Genpuku, Ritual Menyambut Kedewasaan Samurai Kekaisaran Jepang

By Hanny Nur Fadhilah, Sabtu, 12 Agustus 2023 | 07:00 WIB
Ritus peralihan terpenting yang dijalani samurai remaja Kekaisaran Jepang adalah dengan melakukan genpuku, atau upacara kedewasaan. (Fujiarts)

Nationalgeographic.co.id – Perjalanan dari masa kanak-kanak hingga dewasa bagi seorang samurai remaja Kekaisaran Jepang ditandai dengan beberapa ritus peralihan yang penting. Salah satunya adalah upacara genpuku, atau upacara kedewasaan. 

Upacara dan ritual ini bukan hanya simbolis. Mereka mewakili tonggak penting dalam kehidupan seorang samurai muda, menandakan tanggung jawab mereka yang semakin besar dan kemajuan dalam perjalanan mereka untuk menjadi seorang samurai sejati Kekaisaran Jepang.

Upacara genpuku biasanya terjadi sekitar usia 13 hingga 16 tahun, dan menandai transisi dari masa kanak-kanak ke dewasa.

Selama genpuku, para samurai muda akan mencukur ubun-ubun mereka, tanda masa kanak-kanak berakhir. Mereka juga akan menerima nama dewasa dan diberikan set pakaian dewasa pertama mereka.

Upacara ini sering dihadiri oleh keluarga dan tuan samurai muda, dan merupakan peristiwa penting dalam hidup mereka.

Menerima katana, pedang samurai, adalah ritual penting lainnya. Katana lebih dari sekadar senjata; itu adalah simbol kehormatan dan kewajiban samurai.

Dipercayakan sebuah katana menandakan bahwa samurai muda itu sekarang dianggap mampu memikul tanggung jawab seorang prajurit. Hal ini sering terjadi selama atau setelah upacara genpuku.

Bagi banyak samurai muda, pengalaman pertempuran pertama mereka juga merupakan ritus peralihan yang penting.

Apakah itu pertempuran kecil atau konflik besar, pengalaman ini menandai transisi mereka dari trainee menjadi warrior. Ujian keberanian, keterampilan, dan ketabahan mental mereka, dan sering kali berdampak besar pada perkembangan mereka sebagai seorang samurai Kekaisaran Jepang.

Kehidupan Sosial Samurai Kekaisaran Jepang

Kehidupan sosial dan tanggung jawab seorang samurai remaja diatur dengan ketat. Bahkan sangat terkait dengan status dan peran mereka dalam kelas samurai Kakaisaran Jepang.

Hal ini juga memberikan kerangka filosofis untuk memahami konsep-konsep seperti hidup, mati, dan tugas yang merupakan inti dari cara hidup samurai.