Benarkah Ilmuwan Gagal Menyampaikan Pesan Urgensi Perubahan Iklim?

By Ricky Jenihansen, Rabu, 2 Agustus 2023 | 11:05 WIB
Ilmuwan dituding telah gagal mengomunikasikan ancaman perubahan iklim. (Andrea D'Aquino)

Nationalgeographic.co.id—Beberapa pekan terakhir, beberapa pihak di dunia maya menuduh para ilmuwan telah gagal mengomunikasikan urgensi perubahan iklim. Hal itu menyusul dampak perubahan iklim yang dianggap makin mengancam belakangan. Tapi benarkah demikian?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, sepertinya kita perlu melihat sumber data ilmiah yang valid. Dan sebenarnya, studi valid mengonfirmasi bahwa hal tersebut tidak benar.

Tuduhan semacam ini justru bahkan mengalihkan tanggung jawab dari tempatnya seharusnya ditempatkan. Jadi apa kebenarannya?

The Hill, media yang berbasis di Washington DC, menyebutkan bahwa sebenarnya ilmuwan memang tidak benar-benar gagal mengomunikasikan urgensi perubahan iklim.

Hal itu berdasarkan studi valid yang meneliti laporan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC). Para ilmuwan tidak benar-benar "gagal selama beberapa dekade untuk mengkomunikasikan risiko kenaikan permukaan laut yang cepat".

Masalahnya mungkin laporan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) yang terkesan tidak pasti. Penelitian tersebut menyelidiki kompleksitas komunikasi ketidakpastian.

Khususnya bagaimana laporan tersebut menangani aspek kenaikan permukaan laut yang kurang kita pahami sepenuhnya.

“Tantangannya adalah, untuk beberapa proses tersebut kami memahami fisika dengan cukup baik,” jelas ilmuwan iklim Rutgers Robert Kopp.

"Misalnya, bagaimana lautan mengambil panas dan mengembang sebagai respons terhadap itu - sehingga (kami) dapat mengukur dan menyampaikan risiko tersebut."

Akan tetapi, lanjutnya, proses lain terutama beberapa yang terjadi di lapisan es, melibatkan faktor-faktor yang tidak kita pahami dengan baik.

"Hal itu sulit untuk dimasukkan ke dalam istilah kuantitatif, tetapi tetap dapat menyebabkan kenaikan permukaan laut yang cepat," lanjutnya.

Ambiguitas terakhir itulah yang terbukti sulit untuk dijelaskan. Tapi Knopp dan rekannya menemukan bahwa dengan pengalaman, laporan selanjutnya meningkatkan navigasi mereka dari hal-hal yang tidak diketahui ini.

Perubahan iklim telah mengurangi usia pohon separuhnya. (Grist)

Sementara itu, Science Alert juga menerbitkan kritik ilmuwan lain terhadap laporan IPCC. Beberapa khawatir laporan tersebut terlalu berhati-hati.

Hal itu mungkin berarti tingkat beberapa risiko yang lebih ekstrim namun kemungkinan yang lebih kecil telah diremehkan. Tetapi menyederhanakan beberapa detail dari sistem yang sangat kompleks sambil bekerja untuk memperbaikinya.

Kemudian mempertahankan pesan keseluruhan yang konsisten tentang arah yang kita tuju jauh dari kegagalan untuk mengomunikasikan risikonya. Itulah yang sebenarnya merupakan tujuan dari studi Kopp dan tim.

IPCC yakin dari laporan pertama mereka pada tahun 1990 bahwa "gas berumur panjang akan membutuhkan pengurangan emisi segera dari aktivitas manusia," terlepas dari banyaknya ketidakpastian yang tersisa.

Sejak saat itu kita mengalami kenaikan samudra sekitar 10 cm, yang persis berada dalam jangkauan prediksi mereka. Kenaikan permukaan laut juga semakin cepat seperti yang diperkirakan.

Namun, meski sekarang dapat melihat seberapa akurat pesan inti laporan tersebut, emisi bahan bakar fosil terus meningkat.

Membingkainya sebagai kegagalan atas nama para ilmuwan iklim mengabaikan mereka yang jauh lebih bersalah atas situasi kita saat ini. Seperti para pemimpin yang telah gagal untuk memicu tindakan yang signifikan.

Padahal para pemimpin telah berjanji yang tak terhitung jumlahnya, dan tentu saja ada di baliknya ada industri besar dan media.

Peneliti ExxonMobil sendiri sangat menyadari ancaman yang ditimbulkan oleh tindakan mereka pada tahun 1977.

Kemudian mereka bersama dengan perusahaan paling kuat lainnya di dunia, dengan sengaja mendukung banyak taktik untuk mengakalinya. Padahal mereka yang sejauh ini paling bertanggung jawab atas kerusakan yang terjadi.

Perubahan iklim telah menimbulkan ancaman kekeringan global. (Shutterstock)

Termasuk kampanye disinformasi untuk menghentikan tindakan apa pun sambil terus memeras keuntungan maksimal dari kita selama mungkin.

Media juga terlibat dalam sabotase komunikasi perubahan iklim. Untuk sebagian besar sejarah baru-baru ini, media arus utama bahkan mengabaikan kata-kata perubahan iklim dalam kasus yang jelas-jelas relevan.

Kemudian ketika mereka benar-benar peduli untuk mengakui masalah ini, mereka akhirnya memberikan lebih banyak visibilitas kepada para penyangkal perubahan iklim daripada ilmuwan iklim, dengan kedok 'keseimbangan'.

Sedihnya lagi, situasi media hanya akan terus memburuk karena media sosial dan perusahaan teknologi besar. Mereka mengikis spesialis dan jurnalisme independen, membuat kita sangat bergantung pada mereka untuk bertahan hidup.

Sementara itu, mereka secara bersamaan mengizinkan platform mereka untuk menenggelamkan konten perubahan iklim dengan aktivitas penyangkal. Di sisi lain, bot telah diatur dan selanjutnya mempolarisasi audiens dengan algoritma mereka.

Melalui semua ini, para peneliti di seluruh dunia, dari berbagai disiplin ilmu, terus meningkatkan kewaspadaan, berulang kali dengan urgensi yang semakin meningkat.

Sama seperti yang telah mereka lakukan sejak seruan awal mereka untuk bertindak pada Konferensi Toronto 1988 tentang Perubahan Iklim.

Ini terlepas dari kenyataan bahwa sejak tahun 1995, para peneliti yang berani berbicara secara terbuka tentang perubahan iklim telah menerima pelecehan tanpa henti dan bahkan ancaman kematian yang nyata.

Para ilmuwan sekarang dengan berani mengambil risiko ditangkap karena protes atas perubahan iklim. Padahal mereka hanya menyampaikan gawatnya situasi yang kita hadapi sekarang.

Menurut editorial Science Alert, menuding orang-orang yang telah bekerja paling keras untuk meringankan krisis iklim, adalah pengkhianatan total terhadap kita semua.