Nationalgeographic.co.id—Barangkali yang terkenang dalam ingatan sejarah Bung Karno (panggilan akrab Soekarno) tentang Kuba adalah rokok dan revolusinya. Sebagaimana Soekarno, Fidel Castro juga penikmat rokok dan cerutu.
Soekarno dan Fidel Castro memang dikenal saling berangkulan dalam beberapa momen, termasuk yang terekam dalam ingatan sejarah Bung Karno. Bung Karno mengenang dirinya tatkala diundang ke Kuba untuk menemui Castro yang tengah merayakan revolusi.
Undangan itu datang saat "Fidel Castro belum lama menggulingkan rezim Batista," tulis Bambang Widjanarko dalam bukunya berjudul Sewindu Dekat Bung Karno yang diterbitkan pada tahun 1988.
Kala menjemput undangan tersebut, Bung Karno disuguhkan dengan pengalaman yang tak ia lupakan. Soekarno menggambarkan "keadaan di Havana masih penuh dengan suasana revolusi," imbuh Bambang.
Dalam ingatan sejarah Bung Karno, ketika ia beserta dengan rombongannya dari Jakarta tiba di pusat kota Havana, ia dibawa dalam iring-iringan mobil yang meluncur di jalan raya yang mulus.
Tiga sepeda motor di depannya membuka jalan sebagai kawal depan konvoi. Tiba-tiba, pimpinan kawal depan itu memberi tanda agar konvoi berhenti. Maka berhentilah semua kendaraan dalam iringan tersebut.
Seketika, rombongan iring-iringan dari Indonesia menjadi bingung, termasuk Bung Karno di antaranya. Pemimpin kawal depan itu terlihat memutar balik sepeda motornya dan mendekat ke mobil yang membawa rombongan Bung Karno.
Pemimpin konvoi itu berhenti di samping pintu kemudi untuk melakukan komunikasi dengan sang sopir. Sopir yang merupakan juga orang Kuba, mulai berkomunikasi dengan bahasa Spanyol.
Disertai gerakan tangan, sang sopir nampaknya memahami tindakan apa yang harus ia lakukan. Masih dalam kondisi bingung, Bung Karno dengan tenang memperhatikan interaksi kedua orang Kuba itu.
Tiba-tiba sopir yang membawa Soekarno beserta rombongannya mengeluarkan korek api dari kantung bajunya. Sementara, sang pemimpin kawal depan konvoi mengeluarkan cerutunya. "Ternyata ia hanya mau pinjam korek dari temannya," kenang Bung Karno.
Dengan korek api tersebut, dinyalakannya cerutu yang sudah bertengger di bibir sang pemimpin kawal depan konvoi. Setelah nyala cerutu di bibirnya, sang pemimpin konvoi memberi hormat kepada Bung karno lalu bergegas kembali memimpin konvoi.
Dengan gagahnya ia meneruskan tugas memimpin konvoi sambil meng-isap cerutu dengan nikmatnya. "Melihat kejadian itu Bung Karno tertawa berderai," terusnya. Rupanya Bung Karno cukup mengerti, Kuba masih dalam suasana revolusi.
Fidel Castro dan orang-orang Kuba begitu menyambut Bung Karno dengan hangat. Dan rokok, jadi alat pemersatu mereka. Namun, dalam ingatan sejarah Bung Karno, ada kenangan pahit yang pernah ia alami saat lawatannya ke Amerika.
Insiden Kecil Bung Karno dan Eisenhower
"Dalam tahun 1950-an, Bung Karno ke Amerika Serikat dengan tujuan bertemu dengan Presiden Eisenhower," tambah Bambang Widjanarko dalam bukunya.
Eisenhower dikenang dalam ingatan sejarah Bung Karno sebagai Jenderal Amerika, pahlawan Perang Dunia II, yang mempunyai sedikit sifat tinggi hati, khususnya bila menghadapi orang-orang dari negara kecil atau negara yang terbelakang, seperti Indonesia.
Pertemuan antara Bung Karno-Eisenhower ini dijadwalkan pada pukul 10.00 waktu Amerika. Bung Karno dan rombongannya telah tiba dan siap di tempat pertemuan pada pukul 09.58, Eisenhower belum juga kelihatan di tempat pertemuan.
Bung Karno terus menunggu. Waktu berjalan terus dan menunjukkan pukul 10.00, Soekarno masih terlihat tersenyum cerah. Pukul 10.10, Bung Karno masih tenang, dan lima menit kemudian ia mulai terlihat gusar, gelisah dan tidak mau bicara lagi.
Hingga pukul 10.25, ternyata Eisenhower belum juga kelihatan. Alhasil, Bung Karno meledak setelah hampir setengah jam menunggu. Dengan suara keras ia memarahi anggota protokol Gedung Putih.
Soekarno berkata dengan lantang, langsung kepada anggota protokol Gedung Putih yang mendampinginya, "Apa-apaan ini? Kalian sendiri yang menetapkan pertemuan jam 10.00, hingga sekarang Presiden belum juga tiba. Apakah kalian memang bermaksud menghina saya? Sekarang juga saya pergi!"
Dengan langkah tegap, Bung Karno yang merasa disepelekan, keluar ruangan meninggalkan pejabat-pejabat tuan rumah yang berdiri kebingungan. Sebuah sambutan yang berbanding terbalik dengan orang-orang Kuba.
Akhirnya insiden kecil tersebut dapat diperbaiki dengan permintaan maaf dari Gedung Putih. Dan sewaktu Bung Karno datang lagi ke tempat pertemuan, sang Presiden Eisenhower menjemput rombongan Bung Karno langsung sewaktu turun dari mobil.
Rokok, Bung Karno dan Fidel Castro
Kenangan tak mengenakkan dalam ingatan sejarah Bung Karno, berbanding terbalik dengan kenangan manis saat perjamuan santai Bung Karno dengan Fidel Castro di Havana, Ibu kota Kuba.
Sigit Aris Prasetyo pernah bercerita tentang kedekatan Soekarno dengan Fidel Castro dalam bukunya yang berjudul Dunia dalam Genggaman Bung Karno yang diterbitkan pada tahun 2017.
Pasca iring-iringan meriah di tengah kemelut kemenangan simpatisan Castro, Soekarno kembali dijamu oleh sang pemimpin Kuba dengan hangat. Kala itu, Mei 1960, dan Bung Karno terlibat obrolan santai dengan Castro.
Sembari mengisap rokok, obrolan santai mengalir begitu deras di antara kedua pemimpin negara, dalam suasana euforia pasca keberhasilan Fidel Castro menggulingkan rezim Batista.
Fidel Castro menyodorkan cerutu khas Kuba kepada Bung Karno. Keduanya lantas menikmati cerutu khas Kuba sembari melanjutkan perbincangan ringan. Setelahnya, gantian Bung Karno menawarkan rokok yang dibawanya.
Lantas, "Castro terkejut. Rokok yang ditawarkan Bung Karno merek Player’s, merek rokok yang diproduksi di Inggris," imbuh Sigit dalam bukunya. Fidel Castro meyakini Bung Karno adalah seorang marhaenis yang anti-Barat, lantas keheranan.
Castro menanyakan, mengapa Soekarno masih mengisap rokok yang bukan buatan negerinya. Kemudian, dengan candaan ringan bernada sinis, Bung Karno menjawab pertanyaan Castro.
"Betul. Kaum imperialis dan kapitalis itu harus diisap jadi asap dan debu,” ungkap Bung Karno diiringi dengan derai tawa di antara keduanya. Dalam ingatan sejarah Bung Karno, rokok telah merekatkan mereka, berikut juga ingatannya tentang Revolusi Kuba.