Surabaya dan Mataram Memperebutkan Kota Maritim di Pesisir Jawa

By Galih Pranata, Selasa, 22 Agustus 2023 | 14:00 WIB
Kehidupan kemaritiman di Gresik, kota pelabuhan nun eksotis di pesisir Jawa yang diperebutkan Mataram dan Surabaya. (H. van Ingen/KITLV)

Nationalgeographic.co.id—Surabaya di awal abad ke-17, bukanlah sebuah negeri yang masyhur dalam catatan sejarah kolonial. Namun, namanya mulai melejit ketika negeri kecil ini mulai berseteru dengan Mataram di sepanjang pesisir Jawa.

Sejauh ini, Tome Pires telah memberi catatan tentang eksotisme kota-kota di pesisir Jawa, termasuk Gresik-Jaratan. Sepanjang pesisir Jawa, kota-kota maritim ini menjadi incaran beberapa nagari, termasuk nagari Surabaya.

Meskipun Tome Pires menyebut orang Surabaya mayoritas merupakan masyarakat agraris, mereka memiliki perahu-perahu militer. Kebiasaan hidup menjadi masyarakat pesisir Jawa, membuat mereka menjadi terampil untuk melakukan perompakan. 

"Antara tahun 1599 dan 1601, Panarukan dan Blambangan dicaplok kekuasaannya oleh Surabaya," tulis M. A. P. Meilink-Roelofsz dalam bukunya yang dialihbahasakan berjudul Perdagangan Asia & Pengaruh Eropa di Nusantara Antara 1500 dan Sekitar 1630 terbitan 2016.

Sebelumnya, Surabaya sudah getol meluaskan wilayahnya sampai ke kawasan Sedayu, Pasuruan, dan Gresik sejak abad ke-16. Namun, hal itu hanya membuat Surabaya terseret pada pusaran konflik dengan Mataram yang tengah melancarkan ekspansi ke kota-kota maritim pesisir Jawa.

Salah satu keberhasilan ekspansi Mataram ke pesisir Jawa, dapat tergambar dari eksotisme Jepara dalam catatan sejarah kolonial. H. J. De Graaf menjelaskan tentang suasana yang menyenangkan di Jepara yang terjadi pada abad ke-16 hingga abad ke-17.

Membangun persekutuan dengan VOC, Mataram mampu bermanuver dalam perluasan wilayah politiknya ke berbagai pesisir Jawa. Mereka juga mampu menyulap kota-kota di pesisir Jawa menjadi kota pelabuhan megah seperti Jepara.

Pasca restorasi yang dilakukan Mataram, pasar-pasar dagang di Jepara penuh dengan para pedagang asli (Jawa) atau yang datang dari Persia, Arab, Gujarat Cina, Koromandel, Aceh, Melayu, Peguana dan bangsa lainnya.

"Segala komoditas dari Asia dan benua lainnya, tampak dijual di sini," tambah De Graaf dalam bukunya berjudul Puncak Kekuasaan MataramPolitik Ekspansi Sultan Agung, terbitan 1986.

"Tembok sekelilingnya dalam keadaan baik, rumah-rumah dibangun dengan batu dan kapur, jalan, tembok, lapangan dan pemandangan di sekitarnya menarik. Menyenangkan sekali berkunjung ke sana," ungkapnya.

Berbagai keindahan lainnya, mendukung orang-orang Eropa yang datang ke pelabuhan Jepara. Tak hanya untuk berniaga, tetapi hanya sekadar berkunjung. Pemandangan yang paling mencolok adalah masjid besar dan nuansa Keislamannya yang kental.

Orang-orang Eropa tengah mengantre menaiki perahu di Karimunjawa, Jepara. (KITLV)