mengkhawatirkan, yang membutuhkan tindakan cepat dan efektif untuk mengurangi emisi gas rumah kaca global untuk menghindari perubahan parameter kontrol yang stabil menuju runtuhnya AMOC," tim menyimpulkan.