Selama berada di dalam kurungan, Marco melanjutkan roman berjudul “Mata Gelap” yang mulai ditulisnya sejak tahun 1914.
Dari sana, ia berhasil menyelesaikan 3 jilid buku sebelum akhirnya dibebaskan pada Maret 1916 dari penjaranya di Semarang.
Tulisan bernarasi nasionalisme dan perlawanan bangsa menggelorakan kebangkitan nasional.
Hingga tahun 1926, tulisan Mas Marco dalam sejarah pers nasional dianggap telah berhasil mendorong semangat perlawanan terhadap pemerintah kolonial, seperti lahirnya organisasi-organisasi politik.
Namun, di momen itulah pemerintah kolonial mulai menganggap pergerakan Marco Kartodikromo membahayakan stabilitas politik kolonial. Pada tahun 1927, ia akhirnya diasingkan ke Digoel, tepatnya di Tanah Tinggi.
Pengasingan di Tanah Tinggi memiliki tujuan agar para tokoh ini tidak mempunyai akses pergaulan dengan interniran lainnya dan menderita kesunyian. Nahas, usianya di Digoel tak panjang.
Pada 19 Maret 1932, Marco Kartodikromo menghembuskan nafas terakhirnya dan dikebumikan di Tanah Tinggi, Boven Digoel.
Sampai hari ini, pusaranya masih terawat dan terabadikan berkat perjuangan gigihnya dalam sejarah pers nasional.